Menguak Dalang Lgbt Di Indonesia
[PORTAL-ISLAM.ID] Isu wacana LGBT semakin hangat dibicarakan sehabis Mahkamah Konstitusi menolak permohonan somasi LGBT alasannya ialah berdasarkan MK kasus ini tidak mempunyai delik aturan dan yang mempunyai wewenang ialah DPR.
Sebenarnya kasus LGBT di negeri ini sudah begitu marak bahkan beberapa waktu yang kemudian kasus ini sempat menjadi sorotan media asing. Empat Kasus LGBT yang menjadi sorotan media asing, pertama ialah insiden penggerebekan 141 laki-laki diduga homoseksual, di ruko yang diduga sebagai lokasi pesta seks gay di Kelapa Gading, Jakarta Utara menjadi sorotan dunia.
Media absurd dari beberapa benua turut menyoroti insiden tersebut. Dari Asia, artikel berjudul ‘Indonesian police arrest 141 men in Jakarta over ‘gay party’ dipakai oleh media Singapura New Straits Times untuk melaporkan pesta tersebut. Sementara dari Australia, ABC News, melaporkan insiden itu dengan ‘Indonesia police arrest dozens in raid on Jakarta gay sauna’
Kedua, pasangan Gay Aceh yang dieksekusi Cambuk Pasangan. Terdakwa pasangan gay (liwath) berinisial MH (20) dan pasangannya, MT (24), menjalani 80 kali sanksi cambuk di depan umum. Eksekusi sanksi cambuk itu dilaksanakan pada Selasa (23/5/2017) di halaman Masjid Syuhada, Lamgugob, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh.
Pasangan homogen itu didakwa melanggar Pasal 63 ayat 1 juncto Pasal 1 angka 28 Qanun Nomor 6 Tahun 2014 mengenai aturan jinayah. Pasal itu berbunyi, “Setiap orang yang dengan sengaja melaksanakan perbuatan liwath diancam sanksi paling banyak 100 kali cambuk atau denda paling banyak 1.000 gram emas murni atau penjara paling usang 100 bulan.”
Kejadian ini disorot media asal Inggris BBC. Mereka menulis artikel berjudul ‘No place to hide for LGBT people in Indonesia’s Aceh province’ untuk membahas insiden tersebut.
Kasus ketiga ialah Pernikahan Gay di Bali. Pada September 2015, warga Bali dihebohkan dengan ijab kabul pasangan dua laki-laki di sebuah hotel di tempat Ubud Kabupaten Gianyar, Bali.
Pernikahan itu dihadiri seorang pemangku (pemimpin upacara agama Hindu) dan dihadiri oleh kedua orang bau tanah salah satu mempelai pasangan homogen itu. Ulah pasangan beda warga negara ini menciptakan Gubernur Bali Made Mangku Pastika naik pitam.
Kontroversi tersebut mengundang pemberitaan dari media asing. Salah satunya berasal dari Australia, News.com.au. Dalam satu artikelnya, media menuliskan judul ‘Controversy after gay marriage wedding in Bali’ sebagai tajuk pemberitaannya. Mereka menuliskan dari laporan yang mereka terima kemungkinan besar pasangan itu berasal dari Amerika Serikat dan Indonesia.
Keempat ialah pesta Gay Surabaya. Pada awal Mei masyarakat Surabaya dikejutkan dengan pesta gay yang diduga dilakukan di dua kamar di Hotel Oval Surabaya.
Pesta seks gay di Ruang 203 dan 314 itu digerebek jajaran unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Surabaya, Minggu 30 April 2017.
Dalam insiden tersebut sebanyak 14 orang ditangkap. Satreskrim Polresta Surabaya bekerja sama dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya menggelar tes Infeksi Menular Seksual (IMS) terhadap belasan akseptor pesta itu.
Peristiwa ini disorot oleh kantor info Prancis AFP. Mereka menulis judul pemberitaan Indonesian Men Facing 15 Years In Prison For ‘Gay Party’.
Lantas siapa bekerjsama dalang dibalik maraknya LGBT sehingga semakin berkembang sebanding dengan bertambahnya populasi penduduk Indonesia. Dalam hal ini terperinci mustahil lepas dari para tokoh pendukung gerakan LGBT di Indonesia, diantaranya Dede Oetomo.
