Ternyata Ini Makna Motif Batik yang Dipakai SBY dan Prabowo
[PORTAL-ISLAM.ID] Ketum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggelar pertemuan dengan Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Selasa (24/7/2018) malam.
Dalam pertemuan yang digelar di kediaman SBY di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, tersebut, keduanya tampak kompak mengenakan batik.
SBY tampak mengenakan batik berwarna sogan (coklat) bermotif Gurda atau burung garuda. Dalam pandangan masyarakat Jawa, burung garuda dianggap memiliki kedudukan yang sangat penting dan tidak lepas dari fungsinya sebagai tunggangan Batara Wisnu. Bagi masyarakat Jawa, motif garuda ini juga menjadi simbol kehidupan dan simbol kejantanan.
Dari segi bentuk, motif ini cukup mudah dikenali karena bentuknya yang sederhana, jelas dan tidak terlalu banyak variasinya. Motif ini terdiri dari dua buah sayap atau lar yang di tengah-tengahnya terdapat badan dan ekor.
Karena Batara Wisnu juga disebut sebagai dewa matahari, maka burung garuda yang merupakan tunggangannya juga sering dijadikan lambang matahari. Atas dasar itulah, maka motif garuda juga bisa disebut sebagai penggambaran sebuah harapan untuk kehidupan yang lebih baik.
Berbeda dengan SBY, Prabowo memilih untuk mengenakan batik bermotif ganggeng, meski dengan nuansa warna serupa. Ganggeng merupakan penggambaran dari ganggang laut atau alga.
Motif ini menggambarkan tanaman ganggang yang meskipun lemah lembut, namun memiliki peran yang besar. Tak hanya melindungi hewan kecil dari predator, namun juga menunjang kehidupan sebagai bahan pangan baik manusia maupun makhluk laut lainnya.
Sehingga, batik ganggeng bisa dimaknai sebagai perilaku manusia yang tak hanya lembut, tetapi juga berguna dan melindungi orang lain. Hal tersebut sesuai dengan falsafah 'sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain'.
Motif ganggeng tersebut tampak terukir di atas rereng yang tercetak konsisten, tebal lalu tipis. Motif lereng adalah salah satu jenis batik dengan pola diagonal yang disusun berulang.
Sejarah awal motif ini diawali dari pelarian keluarga kerajaan Keraton Kartasura, hingga mereka harus bersembunyi di daerah lereng pegunungan. Motif ini juga menggambarkan topo broto para raja di lereng-lereng gunung untuk mendapatkan wahyu. (Kumparan)
[video - FULL: Konpers Pertemuan Prabowo-SBY]