@import url('https://fonts.googleapis.com/css2?family=EB+Garamond:ital,wght@0,400..800;1,400..800&display=swap'); body { font-family: "EB Garamond", serif; }

Setelah bertahun-tahun berdemo, maki maki pemerintah, dan debat panjang di Twitter akhirnya kamu “berhasil masuk sistem”

Bayangkan Kamu berhasil jadi anggota DPR Setelah bertahun-tahun berdemo, maki maki pemerintah, dan debat panjang di Twitter akhirnya kamu “berhasil masuk sistem”
Bayangkan Kamu berhasil jadi anggota DPR.
Setelah bertahun-tahun berdemo, maki maki pemerintah, dan debat panjang di Twitter akhirnya kamu “berhasil masuk sistem”.

Kamu datang dengan semangat:

“Saya mau ajukan RUU yang melindungi rakyat!”

Misalnya:
• RUU Rampas Aset Koruptor
• RUU Reforma Agraria
• RUU Perlindungan Buruh
• RUU Batasan Gaji Pejabat

Tapi sebelum kamu bisa ajukan satu huruf pun, sistem menamparmu dengan kenyataan…

Tahap 1: Kamu Harus Dapat Restu Fraksi

Kamu nggak bisa ajukan RUU atas nama dirimu sendiri.

Karena kamu bukan “wakil rakyat”, kamu adalah wakil partai.
Segala tindakanmu harus atas persetujuan fraksi (perwakilan partai di DPR).

Kalau partai bilang “nggak usah”, maka RUU-mu mati sebelum lahir.

Kalau kamu nekad?

PAW (Pergantian Antar Waktu).
Kamu bisa dipecat.
Kursi itu milik partai, bukan milik kamu pribadi.

Sampai di sini aja, 80% idealismemu udah dipaksa bungkam.

Tahap 2: Ajukan ke Baleg (Badan Legislasi DPR)

Misal fraksi setuju, kamu lanjut ke Baleg Badan Legislasi DPR.

Di sini, semua usulan RUU dari anggota DPR, DPD, atau Presiden disaring dan dinilai kelayakannya.

RUU kamu akan dibandingkan dengan ratusan RUU lain yang juga diusulkan.
Termasuk RUU-RUU titipan sponsor dan oligarki.

Dan kamu tahu apa yang dinilai?

Bukan:
• Seberapa penting untuk rakyat
• Seberapa genting secara hukum
• Seberapa banyak dukungan publik

Tapi:
• Apakah ini prioritas fraksi?
• Apakah ini selaras dengan program partai?
• Apakah ini punya “potensi konflik”?

Kalau dianggap “tidak prioritas”?

Gagal lolos. Tamat.

Tahap 3: Masuk atau Tidak ke Prolegnas

Misal, kamu berhasil yakinkan Baleg. Sekarang usulan kamu harus masuk Prolegnas (Program Legislasi Nasional).

Prolegnas itu daftar RUU yang boleh dibahas dalam masa jabatan DPR.
Disusun tiap 5 tahun, disesuaikan tahunan.

Kalau usulan kamu tidak masuk Prolegnas:
• DPR gak boleh bahas.
• Komisi gak boleh bahas.
• Rapat paripurna gak bisa menyentuhnya.

Jadi?

RUU-mu hanya akan jadi PDF di Google Drive.

Catat: ada ratusan RUU yang gagal cuma karena gak lolos Prolegnas.

Tahap 4: Pembahasan Panjang di Komisi dan Panja

Kalau berhasil masuk Prolegnas, pembahasan dimulai.

Tapi ini bukan diskusi ideologis atau intelektual.

Ini adalah:
• Rapat teknis,
• Revisi redaksional,
• Lobi antar fraksi,
• Tarik-ulur kepentingan.
Yang ngebahas:
• Komisi terkait (misal Hukum, Sosial, HAM, dll),
• Pemerintah (wakil dari kementerian terkait),
• Para ahli (yang ditunjuk),
• Dan… tentu saja, lobi sponsor di belakang layar.

Kadang pasal A ditolak karena “menyinggung kepentingan bisnis”.
Kadang pasal B dimasukkan karena “dorongan investor”.

Tahapan ini bisa:
• Berlangsung bertahun-tahun.
• Dibekukan karena “bukan prioritas”.
• Dihapus begitu saja tanpa penjelasan.

Tahap 5: Pidato dan Voting, tapi Udah Diatur

Akhirnya kamu presentasi RUU-mu di rapat paripurna.
Kamu pidato 3 jam.
Penuh data hukum, moralitas, sesuai etika, pro rakyat dengan pidato penuh semangat. Kamu merasa seperti pahlawan.

Tapi orang-orang di ruangan itu:
• Main HP.
• Ngobrol sendiri bahkan ada yang tidur.
• Udah bawa skrip dari fraksi masing-masing.

Voting pun dilakukan.
Dan seperti yang kamu duga…

RUU-mu ditolak dalam 10 detik.
Karena mereka sebelum datang sebelum kamu presentasi mereka udah punya keputusan sendiri dari fraksinya, udah nggak sepakat dari awal.
Bukan karena isinya buruk. Tapi karena kamu tidak cukup “powerful”.

Tahap 6: Rakyat? Gak Pernah Dilibatkan

Rakyat?
• Gak tahu apa yang sedang dibahas.
• Gak punya akses ke dokumen resmi.
• Gak bisa interupsi.
• Gak bisa voting.
• Gak bisa veto.

Rapat pembahasan RUU dilakukan di ruang tertutup, atau terbuka tapi penuh istilah hukum.

Disiarkan tanpa promosi.
Tidak disosialisasikan.

Yang tahu?
Cuma media elite dan LSM tertentu.

Dan kalau rakyat ribut di luar, paling-paling disebut:

“Gak paham proses hukum. Masih emosional.”

Tahap 7: Kalau Lolos Semua, Presiden Bisa Tolak

Misal, ajaibnya RUU kamu disetujui DPR.
Masih ada 1 tahapan lagi:

Presiden bisa tidak tanda tangan.
• Tanpa tanda tangan, RUU tetap berlaku dalam 30 hari.
• Tapi… implementasinya tergantung pemerintah.

Kalau pemerintah:
• Tidak keluarkan Peraturan Turunan,
• Tidak alokasikan anggaran,
• Tidak mengawasi pelaksanaan…

Maka UU itu cuma kertas. Tidak berdampak apa-apa.

Kesimpulan: Sistem Ini Dirancang Agar Rakyat Tidak Pernah Menang

• RUU bagus bisa gagal di 1000 titik.
• Satu RUU bisa nunggu 10 tahun untuk disahkan.
• Dan bisa gagal hanya karena “nggak disetujui fraksi”.

Sedangkan RUU pesanan pengusaha?

Bisa masuk Prolegnas pagi hari, dibahas sore, diketok malam, disahkan tengah malam.

Itulah Demokrasi:

sistem yang tidak peduli benar atau salah, sistem yang tidak menimbang pro rakyat tapi tidak tapi hany berdasarkan voting suara.

Demokrasi juga menciptakan ilusi seolah olah segala keputusan dibuat oleh rakyat dan diwakili oleh rakyat padahal sebenarnya, mereka membajak nama rakyat dengan nama demokrasi “perwakilan” dimana suara ribuan orang diwakili satu orang dpr. Pertanyaannya kenapa seringkali aturan yang di buat tidak mewakili rakyat, rakyat mana yang setuju sama RUU TNI, masyarakat mana yang setuju harga bbm naik ?

Setelah tau sistem ini, saya kira tawaran nakal dari temen temen radikalis untuk meninggalkan demokrasi karena tidak sesuai dengan islam sepertinya itu nggak salah salah amat🙂‍↕️. Bahkan Plato, Aristoteles dan para filsuf banyak yang gak suka sama sistem demokrasi ini.

(Ngopidiyyah)

Bayangkan Kamu berhasil jadi anggota DPR Setelah bertahun-tahun berdemo, maki maki pemerintah, dan debat panjang di Twitter akhirnya kamu “berhasil masuk sistem”