Astaghfirullah... Pulang Liburan dari Turki, Turun Pesawat Suami Langsung Ditangkap Densus

Dian Malahayati tak menyangka jika liburan bersama suami ke Turki harus berakhir menyedih Astaghfirullah... Pulang Liburan dari Turki, Turun Pesawat Suami Langsung Ditangkap Densus
[PORTAL-ISLAM]  Dian Malahayati tak menyangka jika liburan bersama suami ke Turki harus berakhir menyedihkan. Sang suami (FR) ditangkap Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta).

Pasca penangkapan FR, Densus 88 pun langsung menggeledah rumahnya di Kampung Suryowijayan RT 28, RW 6, Gedongkiwo, Mantrijeron, Kota Jogja, Jumat  (9/4/2021). Sejumlah barang pribadi milik Dian dan suami serta kedua anaknya, turut disita.

Dian menyebut barang-barang itu meliputi buku-buku, dua laptop, handphone bekas, serta handphone anaknya. 

“Juga ada buku dan majalah biasa, terkait buku-buku ulama, syeh seperti itu. Entah bagi aparat itu untuk penetapan parameter teror, saya nggak tahu. Pokoknya itu diambil,” kata Dian Malahayati kepada Radar Jogja yang menemui di rumahnya, kemarin.

Saat koran ini mengunjungi rumahnya pasca penggeledehan tim Densus 88, disambut ramah oleh salah seorang keluarganya. Suasana rumahnya pun masih ramai dikunjungi sanak saudara. Juga ada warga yang turut memberikan dukungan dengan ngaruhke ke rumah Dian.

Dian tidak menyangka akan secepat itu suaminya ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak yang berwajib, tanpa ia ketahui dari mana kesalahan suaminya. “Kami dari Turki, turun dari pesawat di Cengkareng langsung ditangkap. Sampai sejauh ini saya belum tahu pasti kok bisa penetapan tersangka langsung ke suami saya. Itu apa dasarnya,” cetus perempuan 44 tahun ini.

Saat tiba di Bandara Soetta, selepas dari berlibur di Turki, ia dan suami tiba-tiba dijemput paksa oleh Densus 88 Antiteror Mabes Polri, dengan ditunjukkan bukti surat penetapan tersangka terhadap suaminya. Ia sendiri ditarik oleh polisi wanita untuk keperluan penggeledahan. Sejak itu, ia langsung terpisah dengan suami.

“Jadi ada surat ketika saya baca, tahu-tahu status suami saya sudah tersangka. Hanya kok bisa dimasukkan dalam kategori terorisme, itu yang saya masih tidak menyangka,” ujar Dian dengan mata masih memerah.

Tidak ada perlawanan saat dijemput, sebab ia merasa bersama FR tidak berbuat apa-apa yang bertentangan dengan hukum. Ia hanya pasrah dan mengikuti apa yang dilakukan tim Densus 88.

“Hubungan kami dengan masyarakat juga alhamdulillah baik, bersosial. Ada ibu-ibu datang memberikan support ke kami,” katanya.

Padahal, ibu dua anak ini mengetahui betul pekerjaan suami setiap harinya. Sebagai guru mengaji, penulis dan berdakwah di mana-mana. 

“Artinya orang bisa melihat di Youtube pun ada kontennya. Apa yang suami saya ajarkan, selalu ada di situ,” jelasnya.

Dian pun kini hanya bisa berharap suaminya segera kembali, karena memang tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum. Ia akan meminta bantuan pihak pengacara untuk menyelesaikan masalah ini. 

“Saya akan ajukan pihak pengacara, karena kami merasa tidak bersalah. Saya tahu sekali jadwal suami saya,” tambahnya.

Sementara itu, Ketua RW 6 Suryowijayan Hardi Prawoto mengatakan, warganya itu sudah tinggal sejak menikah kurun waktu 15 tahun lebih. Namun, istri FR telah tinggal di rumah itu sejak kecil. 

“Kalau istrinya dari Makassar. Setelah nikah pindah KTP di sini,” katanya.

Menurut Hardi yang juga ikut menyaksikan penggeledahan kemarin, FR memang memiliki kegiatan yang aktif atau mobilitas tinggi dengan berdakwah di mana-mana. Setiap hari Selasa, rutin mengisi pengajian di Masjid Kampung Suryowijayan.

Isi dakwah atau ceramah yang disampaikannya juga selalu menyejukkan hati. Artinya, tidak untuk menebar kebencian. “Dakwahnya tidak ada masalah, ya menyejukkan. Bahkan juga mengingatkan, membunuh satu orang saja sama dengan membunuh seluruh manusia. Tapi menyelamatkan satu orang sama dengan menyelamatkan seluruh dunia. Ini yang paling saya ingat,” ceritanya.

Adapun yang ia tahu beberapa barang dan benda yang dikumpulkan oleh petugas di rumahnya, di antaranya buku, rompi, dan ada tiga pisau untuk menyembelih sapi. “Entah dibawa atau tidak pisaunya. Kalau rompi, sepengetahuan saya yang biasa untuk keluar kota. Nggak ada label-labelnya,” tambah Hardi. (laz)

Sumber: Radar Jogja
Share Artikel: