Anis Matta: HAJI WADA' dan KHULAFA RASYIDIN


[Cerita Haji Bagian Sepuluh]

Hanya 3 bulan setelah Haji Wada’  Rasulullah saw akhirnya wafat.. Sahabat seluruhnya terguncang hebat, mereka tidak bisa menerima fakta itu, termasuk Umar.

Abu Bakar datang dan langsung melihat jenazah Rasulullah saw.. Setelah itu beliau  keluar menemui para sahabat dan mengatakan "Siapa yang menyembah Muhammad maka sesungguhnya Muhammad telah mati".

Haji Wada’ itu akhirnya memang jadi haji perpisahan.. Khutbah Wada’ itu akhirnya memang jadi khutbah penutup yang meringkas risalah yang beliau bawa.

Tapi jika kematian Rasulullah saw saja sulit diterima sebagai fakta pada mulanya.. Mengertilah kita apa makna dari ditutupnya mata rantai kenabian.. Apa makna hidup tanpa Rasul diantara mereka.. Apa makna wahyu terputus..

Begitu Rasulullah saw wafat, wahyu terputus.. Tak ada lagi ayat-ayat Qur’an baru yang turun setiap kali mereka menghadapi masalah.. Sementara masalah terus bertambah.

Ayat-ayat Qur’an dan sabda-sabda Nabi berhenti disitu, karenanya bersifat ‘terbatas’. Sementara masalah manusia terus berkembang, karenanya bersifat ‘tidak terbatas’.

Itulah fakta awal yang mengharuskan IJTIHAD.. Keterbatasaan Teks (النصوص متناهية) dan Ketidakterbatasan Masalah (المسائل غير متناهية).

Jika kemudian Rasulullah saw mengatakan bahwa para Ulama adalah para Pewaris Nabi.. Itu karena rahasia keabadian agama ini terletak salah satunya pada keabadian Teksnya.. Bukan terutama pada KEKUASAAN yang mengawalnya.

Maka segala hal yang berhubungan dengan teks.. Mulai dari validasi keaslian teks, metode memahaminya, metode inplementasinya sepanjang zaman, adalah masalah yang sangat fundamental bagi kelangsungan agama ini.

Belum lagi kesenjangan antara Teks dan Realitas yang harus dijembatani dan hanya ulama yang bisa melakukan tugas itu.

Para Khulafa Rasyidin memiliki syarat sebagai Ulama dan Pemimpin Negara sekaligus.. Kualifikasi itu yang membuat Rasulullah saw merekomendasikan mereka sebagai rujukan dalam pemahaman dan implementasi agama: “Berpeganglah pada sunnahku dan sunnah para Khulafa Rasyidin sesudahku..”

Itu juga yang memungkinkan mereka meletakkan dasar-dasar dari Sistem Kehidupan Bernegara ketika agama ini dikelola melalui organisasi negara oleh sebuah masyarakat yang tidak punya warisan pengalaman bernegara yang mapan sebelumnya.

Di era Khulafa Rasyidin populasi muslim makin besar.. Peta geografi kekuasaan mereka makin luas oleh ‘futuhat’ (ekspansi) yang agresif.. Pembauran etnis dan budaya makin kompleks.. Islam telah menjadi kekuatan global baru.. Baik dalam skala politik maupun peradaban.

Akibatnya berbagai masalah pun terus bermunculan.. Bahkan sebelum jenazah Rasulullah saw dikuburkan, kaum Anshar berkumpul di Tsaqifah Bani Saidah membicarakan pengganti Rasulullah saw. Satu masalah baru muncul: Imamah Setelah Nubuwwah.

Masalah itu segera teratasi ketika Abu Bakar dan Umar ikut terlibat.. Kepemimpinan akhirnya diberikan kepada Quraisy sesuai tradisi Arab di Jazirah dan Abu Bakar menjadi khalifah pertama Rasulullah saw.

Begitu menjadi  khalifah, muncul masalah kedua: Perang Riddah. Banyak kabilah yang menolak membayar zakat.. Walaupun ditentang semua sahabat termasuk Umar, Abu Bakar tetap berkeras mengumumkan Perang Riddah.. Tidak bayar zakat berarti murtad dan harus diperangi karena zakat adalah rukun Islam.

Kemenangan dalam Perang Riddah itu merupakan momentum pemantapan sistem kenegaraan agama ini.. Sekaligus juga momentum konsolidasi politik dan militer yang menyatukan seluruh teritori Jazirah Arab di bawah kekuasaan Islam.

(Dari twit @anismatta 12-08-2019)

Share Artikel: