Merindukan Pemimpin yang Cerdas


Merindukan Pemimpin yang Cerdas

Mohon kepada para pejabat di negeri ini, belajarlah menjadi 'decision maker' (pembuat kebijakan) dari mendiang BJ. Habibie. Saat beliau menjabat sebagai Presiden, Indonesia sedang terjerat krisis moneter. Angka kemiskinan melonjak drastis, nilai mata uang rupiah jatuh terpuruk, inflasi menyebabkan harga sembako meroket naik.

Tak sampai dua tahun pak Habibie jadi Presiden, apa pernah kita melihat beliau blusukan ke pasar inpres, masuk gorong-gorong, sibuk ngatur lalu lintas, ikut membagikan bingkisan sembako, berkubang dalam banjir, ikut kerja bakti, pegang sapu lidi, minum kopi di warung kaki lima? TIDAK. Saat rakyat kesusahan, pak Habibie sibuk melakukan rapat marathon dengan para menteri, ia merumuskan berbagai kebijakan makro yang dampaknya akan dirasakan oleh ratusan juta rakyat Indonesia.

Begitulah seharusnya pemimpin. Peduli dengan nasib rakyat tak harus disimbolkan dengan blusukan mengunjungi rumah orang miskin, ikut mencicipi nasi aking, mengenakan kemeja sederhana atau pamer sepatu harga 100 ribu. Nyatanya pak Habibie berjas, mengenakan dasi ekslusif, sepatunya mahal, memakai jam tangan Rolex, kesana kemari mengendarai mobil mewah, beliau rapat di ruangan ber-AC dengan aneka ragam makanan lezat yang telah disiapkan oleh istana kepresidenan. Namun semua kemewahan itu tak membuat pak Habibie terlena. Dalam kepalanya hanya ada satu agenda, bagaimana memulihkan ekonomi bangsa pasca didera krisis moneter.

Terbukti, berbagai policy (kebijakan) yang dikeluarkan pak Habibie dapat memulihkan perekonomian secara nasional. Tak sampai dua tahun menjabat, nilai tukar rupiah menguat, gejolak inflasi bisa diredam, harga barang kebutuhan pokok kembali normal, daya beli masyarakat berangsur membaik. Haters pun akhirnya mengakui prestasi pak Habibie.

Gue pribadi tak butuh pemimpin yang doyan pencitraan. Buat apa memoles diri dengan pakaian murah meriah, buat apa bikin video blusukan ke tanah abang, bila tak bisa mensejahterakan rakyat secara keseluruhan, memperkecil kesenjangan sosial.

Pak Habibie dulu dihina, dicaci maki, dikritik habis-habisan. Adakah beliau peduli dengan segala nyinyiran? Tidak. Malah ia balas hujatan dengan senyum menawan. Kita perlu pemimpin yang bisa memetakan masalah makro dengan analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat). Bukan pejabat baperan yang suka menunjukkan muka sewot. [BZH]

Share Artikel: