Doakan Joko Widodo Supaya Jangan Hingga Gila
[PORTAL-ISLAM.ID] Setiap masa kepemimpinan memiliki kekurangan serta kelebihannya. Soekarno memiliki kharismatik dan semangat patriotisme yang tinggi. Soeharto berhasil mengukuhkan diri sebagai bapak pembangunan. Abdurahman Wahid memperlihatkan nilai-nilai keadilan sosial. Susilo Bambang Yudhoyono terbukti dalam diplomasi dan mengangkat kesejahteraan masyarakat. Jokowi? Sejauh ini berdasarkan aku menang dari segi pencitraan.
Hal ini aku sampaikan bukan dalam artian membenci pemerintahan, terkhususnya yang terhormat Bapak Presiden Joko Widodo. Saya penting menyampaikan ini sebelumnya, biar aku tidak diciduk di jalan, di rumah, atau dimana pun, alasannya aku dianggap menjelek- jelekkan kepala negara. Saya cuma ingin memakai hak aku sebagai warga negara untuk mengemukakan pendapat yang sebelumnya telah dijamin UU No. 9 Tahun 1998.
Terkait judul di atas, itu sebenar-benarnya isi hati aku kepada Bapak Presiden Joko Widodo sebagai bentuk kecintaan aku kepada beliau. “Doakan Jokowi jangan hingga gila” bekerjsama ialah ucapan yang disampaikan Cak Nun dalam sebuah kesempatan. Sebagai seorang muslim, tentu segala sesuatu yang baik itu aku amini.
Dua tahun sisa pemerintahan Jokowi, ia dipaksa berpikir keras untuk menuntaskan ratusan Proyek Stragis Nasional yang ia janjikan. Jika itu gagal,tidak mungkin lagi ia beralasan semua proyek itu sanggup diwujudkan kalau ia menjadi presiden dua kali. Karena trik yang sama itu, sudah pernah ia coba untuk menuntaskan duduk perkara banjir di DKI Jakarta. Sudah kedaluwarsa dan gampang tertebak.
Baca juga Pancasila Punya Siapa?
Jadi, Jokowi harus berpikir ekstra untuk merealisasikan akad kampanyenya yang menyampaikan pembangunan itu sanggup diselesaikan kalau kita mau bekerja, alasannya uangnya ada. Ya, uang dari hasil ngutang sana-sini dan jual ini itu. Untuk bayarnya? Itu hitung belakangan saja.
Tidak hanya duduk perkara infrastruktur, ia harus memikirkan bagaimana meningkatkan daya beli masyarakat. Semua itu dampak dari kebijakannya yang mencabut semua subsidi dan dialihkan ke proyek-proyek infrastruktur . Harga- harga naik di atas 10 persen, sementara UMR hanya naik maksimal diangka 8 persen. Lalu yang 2 persen lagi mau ditumboki dengan apa?
Dengan semua tekanan itu, masuk akal saja menteri Jokowi acap kali berbicara di luar kapasitasnya sebagai orang yang andal di bidangnya. Contohnya, ketika menteri ditanya terkait duduk perkara harga cabai yang naik, ia menyarankan masyarakat mengurangi konsumsi cabe, atau kalau tidak, tanam saja cabai di halaman rumah masing-masing.
Ada juga menteri yang menyuruh cabut meteran listrik ketika ditanyakan duduk perkara tarif dasar listrik yang membebankan masyarakat kecil. Yang terbaru, menteri Jokowi menyarankan makan keong sawah ketika ditanya terkait harga daging yang meroket tajam.
Baca juga Karena Rakyat Tak Bisa Makan Jalan Tol! Catatan Model Pembangunan SBY-Jokowi
Inilah yang disebut “kegilaan”. Kegilaan masal di Kabinet Kerja Jokowi. Ketika fakta dan data tidak lagi sanggup dihandalkan, maka “nyeleneh” dianggap cara yang paling ampuh untuk menghindari pertanyaan yang tidak sanggup mereka jawab. Jadilah negeri ini menyerupai republik dagelan.
Tentu saja aku sebagai anak bangsa yang juga ikut bertanggungjawab terhadap generasi hari ini,ingin menghimbau Bapak Jokowi untuk menghentikan semua kegilaan ini. Saya berharap Bapak Jokowi untuk lebih jujur, alasannya kejujuran akan mengantarkan kepada kesuksesan.
Tidak usah lagi ada pencitraan ini itu, alasannya semua juga sudah mencicipi penderitaan yang Bapak Jokowi ciptakan. Pencitraan hanyalah sebuah industri manipulasi media. Media untung besar, tapi tidak ada jaminan bagi bapak Jokorwi untuk selalu dicintai media. Semuanya hanya bergantung selera pasar.
Jadilah orang yang bermanfaat biar menjadi orang besar. Jangan menjadi orang besar yang tidak bermanfaat. Karena kalau itu dipaksakan, maka tidak ada alasan untuk tidak menjadi gila.
Penulis: Berry Salam