Menolak Bid'ah Mahzab Al-PBB-iyyah

SEBAGAI KAIDAH FIQH DAN RUJUKAN IJTIHAD DALAM MASALAH  Menolak Bid'ah Mahzab Al-PBB-iyyah
MENOLAK BID'AH FIQH MAHZAB AL-PBB-IYYAH SEBAGAI KAIDAH FIQH DAN RUJUKAN IJTIHAD DALAM MASALAH SIYASAH & PERSATUAN KAUM MUSLIMIN

Oleh: Ahmad Khozinudin

Imam Asy Syafi'i dikenal memiliki dua ijtihad yang berbeda, yakni saat beliau di Baghdad dan ketika beliau memasuki Mesir. Kumpulan ijtihad beliau saat di Baghdad dikenal dengan al-Qaul al-Qadim (kumpulan ijtihad lama) dan kumpulan Ijtihad beliau saat di Mesir disebut  al-Qaul al-Jadid (kumpulan ijtihad baru).

Perubahan pandangan atau Ijtihad Imam Syafi'i bukan karena dipengaruhi ruang dan waktu, bukan pula karena berkompromi dengan pemikiran kufur, lalu melakukan koreksi terhadap ijtihad lama dengan ijtihad baru. Perubahan Ijtihad beliau lebih dipengaruhi oleh adanya dalil-dalil baru -utamanya as Sunnah berupa hadits dari Rasulullah SAW- yang sebelumnya tidak beliau peroleh di Baghdad dan baru mendapatkannya di Mesir.

Sebagaimana Masyhur diketahui, saat itu belum ada kompilasi atau kitab hadits. Hadits dari Baginda Rasulullah SAW diriwiyatkan dari mulut ke mulut. Saat di Mesir inilah, Imam Syafi'i bertemu dengan sejumlah Tabi'in yang membawa hadits, dan hadits inilah yang mempengaruhi perubahan pandangan dan ijtihad beliau.

Sebagaimana masyhur diriwayatkan, asy Syafi'i berkata:

"Apabila ada pendapatku yang bertentangan dengan as Sunnah, maka lemparkanlah pendapatku ke dinding."

Dan kumpulan ijtihad beliau dalam Qoul Jadid, seperti apa yang ada dalam kitab al Umm, mengoreksi dan 'melemparkan kedidinding' pendapat beliau sendiri dalam al Qoul Qadim (seperti yang diriwayatkan ada dalam kitab al-Hujjah) karena beliau menemukan pendapat baru yang sejalan dengan as Sunnah.

Saat ini, ada pikiran nyeleneh yang ingin meninggalkan fiqh klasik, fiqh Empat Mahzab termasuk didalamnya Mahzab asy Syafi'i, beralih dengan Fiqh Baru yang berlandaskan pada Qoul PBB. Penulis menyebutnya dengan istilah Mahzab Al-PBB-iyyah.

Mahzab nyeleneh yang dapat dikategorikan sebagai Mahzab Bid'ah ini, mengajak kaum muslimin melepaskan ikatan akidah Islam, bersatu dibawah kepemimpinan seorang Khalifah dalam naungan Khilafah Islamiyah, menuju ikatan Pluralisme dibawah panji-panji keberagaman, mencampur-adukan antara al Haq (Islam) dan al Bathil (Kufur), dalam naungan Institusi PBB.

Lucunya, kelompok yang menyeru Mahzab Al-PBB-iyyah ini adalah mereka yang mengklaim kelompoknya bermahzab Syafi'i. Kalau boleh dikatakan, mereka ini pembangkang asy Syafi'i, karena berani dan lancang melemparkan ke dinding Qoul Syafi'i dan mengikuti Qoul Franklin Delano Roosevelt, Winston Churchill dan Joseph Stalin selaku tokoh pendiri PBB. Para Imam PBB ini semuanya kafir, lalu darimana dasarnya Umat Islam diminta meninggalkan mahzab fiqh klasik yang berasaskan akidah Islam, diseru untuk mengikuti Ijtihad orang-orang kafir?

Sebenarnya, berpindah imam mahzab itu diperbolehkan asal asarnya adalah kehujjahan dalil atau mengambil ijtihad yang lebih rajih. Bukan untuk Talfek (istilah berpindah ijtihad hanya untuk dalih cari yang paling enak).

Tapi meninggalkan fiqh klasik, meninggalkan Ijtihad Imam Syafi'i, Imam Maliki, Imam Hanafi dan Imam Hambali, lalu mengambil Ijtihad si Kafir Franklin Delano Roosevelt, Winston Churchill dan Joseph Stalin, jelas-jelas upaya penyesatan pemikiran umat Islam yang sangat nyata.

Karena itu, ikuti saja Qoul Ulama klasik yang lebih murni, berpendapat tanpa tendensi dunia. Fiqh Baru bermahzab al-PBB-iyyah ini sangat kental nuansa kepentingan Amerika. Boleh jadi, Mahzab al-PBB-iyyah ini hanyalah mahzab untuk cari Cuan, yang bertujuan memecahbelah persatuan Islam dan kaum Muslimin.

Tetap Istiqomah mengikuti Qoul Imam Syafi'i, Imam Maliki, Imam Hanafi dan Imam Hambali, yang kesemuanya Ijma' wajibnya Kaum Muslimin memiliki seorang Khalifah, bersatu dan memiliki Negara Khilafah, yang bertujuan untuk menerapkan Syariat Islam dan mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru alam. Lemparkan ke dinding, Mahzab al-PBB-iyyah, karena nyata dan jelas-jelas bertentengan dengan as Sunnah.
Share Artikel: