@import url('https://fonts.googleapis.com/css2?family=EB+Garamond:ital,wght@0,400..800;1,400..800&display=swap'); body { font-family: "EB Garamond", serif; }

Triangle Anies Baswedan, Menang Ketika Direndahkan


Jangan bahagia dulu jikalau kamu sanggup menjatuhkan pertarung Jiu Jitsu dalam perkelahian, kemudian dengan kalap kamu hujani dia dengan pukulan di lantai. Sebab ketika kamu merasa sudah menang, ketika itulah sebetulnya kamu akrab dengan kekalahan. Pertarung ji Jitsu terlatih menciptakan KO lawan dikala bertarung di bawah (ground fighting). Dan salah satu jurus yang paling terkenal dipakai ialah Triangle. Yakni menguci lengan lawan yang terus memukul dari atas. Dengan gerakan menjepit lengan lawan dengan kaki. Selesai.

Mungkin menyerupai itulah analogi insiden yang menimpa Pak Anies Baswedan kemarin. Tatkala ia dihalangi ke podium untuk ikut menyerahkan trofi kemenangan Persija pada Piala Presiden 2018.

Dari video yang beredar, nampak Pak Anies agak kaget dikala langkahnya ditahan pengawal presiden,

"Oh, tak boleh ikut di podium? Oke." Raut wajah pak Anies seolah mengucapkan hal itu, kemudian ia pun mengalah dan berjalan ke arah samping.

Rasanya sulit diterima nalar sehat jikalau insiden kemarin tak ada kaitannya dengan sentimen politik. Jelas hal ini ada hubungannya dengan pilkada Jakarta beberapa bulan lalu.

Tapi ia tetap tenang, tetap santun. Tak terprovokasi. Mirip dikala ia berbicara. Dan di sini kita sanggup melihat kesesuaian bicara dengan tingkah nyatanya. Salah satu ciri orang yang tak suka pura-pura.

Dan "Triangle" Anies telah memenangkan hati publik.

Ternyata bukan sekali ini saja pak Anies menerima perlakuan "direndahkan". Beberapa waktu lalu, di perhelatan ulang tahun sekolah Kanisius, ia diundang untuk berpidato. Nah, dikala ia berpidato nampak alumni (yang terdeteksi pendukung rival ia di pilkada Jakarta) melaksanakan walk out bersama puluhan alumni lain. Kejadian ini lantas menuai reaksi di masyarakat, khususnya di media sosial.

Namun alih-alih murka alasannya ialah merasa dihinakan, Pak Anies malah mengundang tim orchestra sekolah Kanisius untuk menjadi tamu kehormatan di program pentas seni di Balai Kota. Tentu saja pihak Kanisius aib tak karuan, dan meminta maaf secara resmi kepada Pak Anies atas insiden yang menimpanya sebelum itu.

Pak Anies menang tanpa melaksanakan balasan.

Hal serupa terjadi ketika Pak Anies diundang program talkshow 'Mata Najwa'. Saat itu ucapan-ucapan Pak Anies Baswedan selalu dipotong oleh Najwa Shihab, sampai pertanyaan tak sanggup dijawab dengan utuh. Rasanya Najwa Shihab malam itu menyerupai seorang polisi yang sedang mengintrogasi maling, ketimbang seorang pembawa program yang sedang bertanya pada narasumber.

Bukannya emosi, sesudah program Pak Anies malah menciptakan goresan pena di fanspage-nya, bilang terimakasih kepada Najwa atas program yang mengedukasi, dan tak lupa mendoakan biar program Mata Najwa selalu sukses.

Luar biasa! Inilah cara orang terlatih dan terdidik dalam menyikapi satu persoalan.

Kejadian di Gelora Bung Karno malam itu, nampak terang ada niat 'membanting' Pak Anies Baswedan dengan tak menyebutkan namanya ketika ketua penyelenggara (yang notabene politisi PDIP) memperlihatkan sambutan, kemudian tak memperbolehkannya ikut dalam perayaan penyerahan hadiah di podium. Hanya saja, 'bantingan' itu ternyata direspon dengan sangat bijak dan hening oleh Pak Anies, ia memainkan jurus "Triangle" sampai yang tujuan awal si sutradara program tersebut ingin menjatuhkan gambaran gubernur DKI, malah menciptakan nama Anies Baswedan makin disanjung.

Bahkan ketika diwawancara oleh detik.com apa pendapat Pak Anies atas insiden dihadangnya ia ikut ke podium juara? Pak Anies menjawab dengan jawaban yang sangat elegan, khas orang terdidik,

"Tidak penting malam itu saya tak dibolehkan ikut ke podium. Yang penting Persija juara. Saya bangga."

Sungguh orang satu ini mengingatkanku pada filosofi sebuah bola basket...

Bahwa semakin keras ia dibanting, makin tinggi pula ia melenting.

19 Februari 2018

(Fitrah Ilhami)

*Sumber: fb