Apa Yang Kamu Cari, Fahri Hamzah?


Oleh: Muhammad Hanif Priatama*

Fahri Hamzah, politisi paling terkenal tahun-tahun ini. Anggota dewan perwakilan rakyat dari fraksi PKS ini sangat kritis terhadap segala hal yang dianggapnya tidak benar dalam penyelenggaraan negara. Barangkali lantaran terlalu kritis sampai-sampai partainya sendiri, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), kena kritik hingga berujung perpecahan.

Tak menyerupai kebanyakan anggota dewan perwakilan rakyat lain yang terlihat damai-damai saja, ia terus menyuarakan pendapat-pendapat yang seringkali menuai kontroversi, termasuk pada tahun 2011 pernah menyarankan biar KPK dibubarkan saja alasannya ialah sudah bertahun-tahun tidak bisa menangani korupsi sistemik. Pengamat politik menganggap anjuran tersebut blunder, namun ternyata Fahri bisa terpilih kembali menjadi anggota dewan perwakilan rakyat RI di tahun 2014 bahkan perolehan suaranya malah naik.

Fahri Hamzah yang diketahui tidak mempunyai bisnis sama sekali ketika menjadi anggota dewan perwakilan rakyat RI ini, tak pernah tersangkut paut dengan masalah korupsi, hingga kemudian muncul tudingan Nazaruddin, Justice Collaborator (JC) KPK yang juga terpidana masalah korupsi. Ia menuduh Fahri mendapatkan uang darinya untuk masalah korupsi, namun tak menyebut wacana apa.

Tuduhan Nazaruddin cukup aneh, lantaran bila Fahri Hamzah benar-benar korupsi, tentu semenjak awal Nazaruddin tertangkap (2012) pastilah segera diproses. Keanehan bertambah ketika ia akan menawarkan bukti-bukti kepada KPK, padahal ketika ini bukankah berada di tahanan KPK? Apalagi “nyanyian” Nazaruddin ini sehabis Fahri Hamzah membuka ke publik laporan Pansus dewan perwakilan rakyat RI wacana kinerja KPK khususnya masalah Nazaruddin.

Apakah Fahri dan Nazaruddin tubruk gertak? Fahri bersemangat membongkar kasus-kasus Nazaruddin yang seolah “tertutupi” dengan status JC-nya. Nazaruddin membalas dengan akan membeberkan bukti bahwa Fahri melaksanakan tindak korupsi.

Andai yang terlibat itu saling tersandera, pasti tubruk gertak hanyalah lipstik yang berakhir “damai”, masalah menghilang begitu saja. Tapi, bila tidak, akan berujung pertarungan di ranah hukum, atau bahkan melibatkan skandal-skandal baru.

Fahri, yang sudah ditinggalkan oleh partainya sendiri dan berencana pensiun di tahun 2019, tentu tak punya benteng kekuasaan. Padahal, ia sudah menabuh genderang perang terhadap dua pihak sekaligus: Nazaruddin si terpidana dan KPK.

Kekuasaan KPK amat sangat besar bila hanya melawan seorang Fahri. Kalau Fahri “bijak” (dalam arti negatif), pastilah membisu dan membiarkan Nazaruddin dan KPK berlalu menyerupai biasa.

Maka, apa yang dicari sesungguhnya oleh Fahri Hamzah? Ketika ditinggalkan partainya, ia tetap menolak lamaran pindah partai lain, padahal ditawari posisi tinggi. Barangkali ia juga bukan sosok yang cocok menduduki jabatan eksekutif, lantaran alirannya sebagai kritikus.

Untuk apa kemudian melawan Nazaruddin dan KPK? Sama sekali tidak ada yang ia dapatkan, entah harta atau kedudukan. Bahkan cacian dan celaan yang ia dapatkan lantaran menentang KPK sehingga dianggap pro koruptor.

Dan mungkin, pertanyaan ini bisa meluas, apa yang sebaiknya dicari ketika menjadi wakil rakyat di dewan perwakilan rakyat RI? Agar tidak seperi Fahri Hamzah?

*Sumber: Seruji

Share Artikel:

Related Posts :