PKS Kritik Keras JHT Cair di Usia 56 Tahun: Tak Masuk Akal!
[PORTAL-ISLAM] Partai Keadilan Sejahtera ( PKS ) mengkritik kebijakan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah yang membatasi umur minimal untuk mencairkan dana Jaminan Hari Tua ( JHT ) hingga berusia 56 tahun. PKS menilai kebijakan yang diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) itu tidak masuk akal.
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Netty Prasetiyani mengungkapkan ada beberapa pasal dalam permenaker yang muatannya menunjukkan ketidakpekaan pemerintah pada situasi pandemi yang membuat pekerja ter-PHK.
"Misalnya, aturan mengenai penerimaan manfaat Jaminan Hari Tua yang baru diberikan kepada peserta setelah berusia 56 tahun. Bayangkan, seorang peserta harus menunggu 15 tahun untuk mencairkan JHT-nya jika ia berhenti di usia 41 tahun. Ini tidak masuk akal," ujar Netty dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (12/2/2022).
Dia mengatakan aturan tersebut berlaku pada peserta yang berhenti bekerja karena mengundurkan diri, terkena PHK, atau meninggalkan Indonesia selama-lamanya. Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan per Desember 2021, total klaim peserta yang berhenti bekerja karena pensiun hanya 3 persen, sedangkan pengunduran diri 55 persen, dan alasan terkena PHK mencapai 35 persen.
Netty menjelaskan bahwa berhenti bekerja karena PHK tentu bukan keinginan pekerja. Dia menambahkan, berhenti karena pengunduran diri pun bisa karena situasi di tempat kerja yang sudah tidak nyaman.
“Jadi, mengapa JHT yang sebagiannya merupakan tabungan peserta ditahan pencairannya? Bukankah dana yang tidak seberapa tersebut justru dibutuhkan mereka untuk bertahan hidup di masa sulit ini. Jika harus menunggu sampai usia 56 tahun, bagaimana keberlangsungan pendapatan pekerja?" tanya Netty.
Maka itu, Netty meminta pemerintah mencabut peraturan tersebut sebagai bukti empati dan keberpihakan pada pekerja di tengah pandemi yang berdampak pada pemiskinan rakyat. Apalagi, kata Netty, gelombang PHK dan merumahkan pekerja semakin besar.
“Ini menjadi gambaran betapa pandemi menggerus kemampuan ekonomi keluarga Indonesia. Jika pemerintah tidak menggubris peringatan ini, saya khawatir tekanan hidup dan kesulitan akan membuat rakyat semakin keras menolak dan melawan pemberlakuan peraturan tersebut," ujar anggota Komisi IX DPR RI ini.
Dia juga meminta agar pemerintah memperbaiki tata kelola komunikasi publiknya terkait penerapan aturan. "Pemerintah harus dapat membuka ruang dialog dan mendengarkan aspirasi masyarakat dengan baik. Lakukan sosialisasi dan edukasi secara utuh jika menyangkut regulasi yang pasti akan menyentuh berbagai ruang kehidupan masyarakat secara luas," pungkasnya. (sindo)