@import url('https://fonts.googleapis.com/css2?family=EB+Garamond:ital,wght@0,400..800;1,400..800&display=swap'); body { font-family: "EB Garamond", serif; }

SERUAN JIHAD YANG TIDAK LAKU

AtTWKNDdqbJGToINAHoyMnwJsHuZqvXNqCPSPRrjivZC SERUAN JIHAD YANG TIDAK LAKU
SERUAN JIHAD YANG TIDAK LAKU

Ketika Syekh Ali al-Qaradaghi, Sekjen Persatuan Ulama Sedunia, kembali menegaskan kewajiban jihad di Palestina, saya membayangkan seruan itu akan menjadi pemantik semangat bagi umat Islam di seluruh dunia. Apalagi, fatwa tersebut bukan hal baru—ia telah disampaikan sejak 1948, bersamaan dengan awal pendudukan tanah suci Al-Quds.

Namun saya keliru.

Reaksi yang muncul sungguh mengejutkan. Darul Ifta’ Mesir langsung mengkritik keras pernyataan tersebut. Lebih menyedihkan, banyak tokoh dan cendekiawan muslim—baik dari dalam maupun luar negeri—ikut mempertanyakan legitimasi seruan jihad itu. Bahkan mufti Mesir menilai fatwa tersebut tidak bertanggung jawab dan tidak sah karena tidak dikeluarkan oleh otoritas resmi negara.
AtTWKNDdqbJGToINAHoyMnwJsHuZqvXNqCPSPRrjivZC SERUAN JIHAD YANG TIDAK LAKU
Saya hanya bisa menggelengkan kepala. Apakah semangat jihad sudah sebegitu layunya dalam jiwa umat ini?

Padahal, jihad bukan hanya tentang perang bersenjata. Ia adalah kesungguhan membela kebenaran, mempertahankan kehormatan umat, dan menyelamatkan mereka yang tertindas. Dalam konteks Palestina, semua dalil syar‘i—baik dari Al-Qur’an, hadits, maupun sirah Rasulullah SAW—jelas menegaskan kewajibannya. Masihkah kita butuh alasan lain?

Yang lebih menyakitkan adalah kenyataan bahwa mereka yang begitu cepat mengkritik fatwa jihad ini justru diam seribu bahasa ketika:

Mesir menutup perbatasan Rafah, satu-satunya akses bantuan ke Gaza;

Uni Emirat Arab mengadakan acara buka puasa bersama tokoh-tokoh rezim Zionis;

Yordania dan Mesir mengizinkan wilayah udaranya dipakai untuk operasi militer Zionis;

Arab Saudi sibuk menggelar konser dan pertunjukan mode saat Gaza diluluhlantakkan;

Para pemimpin perlawanan Palestina seperti Ismail Haniyeh dan Yahya Sinwar diburu, diserang, dan dibunuh.
Tidak ada kecaman. Tidak ada pernyataan. Hanya diam.

Laa hawla wa laa quwwata illa billah.

Inilah bukti nyata keberhasilan ghazwul fikr—perang pemikiran—yang telah lama dirancang musuh Islam. Dulu, jihad adalah bara semangat dalam dada para pemuda Muslim. Kini, ia dipelintir, dicurigai, bahkan dimatikan oleh umat sendiri. 

Sebagaimana pernah diwasiatkan Raja Louis IX, "Tidak mungkin mengalahkan umat Islam lewat perang. Agama mereka mendorong mereka untuk melawan, berjihad, mengorbankan jiwa... Kita harus mengubah strategi: taklukkan mereka lewat pikiran dan jinakkan mereka melalui pengaruh pemikiran."

Dan kini, kita melihat hasilnya dengan jelas.

Namun saya percaya, semangat jihad tidak akan pernah benar-benar mati. Ia tetap hidup dalam diri siapa saja yang menulis, berbicara, berdakwah, menyumbangkan bantuan, menyuarakan kebenaran, atau berdiri membela Palestina. Setiap langkah yang kita ambil demi mereka, itulah bentuk jihad kita.

"Berangkatlah kalian (untuk berjihad) baik dalam keadaan ringan maupun berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwa kalian di jalan Allah. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui." (At-Taubah, 9:41)

Wahai umat Islam, bangkitlah. Jangan menjadi umat yang bisu di hadapan kezaliman. Tunjukkan bahwa kita peduli. Lawan dengan apa pun yang kita mampu. Sebab di akhirat kelak, kita pasti akan ditanya: Apa yang telah kamu lakukan untuk saudara-saudaramu di Palestina?

(Alfaqir Aki Omar)