Pat Gulipat Pasal Lgbt, Ujian Keteguhan Zulkifli Hasan
[PORTAL-ISLAM.ID] Pernyataan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan soal adanya lima fraksi di dewan perwakilan rakyat RI mendukung gerakan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) bikin heboh. Muncul pro kontra yang sangat keras.
Banyak yang kebakaran jenggot. Ada yang menuduh Zulhasan menyebar sensasi, kabar bohong (hoax), sembrono, bahkan ada yang berencana membawa masalah tersebut ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dewan perwakilan rakyat RI.
Namanya juga pro kontra, yang mendukung juga tak kurang pula banyaknya. Pernyataan Zulhasan dipandang sebagai peringatan serius bahwa gerakan LGBT sudah mulai memasuki fase final usaha panjang menuju legalisasi, yakni melalui proses legislasi di DPR. Praktik LGBT dijamin undang-undang.
Alih-alih para pelaku LGBT dipidanakan, siapapun yang menentang, bisa dihukum. Mau nangis gulung-gulung sambil garuk-garuk tanah, bila itu sudah terjadi, semuanya sudah terlambat.
Lepas apakah wartawan salah kutip, atau ada yang menyebut “keselip” lidah, sebagai Ketua MPR, Zulhasan niscaya punya informasi yang tidak banyak diketahui oleh kalangan awam. Dia sepertinya “sengaja” membuka tentang ini biar publik sadar ada ancaman besar yang sedang mengancam bangsa ini.
Sikap Zulhasan soal LGBT sangat konsisten. Dalam roadshow keliling Indonesia, beliau selalu mengingatkan ancaman LGBT.
PAN sangat tegas menolak LGBT. Ketua DPW PAN DKI Eko Hendro Purnomo, atau lebih dikenal sebagai Eko Patrio malah sudah mengambil perilaku tegas menolak masuknya pelaku LGBT dalam pencalonan anggota dewan.
Dengan mengangkat informasi ini ke permukaan, Zulhasan sepertinya ingin biar publik peduli, ikut mengawal proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Hukum Pidana yang sekarang sedang dibahas di DPR. Dalam RUU tersebut pasal LGBT masuk dalam pembahasan.
Proses legislasi/pengesahan undang-undang di dewan perwakilan rakyat selama ini terbukti sangat rawan penyelundupan maupun penghilangan pasal. Publik barangkali sudah lupa pada tahun 2010 ada beberapa orang anggota dewan perwakilan rakyat yang menjadi tersangka dalam masalah penghilangan ayat soal rokok dalam Pasal 113 UU Kesehatan.
Ayat tersebut tiba-tiba hilang ketika UU yang telah disahkan dewan perwakilan rakyat tersebut akan dimasukkan ke Lembaran Negara. Sekretariat Negara dan dewan perwakilan rakyat ketika itu beralasan ada kesalahan teknis. Namun para penggagas anti rokok mengira ada tangan-tangan kotor industri rokok yang bermain. Mereka main mata dengan sejumlah anggota DPR. Media menyebutnya ketika itu sebagai “skandal korupsi ayat rokok.”
Kecurigaan adanya pihak tertentu yang mencoba bermain dalam proses legislasi di DPR, bukanlah hoax.
Wakil Ketua Badan Legislasi dewan perwakilan rakyat Firman Subagyo mengakui banyak NGO dan penggagas LGBT dari dalam dan luar negeri melaksanakan lobi bahkan tekanan, biar masalah tersebut segera masuk dalam pembahasan undang-undang. Apalagi pasca keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak mengkriminalkan praktik kumpul kebo dan LGBT. MK melempar duduk kasus tersebut ke DPR.
Dalam draft awal RUU kitab undang-undang hukum pidana dirumuskan bahwa praktik LGBT bisa dipidana bila dilakukan di bawah usia 18 tahun. Artinya secara hukum, praktik tersebut legal bagi mereka yang berusia di atas 18 tahun.
Tim perumus RUU juga menyepakati bahwa praktik LGBT sanggup dipidana, apabila dilakukan secara terbuka. Sementara yang dilakukan secara klandestin (tertutup) tidak bisa dipidana. Tentu menjadi pertanyaan apakah dengan begitu pesta sex para LGBT yang belakangan marak di aneka macam kota, tidak bisa dipidana? Sebab dilakukan di ruang tertutup.
Empat tahapan menuju legalisasi
Banyak kalangan yang selama ini tidak begitu menyadari bahwa kampanye LGBT merupakan gerakan global yang sangat terencana.
Indonesia bersama beberapa negara menjadi sasaran utama. Gerakan tersebut bahkan didukung oleh PBB.
Seperti halnya kampanye sebuah produk, kampanye pemasarannya digarap sangat serius.
Tahap pertama berupa awareness. Sebuah tahapan yang dimaksudkan untuk membangun kesadaran publik. Ada organisasi besar yang dibentuk, dan ada dana besar pula yang digelontorkan.
PBB melalui Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia (OHCHR) pada bulan Juli 2013 meluncurkan sebuah acara yang diberi nama UN Free & Equal. Sebuah acara global yang mengkampanyekan dan mempromosikan persamaan hak dan perlakuan yang adil terhadap pelaku LGBT (https://www.unfe.org).
Sejumlah publik figur terutama dari dunia hiburan di aneka macam dunia dilibatkan dalam kampanye ini. Di Indonesia, sejumlah akademisi, penulis, dan publik figur juga terlihat secara massif mengkampanyekan gerakan LGBT, namun mereka melaksanakan secara halus, sedikit terselubung dengan cover HAM.
Penyadaran yang mereka bangkit dengan mencoba menyajikan fakta seputar LGBT hanyalah mitos. Misalnya LGBT bukanlah penyakit, tapi lebih kepada kelainan gen. LGBT bukan penyakit menular, hal itu telah dibuktikan oleh asosiasi psikolog, psikiatri, maupun klinis.
Karena itu kelainan gen, maka hendaknya kita bisa toleransi, menyerupai halnya kita bisa bertoleransi kepada umat yang beragama lain. Masih banyak argumentasi lain yang kesudahannya didukung oleh riset oleh aneka macam forum kredibel. Mereka tidak menyajikan fakta bahwa forum lain yang juga tak kalah kredibelnya menyatakan hal sebaliknya.
Agar acara tersebut sanggup berjalan sukses digelontorkan dana sebesar USD 8 juta melalui forum United Nation Development Pragramme (UNDP). Dana tersebut ditujukan untuk mendukung komunitas LGBT di Indonesia, China, Filipina dan Thailand.
Program itu, menyerupai diakui dalam situs resmi UNDP, berlangsung dari Desember 2014 sampai September 2017. Proyek bantuan LGBT ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan organisasi-organisasi LGBT di Indonesia untuk secara efektif memobilisasi, menyokong, dan berkontribusi dalam dialog-dialog kebijakan dan acara pemberdayaan komunitas LGBT.
Selain aneka macam acara tersebut, kampanye LGBT didukung dengan kampanye melalui budaya dan gaya hidup. Mereka bahkan menyasar bawah umur melalui film kartun dan aneka macam games.
Sejumlah film kartun besutan Disney antara lain The Beauty and the beast mengandung konten homosexual. Sementara untuk film remaja Hollywood lebih banyak lagi yang mengandung konten LGBT. Boys Don’t Cry (1999), Brokeback Mountain (2005), The Imitation Game (2014), The Danish Girl (2015), dan Carol (2015) ialah beberapa contohnya.
Jaringan kedai kopi internasional Starbuck secara terbuka menyatakan sebagian laba perusahaan didonasikan untuk mendukung kampanye LGBT. Bos Starbuck Howard Schultz malah menantang mereka yang menentang LGBT tidak usah minum kopi di kedainya.
Tahapan kedua interest. Dengan melalui aneka macam kampanye yang massif diperlukan muncul ketertarikan. Lalu sehabis itu coba-coba, dan kemudian ketagihan.
Dari aneka macam penelusuran yang dilakukan media di aneka macam komunitas gay di beberapa kota di Indonesia, banyak bawah umur usia sekolah yang menjadi gay alasannya ialah bujuk rayu gay senior. Ada juga yang sekedar coba-coba alasannya ialah terpengaruh film, atau games. Mereka melihatnya sebagai gaya hidup yang trendy. Lama-lama mereka menjadi ketagihan.
Tahap ketiga commitment. Dalam tahap ini berdasarkan teori kampanye pemasaran, mereka telah menjadi pelanggan yang loyal. Mereka inilah kemudian bisa memperluas pasar, dengan testimoni maupun kampanye lisan ke lisan (word of mouth). Publik figur mengambil tugas penting di tahap ini.
Tahap keempat legalisasi. Tahap inilah yang sekarang sepertinya tengah dicoba dilakukan di DPR. Anggota dewan perwakilan rakyat RI dari Gerindra Sodik Mujahid mengakui banyak anggota dewan perwakilan rakyat yang menyetujui dan mendukung LGBT. Namun perilaku mereka belum tentu mencerminkan perilaku fraksi.
Anggota dewan perwakilan rakyat yang sepakat dengan LGBT ini rentan untuk disusupi, baik alasannya ialah pandangan dan perilaku pribadinya, maupun alasannya ialah lobi kepentingan dari LSM dalam dan luar negeri. Mereka bisa bermain pat gulipat pasal LGBT.
Secara simultan PBB juga mencoba beberapa kali mendesak Indonesia biar mengakui eksistensi LGBT. Dalam Sidang Dewan HAM PBB untuk Universal Periodic Review di Jenewa pada 3-5 Mei 2017, PBB mendesak Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dan Menkum HAM Yasonna Laoly untuk mendapatkan sejumlah rekomendasi, salah satunya ialah soal LGBT. Rekomendasi tersebut dengan tegas ditolak pemerintah.
Fakta-fakta tersebut menunjukan Zulhasan tidak asal ngomong tanpa dasar. Dia sengaja “keselip” lidah, alasannya ialah tahu ada ancaman besar yang sedang mengancam. Dia sengaja menciptakan bangsa Indonesia tersentak bangun, dan take action. End.
Penulis: Hersubeno Arief