Cak Nun: 67 Tahun Kalbu Bangsa


67 Tahun Kalbu Bangsa 

Pembacaan puisi Lautan Jilbab yang dilakukan Mbah Nun di UGM Tahun 1987 dihadiri tak kurang 5000 orang.

Pada zaman jilbab pemakaiannya begitu menjadi hal yang menakutkan. Di sekolah dilarang, di kampus tidak boleh dan di kantor-kantor apa lagi.

Masa itu Mbah Nun telah berani melakukan perlawanan kepada rezim Orde Baru. Mbah Nun berani berhadapan dengan Pak Harto, Presiden yang kelak difasilitasinya untuk lengser ke prabon.

Bahkan Mbah Nun adalah orang yang mengajari Pak Harto ketika Tahun 1998 untuk berucap, “Gak dadi presiden, gak patik,en!”

Menghadiri Padang mBulan di Menturo, Jombang kala itu adalah satu di antara hiburan jiwa.

Pernah satu ketika saya gak ikut ke Menturo, Mbah Nun bertanya. “Bocahe iseh kulakan beras, Cak,” jawab Gus Munir. Gus Munir adalah adiknya kiai saya, yang merupakan sahabatnya Mbah Nun.

Saya telah akrab membaca buku-buku tulisan Mbah Nun sejak dulu kala. Demokrasi Tolol, Kyai Kocar-kacir, Kyai Sudrun Gugat dll.

Begitu juga tulisan-tulisan Mbah Nun di berbagai surat kabar. Satu di antara yang digugat Mbah Nun dulu adalah polisi tidur, yang keberadaannya merintangi pengendara, tak ubahnya polisi yang sedang melakukan razia.

Mbah Nun 67 tahun kini. Usia yang tak muda lagi. Makanya banyak yang mengubah panggilan. Dulu memanggil Cak, sekarang memanggil Mbah.

Sudah lama Mbah Nun tidak mau masuk tivi. Bahkan Najwa Shihab sudah berkali-kali merayunya, termasuk di hadapan para kiai di Rembang ketika itu. Tapi Mbah Nun bergeming, ia tetap tidak mau.

Pun, Mbah Nun tidak lagi mau nulis di koran atau surat kabar lainnya. Entah, tepatnya apa yang memantik keengganan beliau. Yang pasti Mbah Nun tidak ingin dimanfaatkan politisi dan pemodal.

Mbah Nun adalah orang yang terus menjadi dirinya sendiri, di tengah sengkurat berbagai kepentingan yang membuat cekcok Negeri.

Mbah Nun hanya akan berpihak pada nurani dan jeritan jelata. Yang nyaring jeritan mereka tak banyak didengar para penggede kecuali saat musim kampanye.

67 tahun memang tak lagi pagi. Siang pun telah berlalu. Senja kini telah menapak. Namun semangat Mbah Nun tetap menyala bersama otot Bangsa yang semakin rapuh.

Mbah Nun tak henti bersuara, walau suaranya seperti teriakan penggembala di tengah sahara, saat ia kehilangan satu dombanya.

Selamat ulang tahun, Mbah Nun: Emha Ainun Nadjib. Sihat sentiasa dan tetaplah menjadi kalbu Bangsa.

27 Mei 2020

(Ust Abrar Rifai)

[Simak video nasihat Cak Nun]
Share Artikel: