Ramai-Ramai Menenggelamkan Jendral Gatot Nurmantyo


[PORTAL-ISLAM.ID] Meski Jendral Gatot Nurmantyo gres akan memasuki masa pensiun pada Maret 2018, tetapi Joko Widodo sudah jauh-jauh hari mencopotnya dari posisi sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia dan menggantinya dengan Marsekal Hadi Tjahjanto.

Jika kita mundur ke belakang, sampai setahun terakhir, harus diakui, nama Gatot Nurmantyo semakin populer, jikalau tak ingin disebut melejit, di kalangan rakyat mulai dari rakyat kebanyakan sampai para elite.

Popularitas Gatot, boleh jadi dipicu pernyataan-pernyataan berani, yang menciptakan kuping beberapa kalangan, termasuk penguasa, memerah.

Dengan lantang, Gatot membela sejumlah agresi tenang umat Islam, bahkan hadir sebagai bentuk konkret kepedulian sekaligus memberi kepastian kepada negara maupun pengamat luar negeri bahwa agresi tenang umat Islam ini aman. Gatot pula yang lantang bicara ketika beberapa penggerak ditangkap dengan tudingan makar. Gatot juga tak segan pasang tubuh dan dimaki penggerak kiri alasannya yaitu keberaniannya berucap soal kebangkitan PKI, dan terakhir yang terpatri besar lengan berkuasa di ingatan publik, tentu saja terkait impor senjata api ilegal yang terbukti keakuratannya.

Gatot juga sempat menciptakan para pendukung Jokowi meradang ketika membacakan puisi milik Denny JA yang berjudul ‘Tapi Bukan Kami Punya’.

Popularitas Jendral Gatot Nurmantyo yang terus melejit kabarnya menciptakan beberapa "King Maker" panik. Rencana memasangkan sejumlah nama di puncak kekuasaan terancam buyar alasannya yaitu kehadiran Jendral lugu ini.

Maka disusunlah banyak sekali rencana untuk menenggelamkan popularitas Jendral Gatot. Mulai dari dikabarkan akan terjun ke politik praktis, mendukung kelompok radikal intoleran, sampai mendukung Jokowi dua periode. Tujuannya satu dan sama, biar Jendral Gatot ditinggalkan rakyat.

Upaya menenggelamkan Jendral Gatot memang terbilang aneh. Pasalnya hasil survei beberapa forum survei belum menunjukkan angka keterpilihan yang signifikan. Survei CSIS pada September kemudian menunjukkan elektabilitas Gatot hanya ada di kisaran 1,8%, sementara berdasarkan survei Indo Barometer, tingkat keterpilihan Gatot hanya di angka 3,2%. Melihat angka ini, tak semestinya para tukang kocok dan King Maker harus gundah.

Namun, perlu kita ingat. Warga Indonesia yaitu pemilih yang sangat emosional. Mereka sangat gampang jatuh hati pada sosok alim, pendiam, rupawan yang terdzalimi.

Kita tentu belum lupa bagaimana publik dapat gandrung setengah mati pada Jendral Susilo Bambang Yudhoyono yang kala itu disingkirkan Presiden Megawati, dan kegandrungan itu diwujudkan dengan menenggelamkan Megawati pada pilpres 2004. Sebuah sejarah perih dan kelam bagi Megawati dan PDI P.

Jadi, tak heran bila sekarang para King Maker dan elite Partai Politik enggan memakai trik pendzaliman kepada Jendral Gatot. Sebagai gantinya, mereka justru menyebut Jendral Gatot mendukung si A atau mendukung si B, meski tujuannya tetap sama: menenggelamkan elektabilitas Jendral yang sekarang semakin erat dengan umat Islam.

Apakah trik ini ampuh? Kita akan lihat bersama-sama. [*]
Share Artikel: