Yenny Wahid Cagub Jatim, Kembalinya Poros Tengah?


[PORTAL-ISLAM.ID]  Peta persaingan Pilkada Jawa Timur (Jatim) makin seru. Setelah Syaifullah Yusuf (Gus Ipul) dan Khofifah Indar Parawansa memastikan diri berlaga, kini Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid atau Yenny Wahid disebut-sebut akan turut meramaikan gelanggang pertempuran. Bila benar terjadi, peta politik di Jatim akan berubah total.

Munculnya nama putri Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini cukup mengejutkan. Meskipun sebelumnya sempat dijagokan sebagai salah satu kandidat, namun tak ada gejala Yenny akan maju berlaga. Tak ada satupun partai yang memunculkan namanya. Yenny malah disebut sebagai calon Mensos menggantikan Khofifah.

Dalam peringatan Sewindu Haul wafatnya Gus Dur yang digelar di Ciganjur, Jumat 22 Desember 2017 yang dihadiri oleh Gus Ipul dan Khofifah, Yenny sempat mengajak para hadirin untuk berdoa semoga siapapun yang terpilih, sanggup memberi kebaikan bagi warga Jatim.

Wajar kalau doa Yenny bersifat umum, atau dalam bahasa politik sanggup disebut netral dan tidak berpihak. Baik Gus Ipul maupun Khofifah keduanya ialah warga nahdliyin (NU). Dengan Gus Ipul, Yenny malah mempunyai relasi kekerabatan yang sangat bersahabat (sepupu).

Namun roda politik berputar dengan sangat cepat. Tidak hingga sepekan kemudian, Ketua Umum DPP Gerindra Prabowo Subianto, bertemu dengan Yenny di Ciganjur, Jakarta Selatan, Selasa, 26 Desember 2017. Pertemuan tersebut muncul di media sehabis Yenny mengunggahnya di akun medsosnya.

Yenny menyebut sebagai pertemuan dua sobat lama. Mereka, masih berdasarkan Yenny, berbincang perihal hal-hal ringan, menyerupai kondisi tubuh Prabowo yang terlihat lebih fit, alasannya ialah berat badannya turun 12 kg, hingga soal yang serius, geo politik global, termasuk soal Palestina.

Tidak disinggung soal politik dalam negeri, apalagi soal Pilkada Jatim. Kalau toh ada soal Jatim lebih alasannya ialah dalam postingannya ia memention akun Moreno Soeprapto yang disebut-sebut sudah sanggup restu maju ke Pilgub Jatim.

Yenny juga menyerukan pemilih di Jember memenangkan Gerindra. Seruan ini kelihatannya berkaitan dengan pencalonan suaminya Dhohir Farisi sebagai caleg Gerindra.

Meskipun begitu, media sudah mulai mencium ada sesuatu di balik pertemuan Yenny dengan Prabowo. Apalagi keesokan harinya Wakil Ketua DPD Gerindra DKI Ahmad Sulhy membenarkan bahwa nama Yenny banyak diperbincangan di internal partai.

Sebagai Ketua Umum Gerindra, Prabowo ketika ini sedang dibingungkan dengan figur yang akan diusung partainya untuk berlaga di Jatim. Hingga kini Gerindra bersama kawan koalisinya PKS dan PAN belum menyepakati nama kandidat.

Di Jatim Gerindra (13 kursi) digadang-gadang sanggup meneruskan koalisi dengan PAN (7 kursi), dan PKS (6 kursi). Semula Gerindra sudah menyetujui mantan Ketua Umum PSSI La Nyalla Mattaliti sebagai cagub. Namun nama Nyalla yang didukung oleh pendiri PAN Amien Rais, tak disepakati oleh DPP PAN.

Setelah itu Gerindra berencana mendukung Moreno Soeprapto sebagai cagub. Pembalap nasional ini kini menjadi anggota dewan perwakilan rakyat RI Gerindra dari Dapil Jatim V. Namun Moreno sepertinya juga akan kesulitan mencari pasangan. Selain masih sangat muda, dan kurang pengalaman, figurnya juga tidak cukup dikenal publik Jatim. Sangat jauh kalau harus melawan Gus Ipul maupun Khofifah.

Gus Ipul sangat terkenal di Jatim. Selain pernah menjadi menteri, dan wakil gubernur selama dua periode, ia pernah menjadi Ketua GP Anshor dan mempunyai bangsawan NU yang sangat kental. Karena itu ia menyandang nama Gus. Sementara Khofifah yang ketika ini masih menjadi Menteri Sosial, ia juga Ketua Muslimat NU selama empat periode. Belum lagi pengalamannya pernah bertarung sebanyak dua kali pada pilkada Jatim.

