Orang Indonesia Peringkat Pertama Manusia Terpendek di Dunia, Ternyata Karena Faktor Ini...

organisasi independen World Population Review  Orang Indonesia Peringkat Pertama Manusia Terpendek di Dunia, Ternyata Karena Faktor Ini...
[PORTAL-ISLAM]  Berdasarkan laman resmi worldpopulationreview, organisasi independen World Population Review (WPR) mendudukkan orang Indonesia pada peringkat pertama dengan tinggi badan rata-rata terpendek di dunia untuk usia dewasa sekitar 158 centimeter.

Setelah Indonesia, jajaran negara lainnya dengan tubuh terpendek yaitu, Bolivia dengan rata-rata tinggi badan 159 centimeter, Filipina 161 centimeter, Vietnam 162 centimeter, Kamboja 162,5 centimeter, dan Nepal 163 centimeter. Lalu, apa faktor atau alasan yang membuat Indonesia menjadi peringkat pertama orang terpendek di dunia?

Sebuah penelitian dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman tentang genom manusia menemukan bahwa semua orang Indonesia adalah pendatang. Orang Indonesia merupakan campuran berbagai kelompok genetik Homo Sapiens yang hijrah dari Afrika selama puluhan ribu tahun melalui berbagai rute ke Nusantara. 

Dari migrasi tersebut, penelitian ini menyatakan kaitannya dengan tiga jenis genetik, yaitu kromosom Y, struktur protein dari asam nukleat di dalam sel sperma (dari ayah kepada anak); DNA mitokondria, genetik dari ibu kepada anaknya; DNA autosomal yang diwarisi dari kedua orang tua, seperti dilansir theconversation.

Lalu, berdasarkan 6.000 sampel DNA dari berbagai lokasi di Indonesia digunakan untuk melihat haplogroup dan linguistik orang Indonesia. Sebanyak 3.700 orang dengan 35 kelompok etnis dari 6.000 sampel yang ada adalah pemilik DNA mitokondria. Pemilik genetik ini ditemukan dari haplogroup M, F, Y2, dan B di Indonesia bagian barat. 

Orang-orang dari haplogroup ini sebagian besar adalah penutur bahasa Austronesia dari Asia Tenggara, Madagaskar, dan Kepulauan Pasifik. Sementara itu, bagian timur Indonesia ditemukan haplogrup Q dan P untuk orang Papua dan Nusa Tenggara yang merupakan penutur non-Austronesia. Di Kepulauan Mentawai dan Nias, haplogroup masyarakat tersebut bergabung dengan penduduk asli Formosa, penutur bahasa Austronesia.

Dari data tersebut, terlihat bahwa penelitian menggabungkan faktor genetika dengan arkeologi dan linguistik sehingga ini menunjukkan menemukan bahwa nenek moyang orang Indonesia datang secara bergelombang. Sejarah migrasi nenek moyang dimulai 72.000 tahun yang lalu ketika sekelompok Homo Sapiens melakukan perjalanan ke selatan dari benua Afrika ke semenanjung Arab menuju India.

Keturunan orang gelombang pertama ini tiba di tempat yang sekarang menjadi kepulauan Indonesia sekitar 50.000 tahun lalu. Saat itu semenanjung Melayu, Kalimantan, dan Jawa masih terhubung sebagai satu daratan dengan nama Sundaland dan gelombang pertama ini merantau ke Australia.
organisasi independen World Population Review  Orang Indonesia Peringkat Pertama Manusia Terpendek di Dunia, Ternyata Karena Faktor Ini...
Tanda-tanda hadirnya Homo Sapiens dapat dilihat melalui temuan arkeologi di Sarawak, wilayah Kalimantan, sebagaimana dikutip Sapiens: Sejarah Ringkas Umat Manusia. Kemudian migrasi kedua, terjadi sekitar 30.000 tahun lalu datang dari daerah yang sekarang menjadi Vietnam. Selanjutnya, migrasi ketiga datang dari penutur Austronesia daerah Formosa sekitar 5.000-6.000 tahun lalu.

Selain itu, penyebaran agama Hindu dan kebangkitan kerajaan India sekitar abad ke-3 sampai ke-13 menciptakan berbagai haplogroup yang ditemukan dalam frekuensi kecil di Bali, Jawa, Kalimantan, dan Sumatra. Ada pula penyebaran Islam dari Arab dan temuan haplogroup O-M7 yang menjadi penanda orang-orang dari Cina.

Dengan migrasi dan penyebaran agama tersebut, genetika masyarakat Indonesia merupakan percampuran antara kelompok manusia yang berbeda. Data genetik dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa kepulauan Indonesia pernah menjadi pusat peradaban. Dengan begitu, investigasi genetika ditambah linguistik inilah yang mengungkap struktur populasi orang Indonesia, termasuk pengaruhnya dalam postur tubuh, khususnya tinggi badan.

(Sumber: TEMPO)
Share Artikel: