Terlalu Mahal Harga Penegakan Hukum Untuk Kasus Silfester yang Murahan
Oleh: Erizal
"Justru kasus Silfester Matutina yang divonis 1,5 tahun penjara adalah bukti bahwa hukum tak menjadi alat kekuasaan di era Presiden Jokowi.
Buktinya Silfester Matutina orang dekatnya Presiden Jokowi tetap bisa divonis bersalah, bahkan sampai ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung.
Kalau benar hukum menjadi alat kekuasaan di era Presiden Jokowi, mestinya Silfester bisa bebas dengan mudah."
Logika terbalik seperti ini dilontarkan Waketum Projo, Freddy Alex Damanik di talkshow KompasTV, bersama Roy Suryo dan Susno Duadji.
Tapi Freddy Alex Damanik lupa bahwa yang dilawan, dicemarkan nama baiknya, adalah Jusuf Kalla, yang merupakan Wakil Presiden ketika itu. Satu tingkat saja di bawah Presiden.
Jadi bukan pula bukti bahwa hukum tak menjadi alat kekuasaan di era Presiden Jokowi. Lawan Silfester Matutina ketika itu juga tidak ringan, yakni Wakil Presiden.
Meski orang dekat Presiden, tentu tak bisa juga berbuat banyak. Hukum jalan terus hingga tingkat kasasi dan divonis 1,5 tahun penjara. Hebatnya Silfester, vonisnya tak dieksekusi setelah 6 tahun sampai saat ini.
Selain mengatakan Silfester Matutina bukti hukum tak menjadi alat kekuasaan di era Presiden Jokowi seperti yang dituduhkan banyak pihak, Freddy Alex Damanik juga yang menyuarakan secara terbuka pada Presiden Prabowo agar memberikan amnesti, grasi, atau apa pun itu kepada Silfester Matutina.
Sebab, kasusnya mirip-mirip saja dengan kasus lain yang diberikan amnesti seperti kasus Gus Nur dan Bambang Try, misalnya. Bedanya orang sudah menjalani hukuman, Silfester belum. Bahkan cenderung mengakal-akali sejak awal agar ia tak dieksekusi Kejaksaan.
Masih beruntung, masuk pekan kedua diketahui publik bahwa Silfester Matutina adalah seorang terpidana, ia tak wara-wiri lagi di media seperti dulu.
Bahkan, berani mengaku di hadapan publik sudah menjalani hukuman, padahal belum. Mengaku sudah meminta maaf padahal permintaan maaf tidak sedikitpun menghalangi proses hukum, apalagi menghalangi proses eksekusi.
Secara tak langsung, sebetulnya Silfester sudah membohongi publik juga. Untung pihak Kejaksaan cepat membantah pula, meski sampai saat ini tidak kuasa juga mengeksekusi.
Silfester Matutina ternyata tak sejantan kata-katanya seperti dalam banyak debat di media. Ia belum terbukti bertanggung jawab seperti yang dikatakan Freddy Alex Damanik.
Ia masih lari dari tanggung jawab untuk tidak mengatakan seorang pengecut atau pecundang. Entah di mana ia bersembunyi saat ini? Seperti hilang ditelan bumi.
Apa benar ia sedang mengurus kasus ini supaya tak jadi dieksekusi? Padahal sudah terlambat 6 tahun. Apa benar juga Kejaksaan sedang serius mencarinya? Atau hanya pura-pura mencari agar tak terkesan dibiarkan?
Makin lama Silfester Matutina tak dieksekusi Kejaksaan makin terbukti pulalah kedigdayaan orang yang berada di belakang Silfester dan makin tak berartinya hukum di hadapan seorang Silfester. Citra Kejaksaan juga makin memburuk, karena tak berdaya mengeksekusi seorang Silfester.
Bisa jadi ada deal-deal politik tertentu antara pihak Kejaksaan dan Silfester Matutina karena sedang mengajukan PK dan amnesti kepada Presiden Prabowo. Kalau ditolak, baru dia menyerahkan diri. Padahal semestinya eksekusi saja dulu, sedangkan PK dan amnesti urusan lain lagi.
Memang sudah tak relevan lagi membahas persoalan pencemaran nama baik, fitnah, ujaran kebencian, dan lain-lain itu, sebelum Silfester Matutina dieksekusi ke dalam penjara.
Apakah karena itu pula kuasa hukum Jokowi tak terlalu menggebu-gebu lagi muncul di media membicarakan soal pencemaran nama baik, fitnah, dan ujaran kebencian, untuk kasus ijazah Jokowi?
Percuma saja. Hukum seperti main-main saja. Sudah berbuit-buih berdebat, terdakwa yang sudah menjadi terpidana pun, sudah 6 tahun tak juga dieksekusi. Dan itu dari pihak Jokowi pula. Lalu buat apa?
Silfester Matutina bisa jadi patokan apakah Jokowi masih kuat atau sudah lemah di mata penegak hukum? Bisa juga jadi ukuran apakah hubungan Jokowi dan Prabowo masih baik atau sudah renggang?
Ataukah, hanya sekadar hubungan baik secara pribadi saja dan tak ada lagi hubungan secara aplikatif di belakang itu, apalagi yang berkaitan dengan masalah hukum?
Senang betul Silfester dikaitkan dengan banyak hal di Republik, yang rekam jejak pendidikannya juga tak terlalu jelas. Apalagi kalau dikaitkan dengan baik atau tidaknya hukum di Republik ini. Terlalu mahal harganya untuk sesuatu yang sebetulnya murahan.