Baik Gus Ipul, maupun Khofifah ialah petinju kelas berat. Bila ingin mengalahkan mereka dan meyakinkan partai koalisi, maka Prabowo harus mendapat kandidat yang kalibernya tidak kalah dari keduanya. Tidak sanggup dengan petinju kelas bulu menyerupai Moreno. Tokoh sekelas Yenny, gres akan menjadi lawan sepadan.

Yenny kendati tidak lagi aktif di partai politik pasca PKB diambil alih Muhaimin Iskandar, ketokohannya tidak perlu diragukan. Sebagai putri Gus Dur, terlebih lagi nasabnya pribadi ke pendiri NU KH Hasyim Asy’ari, membuatnya menjadi tokoh yang spesial.
Bagi kalangan NU, darah Yenny “super biru.” Andai saja mau, seharusnya ia sanggup menyandang gelar *“Ning”* di depannya namanya, sebagai panggilan kehormatan untuk seorang putri keturunan pribadi ulama dan tokoh besar.

Mengubah peta politik nasional

Bila benar Yenny yang akan dijagokan Prabowo, rasanya tak sulit untuk mencari pendampingnya. Melihat jumlah kepemilikan kursi, maka kemungkinan besar yang akan mendampinginya calon dari PAN. PKS yang ketika ini tengah bimbang alasannya ialah Ketua Majelis Syuro telah setuju mendukung Gus Ipul, kemungkinan besar sanggup ditarik kembali, menyerupai dilakukan Prabowo di Jabar.

Selain mengubah peta persaingan politik di Jatim, kehadiran Yenny juga sanggup mengubah peta politik nasional.

Dalam konteks Jatim, pertarungan Gus Ipul dan Khofifah sanggup disebut sebagai adu The All Jokowi man/woman.Keduanya, terutama partai pengusungnya bekerjasama dengan Jokowi. Gus Ipul-Abdullah Azwar Anas didukung PKB-PDIP dan kemungkinan PKS. Sementara Khofifah-Emil Dardak didukung Demokrat-Golkar.

Namun yang perlu dicatat kehadiran Khofifah ini menciptakan para kyai sepuh NU kecewa terhadap Jokowi. Sebab semenjak semula mereka setuju mendukung Gus Ipul. Kehadiran Khofifah yang direstui Jokowi menciptakan para kyai dan kaum nahdliyin terpecah. Jokowi dinilai memecah belah internal NU, khususnya di Jatim.

Hadirnya Yenny akan menciptakan sumbangan kaum nahdliyin terpecah lagi. Bagaimanapun sebagai putri Gus Dur, Yenny akan menjadi magnet berpengaruh yang sanggup menyedot bunyi Gus Ipul maupun Khofifah.
Dalam konteks nasional kalau Gerindra, PKS dan PAN setuju mendukung Yenny, situasinya menjadi menyerupai dengan ketika terpilihnya Gus Dur sebagai presiden pada Sidang Umum MPR 1999.

Saat itu PKB yang dipimpin oleh Matori Abdul Djalil telah setuju untuk berkoalisi dengan PDIP sebagai partai pemenang pemilu. Namun dengan dimotori oleh Ketua Umum PAN Amien Rais sejumlah partai-partai Islam (PPP, PK dan PBB) membentuk Poros Tengah.

PKB lalu bergabung dan mereka mengusung Gus Dur sebagai capres bersaing melawan Megawati. Gus Dur balasannya terpilih menjadi Presiden RI ke-4 mengalahkan Megawati.

Kekalahan Megawati ini sungguh ironis. Sebagai ketua umum partai pemenang pemilu, ketika itu hampir dipastikan Megawati akan terpilih sebagai presiden. Apalagi ia juga didukung PKB yang perolehan suaranya di peringkat ketiga.

Apakah Yenny akan kembali mengulang sejarah mengantar kemenangan koalisi Gerindra,PKS dan PAN (Poros Tengah Jilid II) mengalahkan kandidat yang didukung Jokowi, menyerupai halnya Gus Dur mengalahkan Megawati?

Jatim ialah wilayah penting kedua sehabis Jabar yang harus dimenangkan oleh para pendukung Jokowi, kalau ingin hening dan lebih percaya diri menghadapi Pilpres 2019. Bila para pendukung Jokowi kalah di Jatim dan Jabar, maka alarm tanda ancaman telah menyala.

Penulis: Hersebuno Arief
Share Artikel: