[PORTAL-ISLAM.ID] Sudah sembilan bulan lebih semenjak penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel atau Novel Baswedan, berlangsung, namun Polisi belum juga dapat mengungkap pelakunya. Pengacara Novel, Muhammad Isnur, beropini terkait hal tersebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) seharusnya malu.
Pasalnya semenjak awal Jokowi sudah menawarkan pernyataan, bahwa ia berkomitmen supaya masalah Novel dapat segera diungkap, dan sudah memerintahkan jajarannya.
Ia juga sudah 'bolak-balik' memanggil Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, untuk menanayakan perkembangan penangan masalah tersebut.
"Menurut kami Jokowi harus malu, kok dapat perintah ia diabaikan, ia bilang ini perbuatan biadab, ia perintahkan Kapolri, jangan hingga bawahan ia tidak taat perintah dia," ungkapnya kepada wartawan di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta Selatan, Jumat, 13 Januari 2018.
Muhammad Isnur mengingatkan, bahwa semenjak awal, Novel, penasihat aturan dan keluarga sudah ragu bahwa Polisi Republik Indonesia dapat mengungkap masalah tersebut. Seperti yang sudah pernah dikatakan Novel, berdasarkan Muhammad Isnur, masalah tersebut melibatkan Jenderal Polri. Selain itu patut diingat juga, bahwa Novel sudah berkali-kali memperkarakan orang besar, termasuk Jenderal Polri.
Jika hanya polisi yang menangani, Muhammad Isnur menggambarkan penanganan masalah Novel akan ibarat 'jeruk makan jeruk.' Maka yang terbaik untuk Polisi Republik Indonesia dan Jokowi, ialah membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), yang melibatkan orang-orang dengan rekam jejak dan dapat dipercaya yang teruji.
Baca Juga
- Penanganan Banjir Jakarta di Era Anies Lebih Baik Daripada Era Sutiyoso, Foke, Jokowi, dan Ahok. INI FAKTA DAN DATANYA!
- Pentolan JIL: Jokowi Tak Serius Berantas Intoleransi dan Radikalisme, Warganet: Sudah Betul Pak Jokowi Sisakan Tema Buat Kalian Bekerja!
- Jokowi dan Prabowo Bersatu Demi Kekuasaan, Said Didu: Gak Usah Lagi Pilpres, Gak Ada Gunanya
"Kita minta perilaku tegas pak Jokowi," ujarnya.
Muhammad Isnur mengingatkan bahwa dikala pencetus HAM Munir Said Thalib dibunuh, Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY), berani untuk mengambil kebijakan pembentukan TPGF.
Walaupun hingga dikala ini pelakunya belum terungkap, namun fakta-fakta dibalik masalah tersebut, dapat diketahui. Jika Jokowi tidak mau membentuk TGPF, maka masyarakat dapat membandingkannya dengan SBY.
Sumber: Tribun