NGERI2 SEDAP...! Dua Politikus PDIP Ditengarai Meminjam Bendera Perusahaan Baru Demi Mendapatkan Jatah Bansos Covid-19 di Kemensos
Dua politikus PDIP (Anggota DPR, Herman Hery dan Ihsan Yunus) ditengarai meminjam bendera perusahaan baru demi mendapatkan jatah bansos Covid-19 di Kementerian Sosial.
PUTAR-PUTAR DUIT BANSOS
Baru seumur jagung, PT Famindo Meta Komunika langsung ditunjuk menjadi penyedia bantuan sosial Covid-19 di Kementerian Sosial.
Perusahaan itu mendapat alokasi 230 ribu paket bahan kebutuhan pokok untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Anggaran pengadaan bantuan sosial yang menjadi jatah Farmindo pada distribusi periode kedelapan, September lalu, itu sekitar Rp 62,1 miliar.
Berdasarkan akta perusahaan, Famindo berdiri mulai 7 Agustus 2020 lalu. Perseroan yang beralamat di lantai 17 gedung Patra Jasa, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, ini bergerak di bidang penyelenggaraan acara dan periklanan. Tak ada hubungannya dengan pengadaan bahan kebutuhan pokok. Pemegang sahamnya antara lain Febri Suhandi, Ubayt Kurniawan, dan PT Anomali Lintas Cakrawala. Teddy Munawar tercatat sebagai komisaris.
Pada periode distribusi kesembilan hingga ke-12, Famindo kembali ditunjuk sebagai penyedia bantuan sosial. Famindo mendapat 250 ribu paket setiap periode distribusi tersebut. Dengan demikian, total kuota yang didapatkan perusahaan ini mencapai 1,23 juta paket senilai Rp 332 miliar.
Famindo menjadi salah satu perusahaan yang digeledah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 8 Januari 2021 lalu. Pada saat yang sama, KPK juga menggeledah PT Anomali Lumbung Artha. Sama-sama penyedia bansos bahan pokok, perusahaan ini juga berkantor di Patra Jasa. Hanya beda lantai, yaitu di 20. Kedua perusahaan itu pun menginduk ke PT Anomali Lintas Cakrawala.
Pemegang saham Anomali Lumbung antara lain Febri Suhandi, Teddy Munawar, Ubayt Kurniawan, dan PT Anomali Lintas Cakrawala. Berdiri sejak September 2019 di bidang manufaktur dan distributor pakan ikan, Anomali Lumbung ditunjuk sebagai penyedia 1,5 juta paket bantuan sosial.
Juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan penggeledahan perusahaan itu dilakukan untuk mencari dan melengkapi bukti-bukti kasus korupsi bantuan sosial. Kasus ini menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara sebagai tersangka, bersama dua pejabat pembuat komitmen, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.
KPK memang tengah mendalami penunjukan langsung para penyedia bantuan sosial tersebut. “Kami menggali dari tahapan dan proses penunjukan langsung para vendor,” kata Ali. Baik Famindo maupun Anomali Lumbung belum menjawab konfirmasi Tempo lewat surat. Teddy Munawar juga tidak membalas pesan singkat yang dikirim kepadanya.
Hasil penelusuran Tempo dari beberapa pengusaha dan orang yang mengetahui kasus korupsi bantuan sosial mendapati Famindo Meta Komunika dan Anomali Lumbung Artha terafiliasi dengan Herman Hery, politikus PDIP yang menjabat Ketua Komisi Hukum DPR RI. Lewat Teddy Munawar, Herman disebut mengatur agar kedua perusahaan menjadi penyedia bantuan sosial di Kementerian Sosial.
Pengaturan ini berhasil karena perusahaan menggarap kuota milik Herman. Politikus PDIP ini disebut-sebut mendapat kuota bantuan sosial hingga 1 juta paket dalam setiap periode distribusi.
Selain Famindo dan Anomali, sejumlah perseroan lain ikut mengelola kuota Herman. Misalnya, PT Junatama Foodia Kreasindo dan PT Mesail Cahaya Berkat. Teddy juga menjadi pemegang saham Mesail. Perusahaan industri pengolahan makanan ini baru berdiri pada Oktober lalu. Secara total, perusahaan yang terafiliasi dengan Herman memperoleh 7,6 juta paket bantuan sosial senilai Rp 2,1 triliun.
Sumber Tempo mengatakan, setelah ditunjuk sebagai penyedia bantuan sosial dan mendapat anggaran, vendor lantas mentransfer dana itu ke rekening PT Dwimukti Graha Elektrindo, produsen panel listrik milik Herman. Vendor hanya menyisakan Rp 1 miliar hingga Rp 2 miliar dalam rekening mereka. “Uang itu biaya pinjam bendera perusahaan,” kata sumber ini.
Herman membantah memegang kuota bantuan sosial hingga 7,6 juta paket. “Angka itu dari mana?” ujar dia kepada Tempo, Sabtu lalu.
Namun dia mengakui Dwimukti menjadi penyedia bantuan sosial. Herman mengatakan perusahaan yang beralamat di Jalan Panglima Polim, Jakarta Selatan, tersebut membuat kontrak kerja dengan Anomali Lumbung Artha. Isinya soal jual-beli bahan pokok. Dalam perjanjian, Dwimukti juga berhak menunjuk penyalur bahan pokok tersebut. Kontrak itu diteken oleh Teddy Munawar dan Floreta Tane. Keduanya menjabat direktur utama masing-masing perusahaan. “Hubungan Dwimukti dan Anomali itu murni urusan bisnis,” ujar Herman.
***
Ihsan Yunus, politikus PDIP, juga disebut-sebut memperoleh kuota bantuan sosial. Angkanya mencapai 4,6 juta paket senilai Rp 1,4 triliun. Wakil Ketua Komisi VIII DPR yang per kemarin dirotasi menjadi anggota Komisi II ini mengatur kuota miliknya lewat sejumlah perusahaan.
Sumber Tempo mengatakan operator lapangannya adalah Muhammad Rakyan Ikram dan Yogas, adik dan tangan kanan Ihsan. Mereka mendekati perusahaan untuk menjadi penyedia bantuan sosial. Setelah ditunjuk, mereka akan mengutip fee dari para vendor tersebut.
Perusahaan penyedia disebut terafiliasi dengan Ihsan, yaitu PT Bumi Pangan Digdaya, PT Andalan Pesik Internasional, PT Pertani, dan PT Mandala Hamonangan Sude. Akta perusahaan menyebutkan Mandala Hamonangan didirikan pada 4 April lalu dan bergerak di bidang hasil pertanian serta hewan hidup.
Ihsan membantah informasi tersebut. “Enggak benar itu,” katanya.
Muslih, sekretaris perusahaan PT Pertani, mengatakan mereka mengajukan permohonan resmi ke Direktorat Jenderal Perlindungan Sosial Kementerian Sosial. “Tidak terkait dengan satu anggota DPR pun, termasuk dengan Ihsan Yunus,” katanya. Ia mengaku tidak mengenal Ihsan, Yogas, ataupun Rakyan Ikram.
Di kursi komisaris utama, duduk Asep Sasa Purnama yang juga Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial. “Saya tidak mengikuti di awal soal bansos ini,” kata Asep, yang menjabat sejak Oktober lalu. “Tapi, setahu saya, itu urusan bisnis secara profesional.”
👉SELENGKAPNYA di KORAN TEMPO edisi hari ini, Selasa (19/1/2021)