Jangan Kambing Hitamkan Prabowo Atas Kasus Kivlan Zein
[PORTAL-ISLAM.ID] Saya bukan pendukung militan Prabowo. Selesai pilpres, maka usai semuanya. Gak ada lagi kubu 02 dan 01, yang ada hanya memandang apa yang ada di depan dan kita menilai melalui kepatutan.
Menyalahkan Prabowo atas persidangan Kivlan Zein, rasanya kok mencari kambing hitam. Dari info yang saya baca, tim hukum Prabowo-Sandi telah mengajukan penangguhan penahanan Soenarko (mantan Danjen Kopassus) dan Kivlan Zein. Tapi hanya Soenarko yang dikabulkan. Sedangkan Kivlan Zein, tidak di kabulkan
Nasib KZ ini sama dengan nasib Imam Besar HRS yang harus pergi ke Saudi untuk menggagalkan niat oknum2 yang sudah matang merencanakan penangkapan pada diri beliau.
Sayang, KZ belum sempat pergi beliau sudah ditangkap dengan tuduhan kepemilikan senjata api yang akan digunakan untuk membunuh 4 tokoh nasional. KZ berulangkali mengatakan bahwa ia difitnah atas kasus yang menjeratnya.
Seorang Prabowo, sebagai mantan TNI pasti paham apa yang terjadi di balik semua ini. Jangankan Prabowo, menhan saja sudah meminta pertimbangan untuk menangguhkan penahanan KZ, namun tidak dikabulkan juga.
Apa yang kamu mau dari Prabowo atas kasus KZ?
Jika pembelaan yang kamu mau, sesungguhnya sudah diberikan saat KZ ditangkap bersama Soenarko. Saat ini, kasus KZ sudah masuk ke pengadilan.
Kamu bertanya di mana Prabowo? Coba renungkan...saat Prabowo berjanji akan pulangkan Imam Besar ketika menjadi presiden. Artinya, hanya jabatan presiden yang bisa mengembalikan Imam Besar ke tanah air.
Dalam kondisi saat ini, seorang Prabowo pun gak mampu untuk meminta pemerintah bersikap lunak pada Imam Besar. Karena ia hanyalah sipil biasa, sama dengan kita. Kekuatan dirinya di partai Gerindra bukan dianggap kekuatan oleh pemerintah.
Karena logikanya, ketika berkuasa..maka semuanya ada di genggaman tangan.
Demikian juga dengan KZ. Aktifitas KZ dalam membicarakan ancaman komunis di negara ini dianggap mengancam eksistensi suatu kelompok yang sedang bermain. Belum lagi permusuhan dirinya dengan Wiranto, seperti musuh abadi.
Bagi pemerintahan sekarang, seorang KZ itu sangat bahaya bila terus dibebaskan bicara. Ia dianggap berhalusinasi dengan mengatakan jumlah komunis yang sudah berkembang. Ia dianggap sebagai peramal dengan gambaran komunis yang akan kuasai negeri, namun setiap ia bicara, tetap banyak audiens yang mengangguk padanya. Setuju dengan apa yang dikatakan KZ.
Itu yang jadi gangguan bagi sekelompok orang yang tertunkuk oleh KZ.
Jika Imam Besar saja bisa dicari kesalahannya, maka seorang KZ pun akan bisa.
Kasus yang melibatkan KZ, bukan kasus chat mesum atau hinaan pada kepala negara. Melainkan percobaan pembunuhan dengan kepemilikan senjata api. Ini kasus serius.
Saat pertemuan KZ dengan para eksekutor, berulangkali KZ berkata bahwa ia difitnah. Tapi semuanya sudah berjalan sesuai alurnya. Nama Habil Marati sang pemberi uang malah tidak populer dibandingkan dengan KZ.
Padahal, sebagai pemberi dana seharusnya Habil Marati lebih dikupas keterlibatannya oleh media. Mengapa nama Habil tidak populer?
Karena nama Prabowo. KZ dianggap dekat dengan Prabowo , padahal dalam timses Prabowo-Sandi, tidak ada nama KZ. Mempopulerkan nama KZ, lebih menjual dari pada nama Habil Marati.
Kamu tau, siapa Habil Marati? Dia adalah politisi dari PPP. Kamu tau dimana posisi PPP berada? Apakah mereka berkoalisi dengan Prabowo?
Mengapa bisa, KZ berhubungan dengan politisi dari PPP? Bagi saya misteri. Misteri mengapa hanya nama KZ yang dinaikkan. Terlalu berliku dan rumit masalah ini...
Jika kamu berharap lebih dari Prabowo, baiknya kamu melihat semua masalahnya secara jernih.
Saya bukan orang lingkaran dalam Prabowo. Melihat masalah ini menggunakan kacamata yang sama dengan kamu. Membaca, analisa dan timbul pemikiran. Yang membedakan kita hanya EMOSI aja.
Sia-sia jika energi kamu, dilepaskan pada tempat yang salah. Seharusnya, bukan Prabowo sasaran kemarahanmu....jika kamu paham, maka kamu akan mengerti siapa pihak yang harusnya kamu tanya.
KZ hanya bisa bebas kala Prabowo menjadi presiden. Sayangnya, keinginan itu gak tercapai.
By Setiawan Budi [fb]