IKN NUSANTARA DI AMBANG BENCANA
Terkepung Banjir di Ring Satu IKN
Banjir mengancam kawasan inti pusat pemerintahan di Ibu Kota Negara (IKN). Pegiat lingkungan sudah mengingatkan sejak 2019.
***
PENAJAM — Pandi terkejut saat membuka pintu rumahnya. Pagi itu, genangan air berwarna cokelat menutupi pekarangan dan jalan di depan rumahnya, Jumat, 17 Maret 2023. Pria berusia 50 tahun yang tinggal di Sepaku, kawasan yang bakal menjadi Ibu Kota Negara (IKN), itu mengatakan bahwa hujan tidak turun tadi malam. “Kalau ada hujan, pasti saya dengar dan terbangun sejenak,” ucap Pandi kepada Tempo, kemarin.
Warga Rukun Tetangga (RT) 03 di Kelurahan Sepaku, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Utara, ini mengatakan tempat tinggalnya memang langganan banjir saban tahun. Dalam setahun, banjir terjadi satu sampai dua kali. Namun, kata dia, kondisi banjir sejak ada pembangunan proyek IKN berbeda. Dia mengatakan banjir lebih lambat surut ketimbang sebelumnya. “Sampai sore juga ketinggian air naik terus,” kata warga suku Balik ini.
Genangan air menutupi jalan, rumah, dan sawah warga, bahkan sawah yang sudah menguning serta siap dipanen. Para petani mengikat dan menumpuk padi di sawah mereka. Namun, saat banjir, padi itu terbawa air. “Di jalan, mereka terpaksa memungut batang padi yang sudah diikat dengan karet,” kata Pandi.
Kelurahan Sepaku masuk wilayah ring satu atau kawasan inti pusat pemerintahan di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Rumah Pandi berjarak kurang-lebih 1 kilometer dari titik nol IKN. Rumah Pandi juga dekat dengan hulu Sungai Sepaku.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Penajam Paser Utara mengatakan banjir melanda tiga RT di Kelurahan Sepaku. Hujan berintensitas tinggi di daerah hulu mengakibatkan banjir kiriman yang membuat air Sungai Sepaku meluap. Hal ini berdampak pada naiknya tinggi muka air pada rumah warga di kelurahan yang berada di area rendah dan sekitar bantaran sungai.
Kawasan RT 03 Sepaku menjadi daerah yang paling parah tergenang banjir. Sebanyak 20 rumah terkena dampak banjir dengan tinggi air 40-50 sentimeter. BPBD mencatat, pada 2019 hingga Januari 2022, banjir terjadi 15 kali di beberapa wilayah Sepaku, seperti di Desa Sukaraja, Karang Jinawi, Binuang, Kelurahan Sepaku, dan Kelurahan Pemaluan.
Kepala Suku Adat Balik Kelurahan Pemaluan, Jubain, mengatakan bahwa daerahnya juga dilanda banjir. Dari enam RT, ada dua RT yang terkena dampak di Kelurahan Pemaluan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara. Dua RT tersebut berada dekat dengan aliran sungai. Menurut Jubain, banjir kali ini merupakan yang terparah sejak 2010. "Mungkin ketinggiannya bisa mencapai 1,5 meter,” kata Jubain.
Dia menuturkan daerah yang terkena dampak banjir di dua RT tersebut termasuk dataran rendah yang berada di kaki bukit dan dekat bantaran sungai. Dia menduga banjir terjadi karena kegiatan perusahaan hutan tanaman industri (HTI) di hulu sungai. "Mereka merusak hutan kami," ujar Jubain.
Kepala Adat Suku Balik Kelurahan Sepaku, Sibukdin, mengatakan bencana banjir terjadi sejak adanya eksploitasi lahan di wilayah hulu Sungai Sepaku pada 1960-an. Hal itu membuat sungai menjadi dangkal dan menyempit. “Sejak itu setiap dua-tiga tahun di kawasan ini sering dilanda banjir,” kata Sibukdin.
Menurut Sibukdin, banjir di Sepaku diperparah dengan pembangunan proyek IKN. Dia menuturkan, sejak ada proyek IKN, banjir di kawasan Sepaku surut lebih lama. Lambatnya air surut, dia menduga, terjadi karena pembangunan Intake Sungai Sepaku yang disiapkan sebagai penyuplai air baku IKN. Lokasi proyek Intake Sepaku bersebelahan dengan sawah-sawah warga.
Berdasarkan catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional, luas kawasan ring satu IKN mencapai 180.965 hektare. Di area ini terdapat 162 konsesi pertambangan, perusahaan HTI, perusahaan pemilik hak pengusahaan hutan (HPH), perkebunan sawit, proyek PLTU batu bara, hingga kawasan properti. Sebanyak 158 dari 162 konsesi ini merupakan batu bara yang masih menyisakan 94 lubang tambang yang menganga.
Pohon Endemik Berganti dengan Tanaman Industri
Peneliti dari Jatam Kalimantan Timur, Pradarma Rupang, mengatakan Kecamatan Sepaku sebagai kawasan inti IKN memiliki tingkat ancaman banjir yang tinggi. Dia menjelaskan, hujan dengan intensitas tinggi selalu menyebabkan banjir di kawasan ring satu IKN, yakni Sukaraja, Sepaku, Bumi Harapan, dan Pemaluan.
Penyebabnya, dia menduga, eksploitasi lahan oleh perusahaan HTI di hulu sungai yang membuat kekuatan tanaman penyangga untuk menahan air berkurang. "Pohon endemik Kalimantan Timur sudah berganti menjadi tanaman industri,” kata Pradarma. “Pergantian itu mengakibatkan bentang alam mengalami degradasi sehingga air langsung turun ke sungai.”
Pradarma memprediksi proyek IKN membuat banjir makin sering terjadi. Sebab, banyak pohon yang bakal ditebang. Dia mengatakan pemerintah sebetulnya memiliki rencana untuk mengendalikan banjir dengan membangun proyek Intake Sungai Sepaku. “Sayangnya, pembangunan ini juga menyebabkan banjir. Bahkan merusak makam leluhur dan situs ritual suku adat Balik,” ujarnya.
Peneliti dari Forest Watch Indonesia (FWI), Anggi Prayogi Putra, mengatakan lembaganya sudah memperingatkan akan adanya potensi bahaya banjir yang tinggi di daerah IKN sejak 2019. Namun pemerintah tidak menghiraukannya.
Analisis FWI pada 2021 menyebutkan banjir di Kelurahan Sepaku disebabkan oleh intensitas air hujan yang tinggi, kelerengan, dan perubahan tutupan hutan.
Adapun faktor utama terjadinya banjir, menurut analisis lembaga pegiat lingkungan itu, adalah aktivitas industri ekstraktif dan pembangunan proyek IKN. “Curah hujan tinggi memang menjadi salah satu faktor, tapi bukan pemicu banjir,” ujar Anggi.
Dia menjelaskan, area di sekitar kawasan ring satu IKN sudah dikuasai industri ekstraktif, seperti pertambangan, HPH, HTI, dan kebun sawit.
Eksploitasi lahan tersebut membuat pohon endemik sebagai penyangga utama air hujan digantikan atau menghilang.
Hal itu mengubah tutupan hutan sehingga daya serap daerah aliran sungai (DAS) berkurang.
“Berbeda kalau tutupan hutan masih terjaga. Air akan disimpan dan tidak akan langsung dibuang ke bagian tengah atau hilir,” ujarnya.
(SELENGKAPNYA baca 👉 Koran TEMPO, Senin 20-03-2023)