APA YANG BISA DIBANGGAKAN DARI PLN?
APA YANG BISA DIBANGGAKAN DARI PLN?
Sebagai perusahaan negara, apa yang kita pikirkan saat nama PLN di ucapkan?
Jujur ya, sebagai rakyat yang sejatinya pemilik PLN, yang terlintas justru yang negatif tentang perusahaan ini. Perusahaan yang parah karena terus rugi, suka matiin listrik seenaknya, suka naikin bayaran rekening tanpa bisa ditanya.
Bicara PLN dengan kerugian dan terus bertambahnya hutang mereka, seperti gak masuk akal bagi kita orang awam.
Yang dijual PLN adalah aliran LISTRIK dimana mereka yang MEMONOPOLINYA. Dengan tarif dan besaran per KWH sudah mereka hitung dimana ada modal dan ada keuntungan yang mereka dapatkan. Apabila ada tarif subsidi, itupun dibayar oleh pemerintah besarannya. Otomatis, gak ada FREE atas aliran listrik yang mereka alirkan ke masyarakat.
Termasuk lampu penerang jalan, itupun dikenakan biaya oleh PLN yang bebannya masuk ke tagihan pemerintah daerah.
Jika tidak membayar tagihan, sanksinya pun jelas. Pemutusan aliran listrik saat itu juga. Jadi ketika mereka rugi dan menyatakan beban hutang perusahaan terus membesar, benak saya sebagai rakyat biasa bertanya.
"Bagaimana sebenarnya hitungan rugi itu didapat, ketika pembayaran tarif dan juga sangsi mereka berlakukan pada masyarakat?"
Yang dijual PLN bukan product yang ada saingannya, seperti merk shampo dimana ada kompetitor dipasaran. Ketika konsumen memilih merk lain, maka PLN akan merugi karena productnya gak ada yang beli. Product mereka selalu dibeli masyarakat dan dibayar sesuai tanggalnya karena takut dengan sangsi keterlambatan.
Kok bisa rugi?
Dalam beberapa tahun terakhir, sejak era Jokowi memimpin, pertambahan hutang PLN terus naik setiap tahunnya. Pertahun naik 100T, hingga sekarang mencapai 500 Triliun. Dengan aset senilai 1300 Triliun, beban hutang ini bukanlah hal yang sepele. Bisa dikatakan PLN diambang kebangkrutan.
Padahal, menurut laporan tahun kemarin PLN membukukan pendapatan sampai 200 Triliun, namun ada beban usaha yang melebihi pendapatannya yang akibatkan ada kerugian 23 Triliun.
Lagi2 saya gak ngerti, gimana bisa ada beban usaha yang timbul ketika mengumumkan laba bersih. Dari surplus, jadi minus. Menutupi minus ini, dengan hutang lagi.
Ada yang bilang, pembangunan jaringan listrik dan juga pembangkitnya menyebabkan membengkaknya hutang PLN. Hal ini juga yang menyebabkan kacaunya perhitungan rugi laba saat hutang dengan mata uang asing, harus mengalami kenaikan ketika nilai rupiah harus tergerus turun.
Kembali ke pemikiran orang awam seperti saya, ketika kita berhutang pastinya sudah memikirkan kesanggupan untuk membayar. Membayar dari pemasukan yang saat ini ada. Ada rentang waktu yang dihitung, ada nilai kesanggupan yang dijabarkan, ada besaran yang jadi kesimpulan ketika hutang akan diambil.
Jadi aneh saat proses hutang berjalan, PLN mengalami kesusahan untuk membayarnya. Apalagi, harus gali lobang tutup lobang buat bayar hutang yang jatuh tempo. Ada kesalahan manajemen yang menyebabkan laporan keuangan mereka jebol sendiri.
Rizal Ramli sudah memperingatkan bahwa proyek yang memakan biaya besar sebenarnya belum perlu dilakukan. Tapi PLN dan pemerintah kala itu abai mendengar masukam RR.
Logika simpelnya, jika ada rencana didepan namun pembukuan keuangan saat ini tidak mampu untuk membayarnya, mengapa harus memaksa melakukan hutang? Jangan sampai beban hutang itu dijadikan alasan untuk menaikkan TDL agar permasalahan PLN ini bisa dianggap selesai.
Ujung2nya, yang jadi korban adalah rakyat lagi. Karena kesalahan manajemen, malah rakyat yang dikorbankan.
Beredarnya laporan kerugian dan peningkatan Hutang PLN saat ini bikin ngeri, karena dipastikan akan ada kenaikaan TDL kedepannya.
Sudah biasa BUMN berkeluh kesah dimedia berita, lalu dipanggil DPR untuk dengar pendapat. Disitu mereka meratap dan membuat bayang2 akan bangkrut. Lalu mereka meminta suntikan dana ke pemerintah. Pemerintah yang mengambil opsi, jika dana itu terlalu besar maka pilihannya menaikkan TDL.
Seperti BPJS Kesehatan, seperti pertamina.
Dan pasti itu yang akan terjadi dalam beberapa bulan kedepan.
Buat naikin TDL, terlalu ribet dramanya.
(By Iwan Balaoe)