Setelah FPI Dibubarkan, Kini Pemerintah Buka Izin Investasi Industri Miras

membuka izin investasi untuk industri minuman keras  Setelah FPI Dibubarkan, Kini Pemerintah Buka Izin Investasi Industri Miras
[PORTAL-ISLAM] Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka izin investasi untuk industri minuman keras (miras) atau beralkohol dari skala besar hingga kecil. 

Ketentuan ini tertuang di Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken kepala negara pada 2 Februari 2021. Aturan itu merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Kebijakan Presiden Jokowi ini sontak menimbulkan polemik dan banyak pihak yang menentang.

Salah satu yang menentang keras adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang tegas menyatakan tidak menyetujui Perpres tersebut.

"Semestinya pemerintah sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai pelindung rakyat tentu tidaklah akan memberi izin bagi usaha-usaha yang akan merugikan dan merusak serta akan menimbulkan ke-mafsadat-an bagi rakyatnya," kata Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas dalam keterangan resminya, Jumat (26/2/2021).

Kebijakan pemerintah membuka pintu investasi miras ini tak lama setelah ormas yang paling getol menentang miras, Front Pembela Islam (FPI) dibubarkan pemerintah pada 30 Desember 2020 lalu.

Seperti diketahui Front Pembela Islam (FPI) selama ini memang dikenal paling keras menentang peredaran miras.

Bahkan Front Pembela Islam (FPI) pernah menggugat Keppres (Keputuran Presiden) terkait Miras ke Mahkamah Agung (MA) dan memenangkan gugatan.

Gugat Keppres Miras, FPI Menang

Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan Front Pembela Islam (FPI) yang mengajukan judicial review Keppres Minuman Keras (Miras) No 3/1997. Pihak FPI menyambut gembira atas kemenangan tersebut.

"Mengabulkan permohonan pemohon FPI," demikian lansir panitera MA dalam websitenya, Kamis (4/7/2013).

Perkara yang mengantongi nomor 42 P/HUM/2012 ini diketok oleh ketua majelis hakim Dr Supandi dengan hakim anggota Dr Hary Djatmiko dan Yulius. Perkara tersebut masuk ke MA pada 10 Oktober 2012 dan diputus pada 18 Juni 2013.

Share Artikel: