NEGARA KHILAFAH TIDAK ADA PAJAK TAPI RAKYAT MAKMUR
Di zaman Nabi dan Khalifah, kalau negara butuh apa-apa ditawarkan kepada masyarakat untuk menyumbang membiayai kepentingan umum.
Negara hanya boleh memungut zakat dan jizyah, itupun nilainya di bawah 10% dari kekayaan mengendap mereka. Bahkan jika negara adalah amilin maka hanya berhak memakai 12,5% untuk operasional dan gaji pegawai pemerintahan. 12,5% lagi untuk militer (fisabilillah). Sisanya benar-benar dikembalikan kepada masyarakat.
Sumber pembiayaan lain adalah dari hasil pampasan perang dan eksploitasi SDA, dimana Khalifah bagi hasil dengan para saudagar.
Tidak ada pajak, tidak ada potongan lainnya. Karena harta manusia (baik Muslim atau bukan) dilarang diambil secara haram. Kecuali mereka sendiri yang sukarela.
Mungkinkah sistem begitu diterapkan?
Ya mungkin saja. Para pegawai negeri harus benar-benar jadi abdi negara dan berusaha zuhud, sebaliknya dari sudut pandang negara wajib mencukupi mereka. Memberi rumah, kendaraan dan gaji cukup.
Adapun pembangunan insfrastruktur, perbaikan jalan, tol, fasum, pengembangan sains, pendidikan diserahkan sepenuhnya pada donasi sukarela publik, dimana jaminannya dapat pahala jariyah. Laporan jelas dan harganya proporsional.
Saya yakin kalau ini diterapkan pemasukan negara saja bisa 2x lipat daripada pajak.
Jangan bilang ini utopia, 14 abad lalu telah dipraktekkan dan membuat Muslim menjadi superpower selama lebih dari 1000 tahun. Padahal asalnya hanya dari kaum jahiliyah di tengah gurun.
Justru kerakusan pada upeti, kezhaliman dan penyimpangan dari sebagian Khalifah yang membuat Muslim melemah.
(Pega Aji Sitama)