Dede Oetomo lahir pada tanggal 06 Desember 1953 di Pasuruan, Jawa Timur. Beliau merupakan seorang sosiolog, penggagas AIDS dan penggagas gay di Indonesia. Pada tahun 1978, Dede Oetomo menuntaskan TESOL dan mendapatkan pendanaan dari Ford Foundation untuk berguru linguistik di Universitas Cornell di Ithaca, New york. Dede Oetomo juga mendapatkan beasiswa dari Dewan Riset Ilmu Pengetahuan Sosial (Social Science Research Council) untuk membantunya mengerjakan Thesisnya dari tahun 1983-1984.
Dede Oetomo juga aktif dalam partai politik yang kemudian diketahui bahwa ia merupakan bab dari anggota Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang merupakan Partai Politik pertama di Indonesia yang mencantumkan hak-hak homoseksual dan transeksual.
Tokoh kedua ialah Hartoyo yang merupakan seorang penggagas gay yang menjadi anggota dari Organisasi Ourvoice. Hartoyo berasal dari keluarga transmigran Jawa di Binjai, Sumatra Utara yang lahir pada 3 Maret 1976.
Selain itu, Hartoyo juga pernah bergabung dengan LSM Heifer Indonesia tahun 2002 di Medan. Selama tahun 2002 sampai 2006 bergabung dengan Heifer, Hartoyo bekerja untuk isu-isu pertanian di Medan. Kegiatan ini membawanya berafiliasi eksklusif dengan isu gender, feminisme, dan pluralisme. Dari sinilah Ia mengenal Islam Liberal, yang memperkenalkanya pada pemikiran Abdurrahman Wahid, Nurcholish Madjid, M. Dawam Rahardjo, Abdul Munir Mulkhan, dan lain-lain. Ia juga mulai mengenal penggagas Islam liberal ibarat Adshar Abdalla, Luhfie Assyaukanie, Guntur Romli dan Novriantoni Kahar yang kemudian dianggapnya sebagai para penggagas yang berjasa mengenalkanya pada islam yang ramah, yang memperlihatkan ruang kebebasan untuk berfikir kritis dan berpendapat.
Hartoyo sering aktif mengikuti kegiatan diskusi-diskusi filsafat Islam Liberal yang kemudian memperlihatkan pemahaman wacana pluralisme yang dijadikan modal besar terhadap pemikiranya untuk menyebarkan LSM Ourvoice.
Di samping para tokoh diatas yang ikut andil dalam menyuarakan LGBT, ada satu hal lagi yang sangat penting yaitu pendanaan untuk proyek ini.
Ford Foundation merupakan sebuah organisasi swasta yang didirikan di Michigan dan berpusat di kota New York yang bertujuan untuk mendanai program-program yang diprakarsai oleh Edsel Ford dan Henry Ford pada tahun 1936.
Tahun 2008, Ford foundation mempunyai jumlah aset sampai mencapai US$ 13,7 miliar dan US$ 530 juta disalurkan dalam bentuk hibah untuk proyek yang berfokus pada nilai demokrasi, pengembangan komunitas dan ekonomi, pendidikan, media, seni dan budaya, serta hak asasi manusia. Organisasi ini bergabung dengan Hivos untuk menyediakan sumber pendanaan bagi organisasi-organisasi LGBT. Ford akan terus mengalokasikan dana hibah yang lebih besar untuk memajukan hak LGBT. Beberapa tahun terakhir in diketahui bahwa rata-rata hibah untuk LGBT telah mencapai $230.000.
Kesimpulannya ialah bahwa LGBT mustahil sanggup berkembang dengan pesat di Indonesia kecuali alasannya ialah adanya campur tangan dari beberapa pihak baik partai politik dan para tokoh masyarakat yang memperlihatkan perlindungan. Diantaranya Partai Rakyat Demokratik dan Islam Liberal disamping forum absurd yang bertindak sebagai penyandang dana.
Solusinya, pemerintah harus bertindak tegas bahwa LGBT merupakan sumber kerusakan etika anak bangsa. Selain itu juga harus menciptakan aturan yang terperinci dan baku untuk kasus LGBT meskipun harus bertentangan dengan hak asasi insan sedunia.