Turki Tidak Sendirian
Turki Tidak Sendirian
Oleh: Dr. Nandang Burhanudin
Media Middle East Eye menyampaikan laporan bahwa selama beberapa dekade, Turki menerapkan kurikulum yang sangat nasionalis, mengindoktrinasi siswa tentang gagasan bahwa orang Turki --hampir selalu-- sendirian ketika menghadapi krisis eksistensial di arena internasional. "Orang Turki tidak memiliki teman selain orang Turki lainnya", demikian pepatah yang menjadi doktrin.
Ferhat Kentel, seorang profesor sosiologi di Istanbul Sehir University, mengatakan kepada Middle East Eye bahwa ada dua peristiwa yang dominan di balik tren ini: jatuhnya kekaisaran Ottoman dan Perjanjian Sevres. Perjanjian yang jika dipaksakan akan membuat Turki menyerahkan sebagian besar Anatolia.
Residu trauma masa lalu dan mental superior sebagai bekas penguasa 2/3 wilayah dunia, menjadikan bangsa Turki mengalami pergumulan batin. Maka wajar, bila dalam benak mereka, persepsi terhadap bekas kekuatan kolonial selalu menempati urutan teratas dalam daftar ancaman: 64,5 persen warga Turki menganggap AS sebagai ancaman, 49 persen untuk Inggris dan Prancis, sementara 55,6 persen merasakan hal yang sama tentang Israel.
Mental kejiwaan yang kini telah berubah, seiring kekuasaan Partai AKP dan kemunculan pemimpin hebat Recep Tayip Erdogan. Proposal The New Turkey 2023 menjadi global player, cukup membangkitkan kepercayaan diri bangsa Turki.
AKP menarasikan cita-cita besar global player dengan langkah: Zero Enemy (hingga 2009), Humanitarian Diplomacy, hingga kebijakan Blue Homeland (2014-sekarang).
Kesepakatan kerjasama laut dengan Libya tahun 2019, menjadi implementasi awal kebijakan Blue Homeland. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan kesepakatan maritim Ankara dengan pemerintah Libya telah membalikkan Perjanjian Sevres dengan mengubah tatanan regional, sebuah konfirmasi bahwa kenangan dari era Ottoman masih relevan dalam politik sehari-hari.
Dengan tahapan strategis yang ditempuh, kini Turki merasakan hasil kerja kerasnya. Turki didukung hampir mayoritas masyarakat dunia Islam, Negara-negara berbahasa serumpun, Negara-negara yang menerima bantuan tak bersyarat Turki, warga diaspora Turki yang tersebar di Eropa, AS, benua Asia, Australia, Inggris, plus Turki diuntungkan dengan letak strategis yang memiliki daratan di Eropa, memiliki sumber mata air sungai Eufrat-Tigris, dan kini menemukan cadangan gas berlimpah.
Kini Turki berani menegakkan kepala kepada Uni Eropa bahkan AS. "Bahasa ancaman yang Anda gunakan kepada kami, sama sekali tidak berpengaruh apapun," tegas Erdogan.
AS pusing. Melepaskan Turki, akan berpaling kepada Rusia dan China. Mengembargo, Turki kini mampu mandiri. Semakin keras menyerang dengan militer, Turki siap melawan dan mengirimkan jutaan pengungsi Suriah ke Eropa. []