Menjegal Israel di Piala Dunia U-20
Menjegal Israel di Piala Dunia U-20
Penolakan atas kehadiran tim Israel dalam Piala Dunia U-20 2023 meluas. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan pemerintah seharusnya menolak kedatangan Israel karena politik luar negeri Indonesia yang mendukung kemerdekaan Palestina.
"Kalau ada bendera Israel berkibar di Indonesia, mengecewakan," kata Sudarnoto Abdul Hakim, Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri MUI, kepada Tempo, Kamis, 9 Maret 2023.
Sudarnoto mengatakan dukungan publik terhadap kedaulatan Palestina telah berakar kuat. Demikian pula penolakan atas segala hal terkait dengan Israel, yang menduduki wilayah dan mengusir penduduk Palestina. Menurut dia, penolakan keikutsertaan Israel dalam kompetisi sepak bola junior terakbar itu bisa bereskalasi menjadi konflik.
Piala Dunia U-20 merupakan kejuaraan kelompok umur di bawah 20 tahun yang dilaksanakan oleh federasi sepak bola dunia (FIFA). Perhelatan ini merupakan panggung akbar pertama bagi calon bintang dunia. Lionel Messi, misalnya, menjadi pencetak gol terbanyak dalam Piala Dunia U-20 2005 di Belanda. Pemain terbaik dunia itu juga membawa Argentina sebagai kampiun.
Untuk pertama kalinya sejak turnamen dua tahunan ini bergulir pada 1979, Indonesia menjadi tuan rumah. Perhelatan ke-23 akan berlangsung mulai 20 Mei hingga 11 Juni 2023. Akan ada 24 negara peserta. Indonesia sebagai tuan rumah menjadi satu-satunya wakil Asia Tenggara. Sejumlah negara dipastikan lolos, antara lain Italia, Prancis, Inggris, Slovakia, Amerika Serikat, Honduras, dan Israel.
Pengamat sepak bola Firzie Idris mengatakan Piala Dunia U-20 ini menjadi ironi bagi Israel. Sebab, ini pertama kalinya mereka lolos kualifikasi, setelah menjadi finalis Kejuaraan U-19 Eropa pada Juli tahun lalu. Meski berlokasi di Timur Tengah, Israel hijrah ke Federasi Sepak Bola Eropa (UEFA) sejak pertengahan 1970-an akibat penolakan sejumlah negara Islam di Asia. Kini, mereka malah harus bertanding di Indonesia, negara berpenduduk muslim terbesar.
Penolakan terhadap Israel dalam Piala Dunia U-20 muncul sejak tahun lalu, tak lama setelah tim Bintang Daud itu memperoleh tiket lewat Kejuaraan U-19 Eropa. Medical Emergency Rescue Committee (Mer-C)—lembaga kemanusiaan kegawatdaruratan medis—tercatat sebagai penyuara pertama. Alasannya, kurang-lebih sama, kehadiran Israel sebagai bentuk pengakuan sekaligus mencederai perjuangan Palestina.
Sejak konflik Israel-Palestina pecah pada 55 tahun silam, Indonesia mendukung penuh kemerdekaan Palestina. "Kali ini, pemerintah seharusnya menyatakan sikap," kata Sarbini Abdul Murad, Ketua Presidium Mer-C, kepada Tempo.
Dia mengatakan telah berupaya menemui berbagai pejabat pemerintah. Mereka juga akan menyatakan penolakan tersebut lewat surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo. Melihat penolakan meluas, Mer-C akan menggandeng organisasi lain yang berpandangan sama. “Masih dirembukkan apa yang akan dilakukan ke depan,” kata Sarbini.
Muhammadiyah termasuk organisasi masyarakat yang ikut menolak. Muhyiddin Junaidi, Ketua Lembaga Hubungan dan Kerja Sama Internasional Pimpinan Pusat Muhammadiyah, mengatakan para pengurus ormas Islam sempat mengagendakan pertemuan untuk membahas isu ini pada Kamis lalu. Pertemuan itu sedianya berbarengan dengan kunjungan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. ke kantor MUI. Namun dibatalkan.
Saat dimintai konfirmasi kemarin, Menteri Mahfud mengatakan belum ada agenda pertemuan dengan ormas Islam. Apalagi untuk membahas isu khusus, seperti kehadiran Israel dalam Piala Dunia U-20.
Kementerian Luar Negeri mencoba meredam penolakan tersebut. Teuku Faizasyah, juru bicara Kementerian Luar Negeri, mengatakan kehadiran Israel tidak akan menggoyahkan posisi Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina. “Indonesia menjadi bagian dari sedikit negara yang konsisten mendukung perjuangan Palestina,” kata dia di kantornya, kemarin.
Menurut Faizasyah, Indonesia hanya berperan sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. Sementara itu, seluruh aturan ditetapkan oleh FIFA.
Konsekuensi Tuan Rumah
Pengamat sepak bola Mohammad Kusnaeni mengatakan, sebagai tuan rumah, Indonesia harus menerima berbagai konsekuensi dari aturan FIFA, termasuk kehadiran Israel. Absennya hubungan diplomatik tak dapat dijadikan alasan oleh Indonesia untuk menolak Israel.
“Pilihannya hanya ada dua, menerima aturan itu atau memutuskan berhenti jadi tuan rumah,” ujar Kusnaeni. Mundur dari kepanitiaan, dia melanjutkan, akan merugikan Indonesia karena telah mempersiapkan perhelatan ini sejak 2019.
Kusnaeni malah mengkritik FIFA yang tetap mengikutsertakan Israel. FIFA selalu berdalih pantang mencampuradukkan sepak bola dan politik saat membahas Israel. Namun mereka dengan sigap mencoret Rusia dari semua agenda FIFA pasca-invasi ke Ukraina. "Ini merupakan bentuk ketidakadilan dan standar ganda," katanya.
Menurut Kusnaeni, penolakan akan kehadiran suatu negara merupakan hal lazim dalam sepak bola. Dia mencontohkan, tim Kosovo bakal ditolak bermain di Serbia, Rusia, dan sejumlah negara Eropa. Namun tidak akan menjadi masalah jika bertanding di Indonesia atau negara lain di Asia.
Adapun Firzie Idris mengatakan pemerintah dapat mengambil langkah antisipatif dengan menempatkan Israel di Bali, yang relatif minim penolakan.
Piala Dunia U-20 akan berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno (Jakarta), Jakabaring (Palembang), Si Jalak Harupat (Bandung), Manahan (Solo), Gelora Bung Tomo (Surabaya), dan Kapten I Wayan Dipta (Bali).
Muhadjir Effendi, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan Pengarah Panitia Piala Dunia U-20, mengatakan persiapan terus dilakukan. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sedang membenahi stadion sesuai dengan catatan kekurangan yang diberikan FIFA. “Pada 31 Maret, FIFA bersama PSSI akan melakukan pembagian grup di Bali,” kata Muhadjir kepada Tempo. Namun dia menolak berkomentar saat ditanya soal Israel.
(Sumber: Koran Tempo, 11-3-2023)