TANGGAPAN Atas Testimoni Pendukung Jokowi: Gak Menyesal Telah Memilihnya, Tapi Merasa Sangat Berdosa (Munafik Sejak Dalam Pikiran)
Meski Tak Menyesal, Merasa Berdosamu Itu JUSTRU ADALAH PENGAKUAN YANG HAKIKI .....
(Catatan Untuk Pemilih Jokowi, Yang Munafik Sejak Dalam Pikiran)
*Artikel ini adalah tanggapan untuk status viral dari Akun FB Jilal Mardhani, dengan link status ada di kolom komentar pertama.
Menggelitik sekali paparan status Akun FB Jilal Mardhani (selanjutnya disingkat JM), karena bagaimana bisa seorang berpendidikan tinggi (Sarjana; ada yg menginfokan sbg Alumni Planologi ITB Angkatan '82) ‘kok bisa-bisanya mengungkapkan frustasinya atas kinerja Presiden Jokowi tetapi sembari “cuci tangan” atas sikap dukungannya pada Pilpres kemarin dulu 😄😅
Secara lantang Ybs. JM masih berusaha untuk tegar atas buruknya kinerja Pak Jokowi dengan menyatakan: “Saya tak menyesal memilihnya kemarin. Tapi saya merasa sangat berdosa” 😂🤣
PADAHAL perasaan berdosa yang dideklarasikannya itu JUSTRU adalah pengakuan hakiki bahwa keputusan pribadinya untuk memilih Jokowi pada Pilpres kemarin adalah sebuah “kesalahan” oleh sebab tidak bisa mewujudkan mayoritas amanah yang diharapkan oleh massa pemilihnya.
Kalau bukan oleh karena keterkaitan dengan “memilihnya kemarin”, Lalu untuk apa merasa sangat merasa berdosa??? ‘toh Ybs. JM bukan merupakan penyebab langsung dan utama atas pemburukan situasi negeri ini.
*penulisan kata kesalahan menggunakan tanda petik, oleh sebab salah disini tidak dimaksudkan secara an-sich untuk sampai ke konsekuensi hukum.
Sikap sebagaimana tertuang dalam status Akun FB JM itu merupakan gambaran karakter munafik sejak dalam pikiran dari (sebagian) para pemilih Jokowi, yaitu mengakui adanya fakta-fakta pemburukan keadaan pada bangsa dan negara ini TETAPI berusaha keras “cuci tangan” atas kontribusinya pada Pilpres yang secara tidak langsung telah membawa Indonesia ke dalam situasi yang memprihatinkan hari ini.
APALAGI (khususnya) terhadap penulis status (Sdr. JM), label munafik layak untuk ditambahi dengan label “Buta Hati, Sesat Pikir” oleh sebab Bagaimana Bisa Seorang Intelektual Sampai Bisa Tergagap-gagap Menganalisis Kinerja Pak Jokowi Pada Periode Pertama Pemerintahannya, HINGGA AKHIRNYA MEMBUAT KEPUTUSAN MEMILIH PADA PILPRES BERIKUTNYA YANG BERUJUNG PADA PERASAAN SANGAT BERDOSA.
Apakah Ybs. JM sedemikian kehilangan daya pikir, hingga bisa-bisanya melontarkan dugaan bahwa hari ini Pak Jokowi terjerat 'jebakan Batman’. Lho bukankah sejak periode pertama kepemerintahannya Pak Jokowi memang sudah berada dalam jebakan dengan salah satu bukti viral yang tidak terbantahkan waktu itu (Tahun 2014) adalah “menyetujui impor minyak bumi dari Sonangol EP-Angola” di saat belum sebulan memimpin Pemerintahan???
NOTE: belakangan terbukti “ada Surya Paloh” dibalik impor tersebut meski dengan alibi hanya sebagai mediator belaka.
Jumat, 07 November 2014
Surya Paloh di balik impor minyak Angola
07/11/2014
Surya Paloh dan Impor Minyak Angola
TEGASNYA, Sdr. JM telah melakukan eufemisme norak atas “ketidak-berkutikan” Pak Jokowi hari-hari ini dengan dugaan kena "jebakan batman", padahal dalam banyak hal di periode pertama kepemerintahannya Pak Jokowi juga SUDAH TIDAK BERKUTIK! yang akhirnya bisa menjadi pijakan hipotesis kenapa Pak Jokowi sedemikian tidak berkutik, apakah benar anggapan (sementara publik) bahwa itu oleh karena Beliau Pak Jokowi memang hanyalah “boneka”? dari Kelompok Kepentingan dan Cukong Pemodal Besar?
*Contoh Lain Ketidakberkutikan : Presiden Jokowi “tidak bisa mengendalikan” Kementerian Perdagangan.
Rabu, 13 Feb 2019
RI Impor Melulu, Faisal Basri: Mendag Dapat Triliunan, Lezat
Kembali ke status Sdr. JM ....
Di bagian lain tulisannya, Sdr. JM memunculkan dugaan bahwa penurunan kinerja Jokowi oleh sebab memang (ada) agenda pribadinya sendiri. Copas: “Kemungkinan kedua adalah, memang agenda pribadinya sendiri. Hal yang hanya dia, setan, dan Tuhan yang tahu”.
NOTE: ‘kok bawa-bawa Setan ya ? 😲😲
Dugaan kedua dari Sdr. Jilal Mardhani ini juga terlalu lugu dan prematur dari seorang pemikir intelektual, oleh sebab apa Sdr. JM tidak menyadari bahwa kapasitas personal Pak Jokowi adalah jauh pisan-pisan dengan Pak SBY dan Pak Harto misalnya, dalam hal kemampuannya mengendalikan poros-poros kekuatan politik, yang dengan demikian Pak Jokowi tidak ada kapasitas memadai untuk “menjalankan agenda pribadi”.
Yang ada adalah meski memang untuk kepentingan keluarganya (seperti pencalonan Anak dan Menantunya pada Pilwakot), itu bukanlah benar2 agenda pribadi melainkan satu paket agenda besar yang sangat patut untuk diduga melibatkan Kelompok-Kelompok Kepentingan Yang Telah “Mendudukkan” Pak Jokowi menjadi Presiden selama 2 kali.
RINGKAS KATA, kesalahan pilih yang telah menimbulkan rasa berdosa dari Pendukung Pak Jokowi ini adalah TESTIMONI VALID bahwa ada yang “abnormal” pada Perpolitikan Nasional Indonesia, yaitu ketika masyarakat sudah “kehilangan akal sehat” dalam membuat keputusan memilih, alih-alih segera menyadarinya untuk selanjutnya move-on bagaimana memikirkan negeri ini ke depan agar kondisi tidak terus berulang, tetapi malah pada sibuk “Cuci Tangan Massal” dan lalu berujung apatis dengan hanya sekedar bisa menantinya berakhir sesuai masa jabatannya.
KESIMPULAN LAIN: fakta ini (bahwa Kaum Intelek saja gagap, apalagi –maaf- yang di akar rumput) memperkuat “tesis” yang pernah dan sering saya ajukan selama ini bahwa konfigurasi / konstruksi perpolitikan nasional Negara Republik Indonesia benar2 dalam situasi pelik dan kompleks yang menyebabkan Rakyat sebagai Pemilih Sah Republik sudah tidak lagi mempunyai kontrol optimal atas bangsa dan negerinya.
Namun Apapun Itu, Jangan Pernah Putus Asa dan Tetap Semangatttttttt...
Semoga Allah SWT menolong rakyat dan bangsa Indonesia, amin.
(By TARA PALASARA)