Mencuci Tangan, Ajaran Nabi Yang Diakui Dunia Kesehatan
𝐌𝐞𝐧𝐜𝐮𝐜𝐢 𝐓𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧
Terlampir adalah foto koloni bakteri yang diambil oleh seorang teknisi laboratorium bernama Tasha Sturm. Koloni bakteri yang tumbuh di cawan petri, berasal dari jejak tangan anaknya yang berusia 8 tahun setelah anaknya itu bermain sekira satu jam di luar rumah…
Mungkin masih ingat betapa cuci tangan menjadi sangat penting pada masa Pandemi CoViD-19 pada tahun 2020-2022 lalu.
Cuci tangan ini baru dalam 150 tahun ini saja menjadi penting, karena bahkan para dokter aḥli bedah pada sebelum pertengahan Abad XIX tidak mencuci tangan mereka sebelum melakukan tindakan operasi…!
Adalah dr Oliver Wendell Holmes (1841–1935) dari Amrik yang dengan tegas menyatakan bahwa "dokter adalah agen kematian, kecuali apabila mereka mencuci tangan dan pakaiannya untuk menghindari penularan demam nifas". Sedangkan dr Ignáz Fülöp Semmelweis (1818–1865) dari Hongaria adalah orang pertama yang secara statistik membuktikan sifat menular dari penyakit demam nifas pada tahun 1847.
Bahkan para aḥli kesehatan modern memperkirakan bahwa 60%-70% dari total 750.000 tentara yang mati selama US Civil War (Perang Saudara) tahun 1861-1865 adalah disebabkan karena penyakit, termasuk yang karena infeksi paska operasi akibat praktek medis yang tidak higenis.
Hal ini berbeda jauh dengan Perang Dunia I yang terjadi 50 tahun kemudian (1914-1919) di mana jumlah kematian akibat infeksi ini sudah turun sangat drastis karena praktek mencuci tangan dan membersihkan peralatan medis sebelum operasi sudah diyakini kemanfaatannya.
Namun…
Sebenarnya Islām telah lebih dulu ribuan tahun mengajarkan betapa pentingnya mencuci tangan itu.
- Baginda Nabī ﷺ mengajarkan untuk mencuci tangan ketika bangun dari tidur
Kata Baginda Nabī ﷺ:
إِذَا ٱسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلاَ يَغْمِسْ يَدَهُ فِي ٱلإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلاَثًا فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ
“Apabila salah seorang di antara kalian bangun dari tidurnya, maka jangan mencelupkan tangannya ke dalam bejana sebelum ia mencucinya 3x, karena ia tidak mengetahui di mana ia meletakkan tangannya semalam.” [HR al-Buḳōriyy no 162; Muslim no 278].
- Baginda Nabī ﷺ mengajarkan untuk mencuci tangan ketika hendak makan dan sesudah makan
Dalam hadits dari Aisyah RA, beliau berkata:
كَانَ رَسُولُ ٱللَّـهِ ﷺ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ وَهُوَ جُنُبٌ تَوَضَّأَ وَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ أَوْ يَشْرَبَ - قَالَتْ - غَسَلَ يَدَيْهِ ثُمَّ يَأْكُلُ أَوْ يَشْرَبُ
“Rasulullah ﷺ apabila Beliau ingin tidur dalam keadaan junub, Beliau berwuḍū’ dahulu. Adapun ketika Beliau ingin makan atau minum, Beliau mencuci kedua tangannya, baru setelah itu Beliau makan atau minum.” [HR Abū Dāwud no 222; an-Nasāiyy no 257].
Di dalam riwayat yang lain, Abu Hurairah RA mengatakan:
أَنَّ رَسُولَ ٱللَّـهِ ﷺ أَكَلَ كَتِفَ شَاةٍ فَمَضْمَضَ وَغَسَلَ يَدَيْهِ وَصَلَّى
“Bahwasanya Nabī ﷺ memakan daging bahu kambing, kemudian Beliau berkumur-kumur, mencuci kedua tangannya, baru setelah itu Sholat.” [HR Ibnu Mājah no 405; Aḥmad no 8688].
Jadi mencuci tangan itu adalah bukan sekedar Sunnah Baginda Nabī ﷺ yang ḥukumnya adalah sunnah (melakukannya berpahala), akan tetapi bisa jadi ia ḥukumnya menjadi wajib di zaman ini karena kita telah tahu berbagai penyakit baik virus maupun kuman ternyata transmisinya adalah melalui "tangan yang kotor".
Demikian, semoga bermanfaat.
(Arsyad Syahrial)