Budi Arie dan Hasto
Oleh: Erizal
Jokowi disebut-sebut akan menjadi Ketua Umum PSI (Partai Solidaritas Indonesia). Sementara itu Ketua Umum Projo (Pro Jokowi), Budi Arie Setiadi, disebut-sebut menerima aliran dana kasus Judol (Judi Online) sebesar 50% di dalam surat dakwaan terdakwa kasus Judol, kemarin.
Dua berita yang berbeda, tapi bisa disatukan menjadi makna yang sama. Pertama, tidak usahlah Jokowi jadi Ketua Umum PSI yang hanya akan menenggelamkan PSI dan Jokowi saja. Kedua, Jokowi harus menjadi Ketua Umum PSI untuk melepaskan keterkaitan, kedekatan, dengan Projo atau Budi Arie Setiadi, yang sudah terlalu dekat dengan Jokowi.
Merah kata Jokowi, merah kata Projo. Projo setia di garis rakyat. Omon-omon saja. Sebentar lagi rakyat akan muntah mendengar slogan itu, kalau terbukti Budi Arie Setiad terlibat kasus Judol sesuai surat dakwaan itu.
Kalau 50 persen jatah seseorang dari keuntungan yang diperoleh dalam suatu proyek, itu tak bisa lagi disebut sebagai jatah preman, uang aman, atau sekadar uang tips. Itu sudah merupakan pemegang saham tunggal, bosnya, pemilik proyek.
Kalau proyek itu suatu bisnis ilegal, maka dialah sesungguhnya aktor intelektualnya. Kira-kira demikianlah peran seorang Budi Arie Setiadi dalam kasus Judol, kalau benar apa yang diungkapkan dalam surat dakwaan terdakwa kasus Judol, kemarin itu.
Dalam suatu podcast Jaksa Agung ST Burhanuddin, pernah memberi sinyal bahwa bakal ada yang berada di level atas menjadi tersangka. Tapi sampai saat ini, tak ada juga yang diumumkan. Dalam suatu podcast juga, Budi Arie mengaku tak terlibat kasus Judol ini. Ia akan membantu mengungkap Judol ini, setelah diperiksa polisi. Tapi kata Kapolri, Budi Arie bisa diperiksa kembali.
Hasto Kristiyanto saja, yang kasusnya saat ini masih disidangkan, tak ada anak buahnya yang secara terang terangan berani, mengungkapkan keterlibatan dirinya di dalam surat dakwaan. Kasusnya sudah lama, sudah pula diputus dan para terpidana sudah pula menjalankan hukumannya. Tapi Hasto tetap tak selamat dari kejaran KPK. Ia dituduh KPK sebagai aktor intelektual, bahkan melakukan perintangan penyidikan, perintangan hukum.
Ini Budi Arie Setiadi, bekas anak buahnya ditangkap Polisi kasus Judi Online dan saat ini kasusnya sedang disidangkan di Pengadilan, jangankan menutup-nutupi perannya dalam kasus Judol ini, bahkan mereka berani terus terang mengungkapkan peran serta Budi Arie di dalam surat dakwaan.
Dan tak tanggung-tanggung Budi Arie disebut menerima 50% jatah dari Judol itu. Berarti, itu proyek dia. Masak Budi Arie bisa selamat, Hasto saja tak bisa selamat?
Belajar dari Hasto Kristiyanto dan Budi Arie Setiadi, kalau boleh dikatakan begitu, kalau kita berkasus, maka tetap tenanglah kita. Bantah sejadi-jadinya bahwa kita tak terlibat. Yang terlibat hanya anak buah kita. Stop sampai di situ saja. Tetap katakan bahwa kita setia di garis rakyat. Kita berjuang untuk rakyat. Terserah nanti, kalau dunia di sekitar kita, justru membuktikan hal yang sebaliknya.
Lihatlah, betapa tenangnya Budi Arie Setiadi saat kasus Judi Online ini terbongkar. Bekas para anak buahnya diseret Polisi, dia tetap tenang mengatakan tak terlibat. Kasus Hasto bisa berlanjut agaknya karena yang berkuasa berganti. Penopang sudah runtuh. Apakah kasus Judol yang menyebut nama Budi Arie ini harus menunggu dulu pihak yang berkuasa berganti? Prabowo mengatakan dengan tegas, tak pandang bulu memberantas korupsi.
Pakar hukum TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang), Yenti Ganarsih, saat diwawancarai tvOne merasa heran, kenapa nama Budi Arie Setiadi yang masuk dalam surat dakwaan, tapi ia belum menjadi tersangka. Seharusnya ia sudah menjadi tersangka, "kata Yenti Ganarsih agak keheranan.
