@import url('https://fonts.googleapis.com/css2?family=EB+Garamond:ital,wght@0,400..800;1,400..800&display=swap'); body { font-family: "EB Garamond", serif; }

Jokowi mulai ditinggal loyalisnya

Maruarar Sirait mantap menjawab akan tetap bersama Prabowo kalau nanti Jokowi atau Gibran Jokowi mulai ditinggal loyalisnya
Loyalis Jokowi Memilih Bersama Prabowo

✍️Erizal

Saat ditanya Akbar Faizal, dalam podcast Akbar Faizal Uncensored, Maruarar Sirait mantap menjawab akan tetap bersama Prabowo kalau nanti Jokowi atau Gibran berpisah jalan dengan Prabowo tahun 2029.

Jawaban Bang Ara itu--panggilan akrab Menteri Perumahan ini--rasanya mewakili banyak pilihan orang, yang kemarin memilih Prabowo atau Gibran.

Bukan karena Bang Ara saat ini adalah kader Partai Gerindra, melainkan karena pilihan kepada Prabowo adalah pilihan yang paling tetap untuk saat ini dan ke depan. Jokowi atau Gibran pilihan tepat di masanya. Tapi tidak untuk masa depan.

Tak ada keragu-raguan sedikitpun dari jawaban yang diberikan Maruarar Sirait kepada Akbar Faizal saat disuruh memilih antara Prabowo atau Jokowi-Gibran.

Padahal semua orang tahu bahwa Bang Ara adalah loyalis Jokowi, dan bukan Prabowo. Bang Ara baru bergabung dengan barisan Prabowo beberapa bulan sebelum pencoblosan.

Tanpa berpikir panjang, Maruarar Sirait langsung berpamitan pada PDIP dan masuk ke Gerindra. Dengan jawaban yang tegas bahwa dia akan memilih Prabowo, berarti dia membantah sebagai orang titipannya Jokowi.

Maruarar Sirait pasti akan dikatakan pengkhianat oleh para pendukung setia Jokowi-Gibran. Jangankan Bang Ara, Prabowo pun akan dikatakan pengkhianat oleh mereka.

Prabowo menjadi Presiden semata-mata karena Jokowi-Gibran. Tanpa Jokowi-Gibran mustahil Prabowo bisa menjadi Presiden. Mereka mau memilih Prabowo hanya karena Jokowi-Gibran, bukan Prabowo.

Dan tak perlu menunggu nanti, saat ini pun sudah mereka katakan hal itu kepada Prabowo. Dua kali melawan Jokowi, terbukti Prabowo kalah dan dianggapnya akan selamanya begitu.

Jokowi-Gibran sendiri belum tentu akan mengambil jalan berbeda dengan Prabowo pada 2029 nanti. Tapi hampir pasti Gibran tak akan diambil lagi mendampingi Prabowo.

Kiranya tak akan ada partai politik yang mau menyorongkan Gibran mendampingi Prabowo seperti dulu, kecuali PSI.

Golkar dan PAN pun, sebagai partai yang saat ini masih terlihat loyal terhadap Jokowi, juga akan berpikir 1000 kali. Daripada menyorongkan Gibran lebih baik mereka menyorongkan diri mereka sendiri. Gibran tak akan bersinar lagi seperti dulu layaknya putra mahkota.

Cuaca politik tak lagi bersahabat dengan Jokowi-Gibran, entah kenapa? Perubahannya begitu cepat. Hasil survei dari lembaga survei terkemuka juga menunjukkan hal itu.

Penurunan tingkat kesukaan terhadap Jokowi, khususnya, begitu tajam, meski belum tembus angka di bawah 50 persen. Jokowi tak berhenti dari dunia politik, usai lengser, salah satu sebabnya.

Jokowi terlibat dalam kampanye Pilkada. Ada yang menang, ada yang kalah. Dan setelah Prabowo-Gibran dilantik, ia terus di lapangan. Gibran langsung pula pasang lagak Presiden, seperti ingin melangkahi Prabowo.

Sawah tak lagi berpematang. Jokowi-Gibran tak segera membuat pematang itu. Ia tak sadar membawa cacat keterpilihan yang selalu diingat 40-an persen pemilih di Republik ini. Ia hanya berpegang pada aturan formal yg berhasil dikangkanginya.

Apa yang dibangunnya selama ini perlahan runtuh seketika. Prabowo membongkar kebobrokan era Jokowi, sadar maupun tidak. Kasus korupsi terbongkar secara masif. Citra pemerintahan Jokowi yang bersih hanyalah omong kosong belaka. Pemerintahan Jokowi jauh lebih bobrok, bertautan pula dengan persoalan hukum yang juga bobrok.

Isu dugaan ijazah palsu paling besar menggerus tingkat kesukaan terhadap Jokowi. Kendati belum terbukti di Pengadilan, tapi isu ini diakui sendiri oleh Jokowi ingin merusak reputasinya.

Sebetulnya, isu itu tak berkaitan dengan isu pemakzulan. Tapi kalau isu ijazah palsu itu tak jelas ujungnya, isu pemakzulan seperti hanya melewati jalan menurun saja.

Melempar ada pihak lain yang memiliki agenda besar politik, apalagi secara spesifik menunjuk hidung pihak lain itu, selain tak menyelesaikan persoalan, juga menambah lawan politik yang justru merugikan Jokowi-Gibran.

Tekad Jokowi ingin bekerja keras membesarkan PSI selain memastikan wadah politik Jokowi, juga bentuk perlawanan politik Jokowi bahwa dia belum selesai, belum habis.

Jokowi ingin membuktikan bahwa masyarakat masih mendukungnya. Bisa terbukti, tapi bisa juga tidak. Ia rentan dikucilkan oleh elit politik, karena pertemanan yang dibangun sebelumnya berpola atasan dan bawahan. Raja dan kawula.

Kini saja hal itu sudah kelihatan. Tak ada lagi elit politik yang terlalu pasang badan terhadap apa yang dihadapi Jokowi-Gibran saat ini. Kecuali, relawan-relawan yang selama ini memang hidup dan menikmati kekuasaan yang diperolehnya.