Pasal Penghinaan Presiden Mau Dihidupkan Lagi, Fahri Hamzah Tolak Keras!
[PORTAL-ISLAM.ID] JAKARTA - Wakil Ketua dewan perwakilan rakyat RI Fahri Hamzah menolak pasal penghinaan presiden dimasukkan kembali ke dalam pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Menurut dia, presiden sebagai insan bukan termasuk simbol negara.
"Enggak perlu dimasukan lagi, insan itu bukan simbol negara. Simbol negara itu burung garuda, bendera merah putih itu yang enggak boleh dihina," kata Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (2/2), menyerupai dikutip CNNIndonesia.
Dalam draf RKUHP, penghinaan Presiden diancam eksekusi 5 tahun penjara.
Pasal 263 ayat 1 RUU kitab undang-undang hukum pidana yang disodorkan Presiden Jokowi ke dewan perwakilan rakyat berbunyi:
"Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling usang 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV."
Kriteria penghinaan kepada presiden secara spesifik diatur pada Pasal 264 yang berbunyi:
"Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan goresan pena atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wapres dengan maksud biar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling usang lima tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV."
Fahri tak oke dengan ketentuan itu sebab, menurutnya, presiden merupakan insan yang menjadi objek kritik. Atas dasar itu, Fahri menyebut penghinaan terhadap presiden semestinya dimasukkan dalam kategori penghinaan terhadap pribadi, bukan terhadap simbol negara.
Alasan lain dari Fahri lantaran pasal penghinaan presiden yang dulu sempat ada sudah dikubur dalam-dalam sehabis dicabut oleh keputusan Mahkamah Konstitusi tahun 2006 Nomor 013-022/PUU-IV/2006.
"Enggak perlu. Sudah enggak ada itu, enggak boleh gitu lagi. Jangan terlalu mensakral-sakralkan," kata Fahri.
Sementara otu, Wakil Ketua dewan perwakilan rakyat Agus Hermanto mengatakan, pembahasan RKUHP masih berlangsung dan belum ada komitmen apapun mengenai pasal-pasal di dalamnya, termasuk aturan penghinaan Presiden.
[ANTARA, 6 Desember 2006]
MK Cabut Pasal Penghinaan Terhadap Presiden
Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) tetapkan pasal 134, 136 bis, dan 137 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) wacana penghinaan terhadap Presiden tidak memiliki kekuatan aturan yang mengikat. Putusan tersebut dibacakan dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Selasa, oleh majelis hakim konstitusi yang dipimpin oleh Ketua MK Jimly Asshiddiqie.
MK berpendapat, Indonesia sebagai suatu negara aturan yang demokratis, berbentuk republik, dan berkedaulatan rakyat, serta menjunjung hak asasi menyerupai yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945,B sudah tidak relevan lagi untuk memuat pasal 134, 136 bis dan 137 dalam KUHPnya yang menegasi prinsip persamaan di depan hukum. Pemberlakuan ketiga pasal itu, berdasarkan MK, juga berakibat mengurangi kebebasan mengekspresikan pikiran dan pendapat, kebebasan akan informasi, serta prinsip kepastian hukum.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyebut pencabutan pasal penghinaan presiden/wakil presiden dalam putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 lantaran tidak sesuai dengan peradaban demokrasi.
Link: https://www.antaranews.com/berita/48078/mk-cabut-pasal-penghinaan-terhadap-presiden
KENAPA ERA JOKOWI PASAL PENGHINAAN PRESIDEN INI MAU DIHIDUPKAN KEMBALI?