Meniru Cara Elegan Soekarno Boikot Israel Dan Amerika


[PORTAL-ISLAM.ID]  Dunia sedang mengecam Amerika Serikat dan Israel, menyusul pernyataan Presiden AS, Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Aksi Bela Palestina yang digelar rakyat Indonesia pada Ahad, 17 Desember 2017 kemarin menjadi bukti kecintaan Indonesia kepada Palestina. Seruan boikot produk-produk AS dan Israel pun bergema.

Aksi mengecam kebiadaban Israel terhadap rakyat Palestina sudah puluhan tahun kemudian dilakukan Presiden pertama RI, Ir Sukarno. Bung Karno merupakan salah seorang pemimpin yang selalu membela usaha bangsa-bangsa tertindas. Ia dikenal sangat gigih membela usaha rakyat Palestina.

Pada 1962, ketika di Jakarta diselenggarakan Asian Games ia menolak kehadiran kontingen Israel. Jakarta terpaksa harus menghadapi konsekuensi dari Komite Olimpiade Internasional (IOC) yang menarik diri sebagai pelindung AG IV. Bahkan, IOC melarang benderanya dikibarkan di Jakarta. Puncaknya, Indonesia keluar IOC. Setahun kemudian, Indonesia menyelenggarakan Ganefo (Games of the New Emerging Forces) di Jakarta, yang sukses besar dan dihadiri 48 negara.

Sebelumnya (1957), ketika kesebelasan PSSI lolos di zona Asia dan tinggal menghadapi Israel untuk ikut ke Piala Dunia, Indonesia menolak untuk main di Jakarta atau di Tel Aviv. Indonesia hanya mau bermain di daerah netral, tanpa lagu kebangsaan. Tapi persatuan sepak bola dunia (FIFA) menolak usul RI. Akibatnya Indonesia terhambat ke Piala Dunia.

Ketika Indonesia keluar dari PBB pada 7 Januari 1964, salah satu alasan Bung Karno adalah, “Dengan menguntungkan Israel dan merugikan negara Arab (termasuk Palestina), PBB nyata-nyata menguntungkan imperialisme dan merugikan kemerdekaan bangsa-bangsa.” Bung Karno yang menuduh PBB merupakan kepanjangan tangan AS dan sekutunya, menamakan PBB lebih buruk dari mimbar omong kosong.

Apa yang dikemukakan presiden pertama RI 40 tahun kemudian sekarang jadi kenyataan. Ketika terjadi aksi Israel ke Palestina dikala ini, PBB hanya menyerukan biar Israel menarik diri dari Palestina. Dan ketika usul ini tidak digubris Israel, PBB bungkam seribu bahasa.

Tapi, tubuh dunia ini bukan saja menawarkan dukungan kepada AS untuk menyerang Irak, malah melaksanakan embargo ekonomi dan perdagangan terhadap Irak semenjak 1991. Tanpa mempedulikan jawaban embargonya ini, ratusan ribu warga Irak termasuk bawah umur meninggal dunia jawaban kekurangan gizi. Seperti juga di Irak, PBB tidak peduli ketika pasukan-pasukan AS atas restunya menyerang Afghanistan, banyak warga sipil tidak berdosa yang jadi korban.

Sampai hari ini AS dalam upaya yang mereka sebut memerangi teroris, tidak segan-segan menghukum negara-negara yang tidak disenanginya. Bung Karno sendiri telah mengkonstatasi adanya bahaya semacam ini.

“Kaum imperialis,” kata Bung Karno, “paling suka menyebut dirinya ‘beradab’. Mereka paling suka menganggap kita-kita ini ‘biadab’, sehingga mereka harus tiba dengan pasukan-pasukannya untuk mengajarkan ‘peradaban’ kepada kita. Dalam mengajarkan ‘peradabatan’ kepada kita, mereka tidak sayang harta dan tidak sayang benda. Dan jikalau kita ‘membandel’ maka dibomnya kita: di bomnya Maluku, Kamboja, Laos, dan Kuba. Pada dikala ini, rupanya yang paling ‘membandel’ bangsa Vietnam. Sehingga bangsa ini setiap hari, setiap menit, dan setiap detik dihujani bom oleh pembawa ‘misi suci’ dari Washington. Kalau ‘misi suci’ itu gagal total, sudah tentu yang salah, katanya, ya kaum ‘biadab’ itu.”

Menurut Bung Karno, “Kaum imperialis tidak akan pernah memperkenankan kemerdekaan tipe Sukarno, Norodom Sihanouk (Kamboja), Mao Tse Tung (RRC), Boumedienne (Aljazair), Jamal Abdel Nasser (Mesir), dan Nkrumah (Ghana).” Mereka hanya ‘merestui kemerdekaan’ orang-orang yang sanggup diatur dan mau menjadi anteknya. Apa yang dinyatakan Bung Karno itu, setidak-tidaknya terlihat dari upaya AS dan Inggris untuk menjatuhkan Presiden Saddam Hussein.

Tidak peduli rakyat Irak masih menyenanginya. Bahkan, Presiden Bush menyebut Iran, Irak, dan Korea Utara alasannya tidak mau tunduk dengan AS, sebagai poros kejahatan yang harus diperangi. Mengenai politik ‘persetan dengan pertolongan Amerika Serikat’ (go to hell with your aid), yang sering dikumandangkan Bung Karno, menyerupai yang dijelaskannya sendiri, ‘bukan berarti Indonesia menolak pertolongan AS.

“Tapi ia tidak mau kalau pertolongan itu disertai syarat-syarat sampai AS sanggup mendikte Indonesia. Apa yang dikemukakan Bung Karno itu, sekarang jadi kenyataan."

Ketika Israel dikala ini menyerang Palestina secara brutal, banyak negara Arab bungkam. Paling-paling hanya mengutuk, alasannya mereka tahu siapa yang berada di belakang negara Yahudi ini. Hingga tidak heran, kalau demo-demo anti Israel juga ditujukan ke kedubes-kedubes Arab di Jakarta meminta biar mereka juga membantu usaha saudaranya, rakyat Palestina.

Oleh: Alwi Shahab
Share Artikel: