Sikap Ragu Menteri Hambat Penanganan Pandemi
Sikap Ragu Menteri Hambat Penanganan Pandemi
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin tak melibatkan birokrasi jajarannya. Ia bahkan secara terbuka menyoroti buruknya data di kementeriannya. Bergabung ke kabinet sejak Desember 2020 menggantikan Terawan Agus Putranto, ia pun mengandalkan orang-orang dekatnya.
Keraguan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin terhadap lembaganya sendiri dinilai akan berdampak buruk pada penanggulangan wabah Covid-19. Chief Strategist Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), Yurdhina Meilissa, mengatakan alih-alih mempercepat penanggulangan pandemi, ketidakpercayaan Menteri bakal memperlambat pekerjaan.
Menurut Yurdhina, sistem kerja di Kementerian Kesehatan sangat berbeda dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tempat Budi berkarier sebelumnya. Tidak seperti BUMN yang memikirkan profit, Kementerian Kesehatan seharusnya tidak mengutamakan keuntungan.
Selain itu, kata Yurdhina, tugas Kementerian Kesehatan bersifat desentralisasi yang harus bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Jika Menteri Budi tidak bisa menjalankan mesin birokrasi yang ada, penanganan Covid-19 hingga ke masyarakat paling bawah dikhawatirkan tidak tercapai. "Menterinya sibuk mengorganisasi pekerjaan dengan pihak ketiga, tapi Kementerian Kesehatan berjalan pakai cara lama," kata Yurdhina kepada Tempo, Selasa (26/1/2021).
Pakar epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan saat ini bukan waktu yang tepat bagi Menteri Budi membuat sistem baru, melainkan mesti memperbaiki sistem yang sudah ada. Langkah ini dimaksudkan agar pemerintah siap menghadapi kondisi saat ini ataupun ancaman adanya wabah di periode selanjutnya.
Berkaca pada penanganan wabah terdahulu, Dicky menjelaskan, keterbukaan informasi mengenai kekurangan yang dimiliki Kementerian Kesehatan memang perlu dilakukan. Tapi bukan berarti menteri sebagai kepala institusi bisa meninggalkan kekurangan itu dan tidak melakukan perbaikan.
Dicky mencontohkan, dalam penanganan wabah flu burung pada 2005, saat itu Indonesia tidak siap dan tak memiliki laboratorium. Tapi, setelah itu, pemerintah memperbaikinya sehingga kini kapasitas laboratorium sudah ada untuk menghadapi wabah Covid-19. "Penguatan sistem itu yang menjadi bekal bangsa ini menghadapi ancaman pandemi selanjutnya," ujar Dicky.
Pakai Data KPU
Sikap tidak percaya Menteri Budi terhadap Kementerian Kesehatan tergambar saat ia menyatakan tak akan lagi menggunakan data institusinya untuk program vaksinasi. Alasannya, data Kementerian Kesehatan bermasalah. Ia pun memilih menggunakan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menjadi rujukan melakukan program vaksinasi. Tak hanya soal data, Budi juga dianggap lebih mengandalkan orang di luar Kementerian Kesehatan untuk melakukan pekerjaan dalam penanganan Covid-19.
Said Fariz Hibban, anggota platform Laporcovid-19, mengatakan posisi Menteri Budi bisa dipahami layaknya orang yang hampir tenggelam dan meraih segala benda di permukaan agar selamat. Ketika Budi dilantik sebagai Menteri Kesehatan, ia dilimpahi kekacauan yang diwariskan menteri sebelumnya. Bisa jadi, menurut pegiat penanganan pandemi ini, Menteri Budi dihadapkan pada fakta bahwa memperbaiki sistem yang ada akan butuh waktu lama dan energi besar. Padahal penanganan pandemi Covid-19 harus dilakukan dengan cepat lantaran nyawa menjadi taruhan.
Menurut Hibban, Kementerian Kesehatan yang tak dipercaya oleh menterinya ibarat badan yang ditinggalkan kepala. Secara struktural, Budi menjabat menteri namun dia bergerak sendiri tanpa birokrat yang menjadi badannya. Akibatnya, akan ada sosok-sosok di Kementerian yang bergerak atas inisiatif sendiri. "Jadi, kinerja Kementerian makin tidak terarah dan malah riskan," kata dia.
Adapun Menteri Budi Gunadi belum bisa dimintai konfirmasi. Pesan pendek yang dikirim Tempo belum direspons. Kendati begitu, dalam kesempatan terpisah, Menteri Budi mengatakan bahwa alasan menggunakan data KPU adalah itu merupakan data para pemilih di daerah yang sudah diverifikasi secara faktual. "Saya ambil data KPU dasarnya untuk rakyat di atas 17 tahun," ujar dia, Jumat pekan lalu.
👉Selengkapnya di KORAN TEMPO, Rabu (27/1/2021)