Hikmah Pks Zaman Now


HIKMAH PKS ZAMAN NOW

Oleh: Lalu Suryade
(Eks Aleg PKS DPRD Jabar)

Agustus 2015 jadi bulan bersejarah bagi Mohamad Sohibul Iman (MSI). Di tanggal 11 bulan itu, dia terpilih sebagai ketua umum partai, yang oleh PKS disebut presiden. Hal yang mengagetkan, alasannya banyak yang tak menduga. Kalau sudah menduga, anda takkan kaget.

Dalam rentang waktu 2,5 tahun ini banyak hal berubah di PKS. Tak semua penting disampaikan. Yang terpokok ialah perubahan cara pandang. MSI dan tentu saja bersama unsur pimpinan Majelis Syuro, mencoba menegaskan paradigma baru.

PKS dibutuhkan menjadi parpol yang lebih santun, lebih anti-korupsi, lebih bersahaja, dan lebih kultural.

“Santun” ini tak hanya dimaknai sebagai cara bergerak, namun juga cara berucap. Langkah implementasi menyentuh semua elemen, dari tokoh-tokoh yang menjadi latar depan partai, hingga tata krama bermedsos.

PKS hingga mengeluarkan taklimat berupa pedoman Dewan Syariah soal susila bermedsos ini. Tak diperkenankan membuatkan isu hoax, fitnah, mencerai-beraikan dll. Takkan ada akun anonim yang diperbolehkan dengan tujuan menjadi kedok untuk kejahatan social media. Kecerdasan literasi dianggap penting.

Para tokoh PKS dikumpulkan untuk “mengamalkan” kesantunan ini. Mereka dianggap jendela partai. Pada mereka, jati diri PKS dibaca oleh khalayak (publik). Ada yang merespon cepat, ada yang agak lambat. Ada yang pada kesannya berbenturan dengan kebijakan ini. Puching pala berbie..

Saya agak males membicarakan wacana pemecatan salah seorang tokoh PKS. Saya punya pandangan tersendiri soal ini. Kasus-kasus pemecatan juga terjadi pada kurun kepengurusan sebelumnya, dan itu berdampak kasatmata pada elektabilitas partai. Tapi ada yang anggap masalah terakhir sebagai "trade off".

Kemarin ada yang menyebut bahwa suatu pesan tersirat dipetik dari suatu ‘kesalahan’. Oke bisa..bisa. Tapi apa benar itu salah atau tidak, bila saya jawab malah dapat mengakibatkan salah paham. Yang terang penting dibicarakan ialah hikmahnya.

Soal kecerdasan “handling conflict” (menangani konflik) jadi PR penting jikalau jadi parpol modern. Nabi ngasih pola ketika para Sahabat murka pada Abdullah bin Ubay alasannya menghina Rasul. Tapi ada pertimbangan “apa kata orang” jikalau eksekusi diberikan. Kisah selanjutnya mengatakan kecerdasan Nabi SAW menangani konflik.

Kembali ke hikmah. Bisa disebutkan:

1. PKS tak dapat lagi dituduh sebagai parpol yang kurang hargai nilai-nilai kebangsaan. Bahkan lomba baca teks seakan-akan bunyi Bung Karno pun diadakan;

2. PKS tunjukkan kecintaan pada ulama dan tradisi keislaman. Mendorong biar ngaji kitab kuning, semarakkan maulid, dll;

3. PKS lebih perkuat diri sebagai parpol higienis dan anti-korupsi. Dukungan pada KPK terus ditegaskan termasuk di Senayan (Fraksi PKS). Dan kabarnya, di kurun ini insya Tuhan tidak ada lagi kader yang jadi pejabat publik terkena masalah korupsi. Jika masih ada, mungkin akhir respon yang terlambat..

Paradigma gres ini masih mengandung banyak kekurangan. Kekurangan yang butuh kerja keras dan kebersamaan untuk diatasi. Soal konsolidasi, maknanya berbeda antara konsolidasi ormas dengan parpol, terlebih dalam demokrasi. Walau tak suka “pencitraan” tapi “apa kata orang” itu tetap penting.

Soal kecerdasan literasi juga menuntut perilaku para pemimpin untuk membiasakan diri berargumen, berdialog dengan kader/konstituen, mengambil keputusan dengan cara yang makruf alasannya kolektivitas itu ciri khas. Selain itu, juga harus lebih banyak partisipasi arus bawah dalam decision making process.

Demikian dulu ngompar (ngomong partai) -nya. Yang penting ialah membulatkan niat menentukan PKS, alasannya merupakan partai yang masih lebih baik.***


Share Artikel: