Kisah Mualaf Imuwan Singapura Prof. Ying Penemu Rapid Test
[PORTAL-ISLAM.ID] SINGAPURA - Nama Profesor Jackie Ying mencuat seiring ditemukannya alat uji covid-19 tercepat (Rapid test) pada tahun ini.
Singapura menjadi negara Asia pertama yang berhasil menciptakan alat tes cepat virus corona Covid-19. Alat ini bisa memberikan hasil pemeriksaan hanya dalam 5 menit.
Alat tersebut ternyata ditemukan seorang Muslimah bernama Profesor Jackie Ying.
Ying adalah pimpinan Lab NanoBio Singapura, perusahaan sains, teknologi, dan penelitian yang menemukan alat rapid test tersebut.
Dan, Ying ternyata adalah seorang mualaf.
Profesor Ying yang lahir tahun 1966 di Taipei, Taiwan, merupakan seorang peneliti teknologi nano lulusan bidang Bioenginering dan Nanoteknologi dari Massachusetts Institute of Technology (MIT).
Pada usia 7 tahun, ia dan keluarganya pindah ke Singapura. Ayahnya seorang dosen Sastra China, di Nanyang University, Singapura.
Sejak kecil, ia sangat menyukai ilmu pengetahuan, khususnya ilmu kimia. Namun, informasi soal kehidupan pribadinya tidak tersentuh.
Namun, dalam beberapa kali, profesor Ying mengisi program inspirasi dimana ia berbagi pengalaman tentang perubahan dan prestasi. Termasuk bagaimana ia memilih Islam.
Perjalanan Mualaf
Perjalanan hijrah Profesor Ying diawali ketika dia sekolah di Singapura setelah keluarganya pindah ke sana.
Profesor Ying menghabiskan masa kecil dan remajanya di Singapura. Dia masuk Raffles Girls' School yang merupakan sekolah unggulan.
Di sekolah itu dia tidak punya teman anak Melayu, kelompok etnis yang biasanya dikaitkan dengan Islam di Singapura.
Dia baru mengenal berbagai macam latar belakang etnis dan agama setelah masuk di sekolah menengah pertama.
Sejak itu Profesor Ying mengaku menjadi sangat penasaran tentang berbagai agama yang dianut oleh teman-temannya.
"Saya selalu ingin tahu tentang tujuan dan makna hidup. Dan dalam agama, kami menemukan banyak jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan ini," katanya.
Sejak sekolah menengah pertama, Profesor Ying belajar banyak tentang agama, termasuk agama Islam.
Profesor Ying baru menerima Islam setelah mengucapkan syahadat ketika dia telah berusia sekitar 30 tahunan. Banyak alasan yang membuat Profesor Ying tertarik untuk menjadikan Islam sebagai satu-satunya keyakinan.
Di dalam Islam, Muslim dituntut untuk selalu mencari pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan, katanya, seorang Muslim bisa berguna bagi masyarakatnya.
"Setiap kali mempelajari ilmu pengetahuan, selalu merujuk kepada keberadaan Allah SWT. Jadi, saya tidak berpikir bahwa keduanya (agama dan sains) bertentangan satu dengan yang lain," kata Profesor berkewarganegaraan Singpaura ini.
Menjadi seorang ilmuwan yang berkomitmen membantu masyarakat, Profesor Ying melihat kebenaran bahwa Allah SWT, Sang Pencipta, ada di balik hal-hal yang ia pelajari.
Profesor Ying mengakui awalnya, selain bekerja hanya sedikit hal yang ia lakukan. Seperti mengajak putrinya ke taman.
Ketika menjadi Muslim, Profesor Ying mengakui tak ada reaksi negatif. Namun, koleganya tidak menghiraukan perubahan itu. Yang pasti, koleganya tidak lagi melihat sosok Profesor Ying yang tidak percaya dengan adanya Sang Pencipta dibalik sistematika biologis kehidupan. Namun, seorang yang meyakini ada sesuatu yang Maha Besar di balik sistem kehidupan.
Konsep Islam Sederhana dan Masuk Akal
Alasan lainnya Profesor Ying menerima Islam adalah karena agama ini memiliki konsep yang mudah dan sederhana.
Selain itu, orang akan sangat terkejut bahwa di dalam Alquran terdapat banyak pengetahuan yang luar biasa.
"Ketika saya pertama kali membuka Alquran, jelas bagi saya bahwa ini adalah buku yang sangat, sangat istimewa dan luar biasa," katanya.
Sebagai seorang mualaf, Profesor Ying punya pandangan yang cukup menarik.
"Jika kamu benar-benar ingin mempelajari ilmu pengetahuan, maka kamu harus percaya pada Penciptanya," katanya.
Berjilbab dan Aktif Berdakwah
Setelah menjadi Muslim, Profesor Ying akhirnya bisa melaksanakan umroh. Sepulangnya dari umroh, ia mulai mengenakan jilbab.
Ini menunjukkan hubungannya dengan Islam dan keyakinannya pada Allah kepada semua orang.
Sebagai seorang ilmuwan, dia telah menerima puluhan penghargaan dan juga menerbitkan ratusan artikel akademik tingkat tinggi di bidangnya.
Sementara sebagai seorang Muslimah, Profesor Ying sangat aktif berdakwah di Singapura.
Profesor Ying mengakui awalnya, selain bekerja hanya sedikit hal yang ia lakukan. Seperti mengajak putrinya ke taman.
Sejak menjadi Muslim, Profesor Jackie Ying sangat aktif berdakwah di Yayasan Mendaki. Yayasan ini memiliki tujuan membantu pengembangan sumber daya komunitas Muslim Melayu di Singapura.
Kini, ia menjadi salah satu mentor di bawah Mendaki Project Anak didik yang dia akan mentor pemuda Muslim inspirasi yang berniat masuk ke bidang Sains, memberi mereka kesempatan untuk membenamkan diri dalam proyek-proyek penelitian yang dilakukan di laboratoriumnya.
Profesor Ying adalah contoh yang indah tentang bagaimana seorang Muslim berkontribusi terhadap penelitian dan sains tanpa melupakan Allah SWT sebagai penciptanya.
Foto: Profesor Jackie Ying (kanan) dan putrinya bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan pada saat menerima penghargaan di Istana Presiden Turki, 27 Desember 2018.
Profesor Jackie Y. Ying yang mengepalai A * STAR's NanoBio Lab di Singapura telah memenangkan Penghargaan Akademi Ilmu Pengetahuan Turki (TÜBA) 2018 di bidang Sains dan Engineering.
(Sumber: Republika, Liputan6, Dream, About Islam)