Bukan Soal Nikahannya, Tapi Kezaliman Nyata Dalam Pelaksanaannya

 Tapi Kezaliman Nyata Dalam Pelaksanaannya Bukan Soal Nikahannya, Tapi Kezaliman Nyata Dalam Pelaksanaannya
Bukan Soal Nikahannya, Tapi Kezaliman Nyata Dalam Pelaksanaannya

Oleh: Ahmad Khozinudin (Advokat)

Soal Presiden Jokowi dan Menhan Prabowo lengkap dengan pengamanan Paspampres menghadiri pesta pernikahan pasangan artis, terserah saja. Walaupun banyak yang mempersoalkan, itu bukan agenda kenegaraan, bukan pula rangkaian tugas pemerintahan. Sementara Presiden -termasuk Menhan- digaji dan memperoleh fasilitas dari negara untuk menjalankan tugas pemerintahan dan kenegaraan.

Namun, yang menjadi soal ini masih musim pandemi. Semestinya, Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan mengerti posisi dirinya yang menjadi figur dan teladan bagi seluruh rakyat. Kecuali, Presiden Jokowi merasa dirinya hanyalah pejabat di kelurahan yang menghadiri acara kawinan warganya.
 Tapi Kezaliman Nyata Dalam Pelaksanaannya Bukan Soal Nikahannya, Tapi Kezaliman Nyata Dalam Pelaksanaannya
Jelas, itu melanggar Physical Distancing. Bukannya, slogan menghadapi Pandemi Covid-19 itu 3 M? Memakai Masker, Mencuci Tangan, Menjaga Jarak. Sepertinya, dalam pernikahan Atta dan Aurel yang nampak hanya memakai masker. Soal menjaga jarak? Foto yang beredar, membantah adanya Physical Distancing.

Yang menyakiti nurani dan merendahkan akal publik, adalah bagaimana bisa acara Maulid dan Pernikahan Anak Ulama berujung penjara, sementara acara Pernikahan Artis justru dihadiri pejabat bahkan Kepala Negara? Apakah, semua ini bagian dari desain sengaja untuk merendahkan martabat rakyat? Secara tak langsung Presiden ingin berkata: SAYA PRESIDEN, TERSERAH SAYA. KALIAN MAU APA? KALIAN BISA APA?

Hingga hari ini, Habib Rizieq Shihab (HRS) dan sejumlah petinggi FPI mendekam di penjara dengan dalih melanggar protokol kesehatan. Sementara, acara pernikahan Artis yang dihadiri Presiden dan Menhan secara telanjang menganggap sepele protokol kesehatan.

Luar biasa, Negara sudah tak punya pakem dalam menjalankan amanat rakyat. Semua serba suka-suka penguasa. Dikiranya, rakyat itu cebong semua sehingga apapun yang dilakukan penguasa disambut sorak sorai dan tepukan gegap gempita.

Rakyat kemudian bertanya, apakah benar ada pandemi? Apakah, itu hanya alasan agar negara bisa utang dan defisit APBN boleh diatas 3% terhadap PDB? Apakah itu hanya dalih agar BI bisa borong Obligasi Pemerintah setelah tak laku dijual kepada pihak swasta? Bukankah, ini sama saja BI 'Menggarong Duit Rakyat' yang ada didalam tabungan di Bank, karena nilainya akan jatuh karena aksi borong Obligasi ini? Bukankah, aksi borong Obligasi oleh BI ini sama saja cetak uang, dan akan terjadi inflasi makin parah?

Yang jelas, menurut ahli medis Virus Corona tak bisa memilih antara pernikahan artis atau Puteri Ulama. Yang jelas, rakyat menyaksikan dengan mata telanjang, atas kezaliman yang dipertontonkan oleh penguasa. 

Ada adagium yang menyatakan: KALAU TAK PUNYA MALU, BERBUATLAH SESUKAMU. Tapi yang pasti, kekuasaan ada ajalnya.

Sakit sekali, menjadi rakyat di negeri ini. Kezaliman demi kezaliman, diberlakukan dengan tanpa merasa risih dan bersalah.

Kekuasaan, benar-benar digunakan untuk menindas, bukan untuk melayani dan melindungi rakyat. Bukan untuk menentramkan dan memberikan keadilan kepada segenap rakyat.***

Share Artikel: