Tanggapi Jokowi, Din Syamsuddin: Justru Pemerintah Yang Kufur Nikmat Tidak Bisa Mengelola Kekayaan Alam Anugerah dari Allah SWT
[PORTAL-ISLAM.ID] Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang pertumbuhan ekonomi stagnan di angka 5 persen mesti disyukuri dan tidak boleh kufur nikmat, terus menuai polemik dan reaksi dari berbagai kalangan.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. Din Syamsuddin turut menyoroti pernyataan sang kepala negara itu.
Menurut Din Syamsuddin, yang semestinya tidak kufur nikmat adalah pemerintah. Sebab, Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah yang seharusnya bisa dimaksimalkan untuk mensejahterakan rakyat.
"Justru saya menengarai pemerintah terakhir ini kufur nikmat terhadap kekayaan alam Indonesia. Sumber Daya Alam (SDA) kita yang kaya raya anugerah Allah SWT, tapi tidak dikelola dengan baik. Itu kufur nikmat namanya," tegas Din Syamsuddin, seperti dilansir RMOL.
Bukan Kufur Nikmat Pak Jokowi, Ekonomi Stagnan Bisa Nambah Pengangguran
Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif Riset Core Indonesia, Piter Abdullah, persoalannya bukan masalah kufur nikmat atau tidak, melainkan ancaman yang bisa ditimbulkan jika ekonomi tumbuhnya segitu-gitu saja alias stagnan.
"Aduh, bukan masalah kufur nikmat. Itu memang kita membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Bukan kufur nikmat tapi kalau pertumbuhan kita terus 5% kita itu menunda masalah," kata dia saat dihubungi detikcom, Minggu (9/2/2020).
Dia menjelaskan, dengan pertumbuhan ekonomi 5% artinya lapangan kerja yang tercipta tidak cukup untuk menyerap angkatan kerja yang bertambah 3 juta jiwa setiap tahun.
"Kalau kita hanya bisa tumbuh sekitar 5% maka kita hanya bisa menyerap (tenaga kerja) kisaran 1.250.000 jiwa setiap tahun dengan asumsi setiap pertumbuhan ekonomi 1% bisa menciptakan lapangan kerja sekitar 250.000," jelasnya.
Artinya jika pertumbuhan ekonomi dibiarkan di kisaran 5%, ada sekitar 1.750.000 pengangguran baru setiap tahun.
"Nah sekarang masih nggak apa-apa, kalau kita lihat sektor informal masih bisa menyerap. Tapi kalau 10 tahun lagi nanti akan terjadi penumpukan pengangguran ya, sektor informal sudah nggak sanggup lagi menyerap, Gojek sudah nggak sanggup lagi menyerap, ya akan terjadi gejolak sosial itu," tambahnya. [detikcom]