Ngotot mau bangun Ibu Kota baru, giliran ada bencana kok minta-minta sumbangan. SITU SEHAATTTT?
Pemerintah akhirnya mulai sedikit lebih jujur. Tidak punya anggaran yang cukup untuk menangani virus corona. Alias tak punya duit!
Karena itu pemerintah mengetuk keikhlasan hati masyarakat dan dunia usaha untuk membantu. Akan dibuka rekening sebagai dompet. Wadah untuk menampung sumbangan itu.
Dengan catatan: kalau masih ada yang mau. Kalau masih ada yang percaya!
Pengakuan malu-malu itu disampaikan oleh Menteri Keuangan sekaligus Sekretaris Pengarah Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Sri Mulyani.
"Pemerintah akan membuka account khusus di BNPB bagi masyarakat, dunia usaha yang ingin menyumbangkan,” ujar Sri dalam keterangan tertulis Rabu (25/3/2020).
Sri berkilah, dari segi anggaran, pemerintah sebetulnya siap untuk mendukung proses percepatan penanganan corona. Namun opsi ini dibuka, untuk membantu meringankan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pemerintah.
Coba perhatikan kosa kata yang digunakan oleh menteri keuangan yang beberapa kali mendapat gelar “terbaik” itu.
Pertama “sebetulnya siap mendukung.” Bukan siap melakukan atau menangani. Dengan kata “mendukung” seolah itu bukan tanggung jawab pemerintah sepenuhnya.
Kedua “untuk membantu meringankan APBN.” Artinya mengakui APBN kita sudah kedodoran.
Pengakuan ini setidaknya mulai membuka tabir atas fakta-fakta yang coba ditutup-tutupi pemerintah.
Mengapa pemerintah sangat terlambat dalam mengantisipasi dan mengambil kebijakan penyebaran virus corona?
Mengapa Presiden Jokowi bersikukuh tidak mau melakukan lockdown?
Kantong kosong, tapi punya ambisi gede, membuat pemerintah telmi. Telat mikir.
Jadilah semua keputusan dikaitkan dengan masalah ekonomi. Padahal ini masalah kemanusiaan. Melindungi dan menyelamatkan ribuan jiwa anak bangsa.
Masalahnya jadi runyam karena kemudian dikait-kaitkan dengan masalah politik.
Ada hantu yang sangat menakutkan pemerintah akan jatuh atau dijatuhkan bila sampai melakukan lockdown.
Semoga masih ada yang mau dan percaya
Dalam kondisi yang normal, ketika pemerintah tidak mengalami krisis kepercayaan, permohonan bantuan itu harusnya disambut dengan tangan terbuka.
Harusnya masyarakat berbondong-bondong membantu pemerintah ditengah kesulitan seperti saat ini. Toh ini masalah bangsa dan negara. Bukan hanya urusan pemerintah semata. Tanggung jawab bersama!
Ada 100 orang terkaya di Indonesia yang hartanya berjibun. Tidak habis dimakan 7-10 bahkan mungkin 100 keturunan.
Harta 4 orang terkaya saja setara dengan 100 juta warga miskin.
Berdasarkan data yang dimiliki oleh Dirjen Pajak, ada 565.360 rekening dengan saldo minimal Rp 1 miliar. Sementara yang memiliki saldo minimal Rp 5 miliar sebanyak 100.353 rekening.
Total jumlah rekening sebanyak 295, 02 juta dengan jumlah simpanan perbankan mencapai Rp 5.984, 42 triliun.
Saldo tabungan 100 ribu orang itu secara prosentase mencapai 47. 52% dari total simpanan di perbankan.
Jadi bila dihitung-hitung, 100 ribu orang itu memiliki dana likuid lebih besar dibandingkan APBN tahun 2020 sebesar Rp 2.540 trilyun.
Itu baru bicara dana mereka yang tersimpan di dalam negeri. Belum lagi bila ditambah dengan dana mereka di perbankan luar negeri.
Mudah-mudahan belum pada lupa. Dulu kan ada capres bernama Prabowo Subianto menyebut dana WNI yang diparkir di luar negeri sebanyak Rp 11.000 trilyun. Diperkirakan jumlah sesungguhnya jauh lebih besar.
Angka yang disebut Prabowo sangat masuk akal. Pada tahun 2014 Lembaga konsultan McKinsey & Company memproyeksikan, dana orang kaya Indonesia yang diparkir di luar negeri mencapai sekitar US$ 250 miliar pada 2016. US$ 200 miliar diantaranya diparkir di Singapura.
Dengan kurs lebih dari Rp 16 ribu saat ini, tinggal dikalikan saja berapa jumlahnya. Lebih dari Rp 4. 000 trilyun. Jauh lebih besar dari APBN.
Itulah menjelaskan mengapa banyak orang kaya Indonesia saat ini kabur berbondong-bondong, ngumpet di Singapura.
Mereka bisa dengan aman menikmati tabungan di negeri jiran itu, sementara banyak rakyat miskin yang bingung hari ini mau makan apa.
Perilaku mereka jelas beda dengan pengusaha lokal Nurhayati Subakat. Pemilik perusahaan kosmetik Wardah itu, tanpa dihimbau langsung menyumbang Rp 40 miliar membantu sejumlah rumah sakit dan tenaga medis.
Sandiaga Uno melalui program OK OCE menjanjikan akan membantu keluarga yang pencari nafkahnya positif infeksi. Mereka tidak perlu takut kelaparan.
Bagaimana dengan taipan dan konglomerat lain? Hanya pengusaha Tommy Winata yang sudah menyumbang tiga rumah sakit lapangan. Yayasan Budha Tzu Chi bersama Kadin sedang patungan. Targetnya mengumpulkan dana sebanyak Rp 500 miliar.
Sejumlah selebgram juga menggalang dana untuk membantu korban virus Corona. Beberapa lembaga amal seperti Baznas, termasuk Front Pembela Islam (FPI) yang sering dituduh radikal, tanpa ba. Bi bu....langsung turun tangan.
FPI melakukan penyemprotan disinfektan. Di Tangerang, Banten FPI malah membantu menyempot dua gereja.
Secara diam-diam, tidak dipublikasikan media massa, banyak warga yang mengambil inisiatif membantu tetangga kiri kanan yang kesusahan.
Cuma kalau berharap mereka berbondong-bondong membantu menyumbang pemerintah, rasanya kok agak sulit ya. Semoga kesimpulan ini salah.
Pemerintah sudah kehilangan kredibilitas. Public distrut sudah meluas.
Bagaimana mau membantu dan percaya pemerintah kesusahan?
Dalam situasi semacam ini saja Jubir Menko Maritim Luhut Panjaitan menyampaikan, proyek pembangunan ibukota baru jalan terus.
Kantor Bappenas melalui akun resminya malah pamer optimalisasi digital di calon ibukota baru.
Wajar kalau netizen ngamuk-ngamuk, maki-maki. Langsung menyemprot habis pemerintah.
Berarti pemerintah sebenarnya masih punya duit dong? Cuma penanganan virus corona bukan prioritas utama?
Ibukota baru jauh lebih penting dibanding ribuan nyawa yang terancam virus dan mati kelaparan.
Ngotot mau bangun ibukota baru, giliran ada bencana kok minta-minta sumbangan. SITU SEHAATTTT? end
(Oleh Hersubeno Arief)