Ini bukan lagi pemberitaan media, apalagi sekadar isu atau rumor belaka. Ada pula yang berani mengatakan framing. Framing dari Hongkong. Memang surat dakwaan bisa di-framing? Berani betul anak buahnya itu?
Yang mengherankan juga pasal TPPU itu sendiri tak diterapkan sejak awal dalam kasus Judol ini? Bagaimana bisa menelusuri jatah yang 50% buat Budi Arie, 30% dan 20%, untuk para terdakwa lainnya, tanpa penerapan pasal TPPU?
Di akhir wawancara tak lupa Yenti Ganarsih mengingatkan Waketum Projo, Freddy Alex Damanik, yang menjadi lawan bicaranya, bahwa ini masalah yang serius bagi Budi Arie.
Kasus Judi Online ini pertama sekali diungkapkan oleh Kepolisian di awal Pemerintahan Prabowo. Begitu menggebu-gebu, sehingga muncullah harapan publik akan adanya pembersihan. Belasan pegawai Komdigi yang dulu bernama Kominfo dijadikan tersangka.
Tapi saat tak kunjung sampai ke atas, publik mulai curiga, pasti ada sesuatunya? Tapi mana ada yang berani buka mulut? Hanya menjadi pembicaraan warung kopi saja. Tapi saat masuk menjadi surat dakwaan, publik mulai terkejut lagi, apakah memang ada sesuatunya?
Antara penyidikan dan penuntutan seperti ada yang berbelok arah. Seperti ada yang membatasi, tapi ada pihak juga yang ingin mengungkapkan. Lagi-lagi pakar TPPU Yenti Ganarsih keheranan. Apakah sebab ini Kejaksaan dijaga oleh TNI? Ada apa sesungguhnya?
Memang, tak mudah bagi Prabowo melakukan tindakan yang mendasar, kalau yang bermasalah itu orang-orang di sekitarnya. Tapi sejauh ini Prabowo masih bisa dapat 6 dari 10 yang ingin diraihnya. Prabowo terus bergerak ke depan, meski tak secepat yang diinginkan. Prabowo terus mengulang komitmen pemberantasan korupsinya yang tanpa pandang bulu.
Terakhir, terlihat andalannya tertumpu pada dua institusi, yakni Kejaksaan dan TNI. Bukannya tak percaya institusi lain, melainkan Prabowo agaknya harus membuat skala prioritas. Surat dakwaan yang jelas-jelas menyebut bagian Budi Arie Setiadi, tapi faktanya tak terlihat pemeriksaan yang serius terhadap yang bersangkutan, memang ada tanda tanya besar yang tak bisa dijawab, bahkan oleh pakar TPPU sekelas Yenti Ganarsih sekalipun. Disebut, tapi tak disentuh.
Sebetulnya, tak hanya Budi Arie Setiadi saja yang harus hati-hati seperti dikatakan pakar hukum TPPU, Yenti Ganarsih. Tapi juga harusnya Jokowi. Kendati dianggap agak kejauhan, tapi kedekatan Jokowi dan Budi Arie berserta Projo-nya, itu tak bisa dianggap enteng. Publik kita paling jago kait mengkaitkan. Yang tak terkait saja bisa terkait, apalagi yang benar-benar terkait.
Apa yang ada dalam surat dakwaan itu bukanlah opini warung kopi yang tak ada konsekuensi hukumnya. Itu sama sekali tak main-main. Munculnya nama Budi Arie dalam surat dakwaan, bisa jadi semacam kompromi politik tersendiri pula untuk mengikuti saja jalur hukum normal seperti yang dikatakan Kepala PCO, Hasan Nasbi. Sudah tak bisa dihilangkan, tapi tak bisa juga diambil tindakan tegas. Akhirnya mengikuti seperti air mengalir saja dulu.
Bisa jadi Jokowi mulai agresif melaporkan terkait ijazahnya yang belakangan heboh, karena pusing juga melihat kasus Budi Arie ini. Pengalihan isu, kata orang. Mulai terpikir pula untuk menjadi Ketua Umum PSI. Mendirikan partai dengan kasus seperti yang terkena Budi Arie ini, bukanlah jawaban yang bagus. Politik itu persepsi, bukan bukti-bukti.
Makanya seperti pelaporan masalah ijazah itu, termasuk juga menjadi Ketua Umum PSI, sebaiknya jangan dulu. Istilah lainnya, hanya mempertinggi tempat jatuh saja. Tulisan Dahlan Iskan yang pernah saya baca bagus sekali, bahwa orang kuat memang sulit tumbang oleh orang luar. Orang kuat tumbang dengan sendirinya.
Saya tak mengatakan itu akan berlaku kepada Pak Jokowi, tapi semua nasihat yang baik itu layak untuk dipertimbangkan.