@import url('https://fonts.googleapis.com/css2?family=EB+Garamond:ital,wght@0,400..800;1,400..800&display=swap'); body { font-family: "EB Garamond", serif; }

Ternyata! Gerakan Papua Merdeka Pernah Minta Senjata Kepada As


[PORTAL-ISLAM.ID]  Sebuah dokumen AS menyebut pada pertengahan 1960 silam, warga Papua pernah meminta dukungan Amerika Serikat untuk mendukung rencana mereka melawan tentara Indonesia. Gerakan Papua merdeka itu meminta dukungan uang dan senjata.

Dokumen yang dibuka itu merupakan satu di antara ribuan kabel surat antara Departemen Luar Negeri AS dan Kedubes AS di Jakarta pada dikala itu. Dokumen telah di buka satu per satu awal tahun ini. Sebanyak 37 boks telegram surat menyurat itu tersimpan rapih di National Archives and Records Administration di Maryland.

Dokumen juga mengungkap bagaimana awal mula Amerika menerima izin mengkesploitasi tanah Papua yang kaya akan tembaga dan emas.

Melihat kesengsaraan sukunya, pemimpin Papua Markus Kaisiepo mengadu pada pejabat senior Amerika perihal penderitaan yang dihadapi warga Papua di bawah kekuasaan Indonesia.

"Papua bertekad mempunyai kemerdekaan namun tak ada sumber pendanaan atau senjata untuk bangun melawan penindasan Indonesia," kata Kaisiepo yang tercatat dalam buku 'Eloquence and Intensity of Markus Kaisiepo' yang kini tersimpan di Departemen Luar Negeri semenjak 1966 silam.

Kaisiepo pun meminta Amerika membantu Papua untuk merebut kemerdekaan dengan menawarkan pinjaman uang dan senjata secara diam-diam, namun niatannya ditolak. Langkah yang sama juga dilakukan Pemimpin Papua lainnya Nicolaas Jouwe yang mengunjungi kedutaan besar Amerika dan Autralia pada 1965 lalu.

Namun sumber kemarahan warga Papua, berdasarkan dokumen itu, bukan hanya ketidakadilan Indonesia semata, namun juga keengganan RI untuk menepati perjanjian dengan Belanda yang dikala itu diawasi Amerika.

Dalam perjanjian itu, seharusnya Indonesia sanggup menawarkan kesempatan Papua untuk menentukan antara tinggal dan hidup dalam naungan Indonesia atau mendirikan negara sendiri.

Ketua Komite Papua Barat, Victor Yeimo mengatakan, dokumen tersebut sanggup menawarkan bukti tugas Indonesia dan Amerika menyembunyikan kebenaran terhadap hak Papua dalam menentukan nasib kemerdekaannya.

"Kami, orang Papua Barat, telah dibantai semenjak Indonesia pertama memasuki tanah kami dan hingga sekarang. Dan kita belum pernah melihat keadilan," kata Yeimo.