Tere Liye: ANTI KRITIK


ANTI KRITIK

Sebagai penulis, tiap hari, ratusan orang mengomentari tulisan saya, buku2 saya, dsbgnya. Silahkan buka twitter, instagram, facebook. Bahkan yang sama sekali tidak beli buku saya, sama sekali tdk bayar apapun ke saya, bisa memaki, "Tere Liye itu nggak mutu tulisannya, jelek." Temannya nanya, 'Kamu sudah baca bukunya?'. Dia jawab, "Belum. Tapi syukurlah nggak pernah baca, rugi waktu nanti."

Tuh, lihat, ada orang yang belum baca buku2nya, jangankan beli, ngasih saya uangnya juga tidak, eh, dia bisa bebas merdeka protes, kritik, nyaci, maki. Welcome. Tere Liye itu pernah 8x jadi trending topics di twitter, 3 di antaranya worldwide, ngalahin tweet ttg pemilihan miss universe. Mending kalau trendingnya positif, itu persis ketika orang2 memaki Tere Liye soal quote yg dilarang pakai utk caption pamer. Juga persis ketika orang2 ngamuk tentang 'sejarah'.

Welcome, silahkan mengkritik Tere Liye. Bebas dek. Aman semua. Termasuk fitnah, tuduhan keji, dll, aman. Bebas saja. :) Ngatasin kritik begini sih simpel, dijawab dengan terus produktif, dengan terus menerbitkan buku. Begitu saja. Nah, yang menarik adalah, dengan situasi begitu, saya masih disebut anti kritik loh.

Maka bayangkan situasi sebaliknya, kalian adalah pejabat tinggi negara, kalian aparat negara, direksi, komisaris BUMN, PNS, polri, TNI, dan semua pekerjaan yang digaji dari uang negara baik langsung maupun tidak langsung.

Kok bisa ada orang2 ini yg tidak mau dikritik? Baru dibuat tulisan simpel saja, ngamuk, maki2, baru diingatkan sedikit saja, marah. Bahkan ketika sy nulis tentang 'tolonglah bajakan buku sy itu diatasi'. Dasar bedebah, ada diantara orang2 ini yang malah ketawa, nyinyir, dsbgnya. Elu itu digaji dgn uang negara. Pajak. Hutang. Ada rakyat, yang bayar pajak, minta dilindungi haknya, elu ketawakan? Yang waras ini siapa sih?

Saya saja sebagai penulis, bahkan dikritik oleh orang yang sepeser pun nggak ngasih uang ke saya. Apalagi yang pekerjaannya jelas sekali dikasih uang oleh rakyat. Masa' tidak mau dikritik? Terbalik ini lama2. Ayolah, mulailah bercermin, lihat dengan mata kita sendiri, adalah fakta pelayanan publik itu nyebelin. Atau kita merasa sudah sempurna, baik2 saja?

Sikap anti kritik begini berbahaya sekali. Elitnya tdk terima di kritik, anak buahnya tidak terima dikritik, netizen pendukungnya lebih2 lagi, ambyar semua. Gimana mau berubah, yang ada defensif, membela diri, dengan argumen yang lucu.

Tapi saya percaya, masih banyak generasi baru PNS, Polri, TNI yang benar2 mau berubah. Mereka welcome dengan kritik, senantiasa berusaha bekerja dgn amanah, dsbgnya. Saya ingat sekali, dulu saya bikin paspor di imigrasi Depok. Karena paspor saya hilang, tas saya dimaling orang pas di perjalanan. Ketika saya di BAP oleh petugas senior imigrasi itu, beres, besoknya saya disuruh datang utk melanjutkan proses. Apa yang terjadi? Petugas senior imigrasi ini menghilangkan dokumen BAP kemarin. Geblek banget. Saya bolak-balik dari luar kota ke Depok, hanya utk menerima fakta, dokumen BAP asli tersebut hilang, dan orang ini bukannya nyari solusi, dia nyalahin saya. Marah2 ke saya (karena sy pegang fotocopy dari aslinya, jadi punya bukti BAP itu memang ada, dia tdk bisa ngeles tdk ada).

Tapi di tengah situasi bahlul tersebut, ada petugas imigrasi yg bersedia membantu. Bahkan ada petugas imigrasi yunior yg baru bekerja satu-dua tahun di kantor tsb, meminta maaf sungguh2. Wah, emosi sy yang memuncak luruh seketika, menatap anak muda tsb, menarik sekali, dia minta maaf utk kelakuan seniornya tsb. Dia bergegas membantu, menyelesaikan masalahnya. Agar paspor sy bisa diproses.

Maka belajarlah dari situasi ini. Apa susahnya sih jadi pekerja yg baik? Saya sebagai penulis, juga komit, menulis dgn baik, merilis buku2 yg baik. Tukang sapu, komit menyapu dgn baik. Tukang sikat toilet, komite bekerja dgn baik. Semua punya resiko pekerjaan, punya dampak, implikasi, akibat, dll. PNS, Polri, TNI, bekerjalah dgn baik, komit. Dan saat kita sudah komit sekalipun, apakah bebas dikritik? Tidak. Tetap dikritik.

Novel saya itu, menerima penghargaan dimana2, dibaca jutaan orang, rating tertinggi di website pencinta buku, dll, dll tetap saja ada yg kritik, ngasih rating 1 (dari 5). Bilang, 'sampah'. Marah? Buat apa? Welcome saja dgn kritikan. Jawab dengan terus produktif. Terus merilis buku2 yg dikerjakan sungguh2.

Seriusan ini, buat kalian follower page ini, nyaris 6 juta, kita tidak akan pernah satu frekuensi dek, jika kalian terus saja baper, marah, tersinggung saat baca sebuah tulisan. Ini page milik penulis yang aktif mengomentari masalah2 sosial, ekonomi, politik.

Nah, saat kita tidak tahan lagi dengar kritiknya, masih ada yg tersisa: berhenti. Saya, sebagai penulis, jika tdk tahan lagi dikritik orang lain, sy akan berhenti saja. Toh, di dunia ini ada banyak hal lain yg bisa sy kerjakan. Tapi karena sy masih enjoy, masih komit, sungguh2, merasa itu adalah jalan hidup saya, maka sy akan terus nulis.

(By Tere Liye)

Sumber: fb


Share Artikel: