NAHLOH! Beda Klaim PDIP dengan Pernyataan KPU Soal PAW Yang Diusut KPK
[PORTAL-ISLAM.ID] Komisi Pemilihan Umum (KPU) membenarkan kalau Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengajukan permohonan pada Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024. Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik mengatakan PDIP mengajukan PAW agar Harun Masiku menggantikan Caleg Nazarudin Kiemas yang meninggal pada 26 Februari 2019.
Dalam jumpa pers di kantor KPU, Jumat (10/1), Evi mengatakan PDIP sempat mengajukan uji materi PKPU Nomor 3 Tahun 2019 selepas meninggalnya Nazarudin. Aturan ini berkaitan dengan perolehan suara calon yang meninggal dunia pada Juli 2019 (24/6). Mahkamah Agung (MA) lalu mengabulkan sebagian permohonan PDIP tersebut pada Juli (19/7).
Atas dasar putusan itu, PDIP meminta KPU melantik Harun Masiku sebagai anggota DPR dari fraksi tersebut menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. KPU membalas permohonan itu lewat surat pada Agusus (26/8). KPU menyebut hal itu tak bisa dipenuhi.
Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi mengungkap alasan pihaknya menolak keinginan PDIP tersebut karena berpegang dasar Pasal 426 ayat (3) UU Pemilu. Aturan itu menyebut jika ada caleg meninggal, posisinya diganti dengan caleg dari partai dan daerah pemilihan yang sama dengan perolehan suara di urutan berikutnya.
Walhasil, kata Pramono, pihaknya menetapkan caleg Riezky Aprilia dari PDIP sebagai anggota DPR RI terpilih di daerah pemilihan Sumatera Selatan I menggantikan Nazarudin. Riezky pun telah mengikuti pelantikan sebagai Anggota DPR RI periode 2019-2024 pada 1 Oktober 2019 lalu.
Selain itu, Ketua KPU Arief Budiman menyebut terdapat tanda tangan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dalam surat permohonan PAW Harun Nasiku untuk menggantikan caleg terpilih yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas.
"Tapi yang terakhir (surat PAW atas nama Harun Masiku) memang ditandatangani oleh ketua mum dan sekjen," kata Arief kepada wartawan di Kantor KPU, Jakarta, Jumat (10/1).
Klaim PDIP
Hal tersebut berbeda dengan kronologi keterangan PDIP yang diungkap sekretaris jenderal partai tersebut, Hasto Kristiyanto. Ia membantah PDIP melakukan negosiasi untuk memuluskan Harun Masiku dalam kasus PAW anggota DPR dapil Sumsel I periode 2019-2024.
"Kami tidak pernah [melakukan] proses negosiasi karena hukum untuk PAW itu sifatnya rigid, sifatnya sangat jelas dan diatur berdasarkan ketentuan suara," kata Hasto di arena Rakernas PDIP, JiExpo Kemayoran, Jakarta, Jumat (10/1).
Senada, Ketua DPR Puan Maharani telah memastikan tak ada nama Harun Masiku dalam daftar PAW yang diajukan fraksi PDIP.
Puan mengatakan dalam daftar PAW partainya hanya ada nama kader PDIP yang diajukan untuk menggantikan Juliari Batubara dan Yasonna Laoly.
"Karena beliau dua itu dari PDIP, kemudian ditugaskan masuk di dalam kabinet," kata Puan di arena Rapat Kerja Nasional PDIP, JiExpo, Kemayoran, Jakarta, Sabtu (11/1).
Juliari dan Yasonna terpilih sebagai anggota DPR namun harus melepas jabatan itu karena dipercaya Presiden Jokowi menjadi menteri Kabinet Indonesia Maju. Juliari menjadi menteri sosial, sementara Yasonna kembali menjabat Menteri Hukum dan HAM.
KPK telah menetapkan Harus Masiku sebagai tersangka pada Kamis (9/1) terkait kasus suap proses pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024. Selain Harun, KPK menetapkan tiga orang lainnya. Mereka adalah Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan Saefu.
Dalam kronologi perkara, KPK menyatakan Wahyu meminta Rp900 juta untuk bisa meloloskan Harun sebagai anggota DPR fraksi PDIP menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia. Sebanyak Rp600 juta sudah diterima Wahyu dari Harun melalui Agustiani dan Saeful.
Sebagai penerima suap, Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Harun dan SAE disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kini, Wahyu ditahan KPK. Dia juga telah mengajukan surat pengunduran diri sebagai Komisioner KPU kepada Presiden Joko Widodo pada Jumat (10/1) lalu. Sedangkan Harun hingga ini masih belum melakukan langkah kooperatif dengan menyerahkan diri ke KPK.
Sumber: CNN