MUHAMMADIYAH TANPA AMPLOP
MUHAMMADIYAH TANPA AMPLOP
Sebelum wafat, K.H. Ahmad Dahlan meninggalkan pesan indah yang berbunyi: “Hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah”.
Pesan ini terus dilestarikan oleh para penerusnya hingga kini dan dikenal sebagai etika dasar bagi para aktivis Muhammadiyah untuk tidak menggunakan aset-aset yang dimiliki oleh Muhammadiyah untuk kepentingan pribadi.
Itulah adab yang ditanamkan oleh sang pendiri Muhammadiyah itu. Begitu dalam maknanya untuk diteladani. Bisa jadi ia paham bahwa masa depan organisasi keagamaan sangat berpotensi menjadi ladang penumpukan materi bagi para pengasuhnya.
Sungguh akan hilang cahaya Islam bagi organisasi itu jika para pemimpin dan pengelolanya sibuk mencari kekayaan dan kemewahan serta popularitas duniawi yang jauh dari nilai-nilai Islami.
Kyai Dahlan mengajarkan untuk menginfakkan sebagian harta untuk dana organisasi Muhammadiyah, bukan mengeruk kekayaan dari Muhammadiyah. Ia rela hidup sederhana asal umat Islam yang diperjuangkan nasibnya bisa dimuliakan. Sungguh tinggi adab dan akhlaq guru umat Islam kita ini.
Itulah sebab Muhammadiyah mampu membangun ribuan sekolah, kampus dan rumah sakit di seluruh tanah air. Muhammadiyah tidak sekedar gerakan dakwah dan tajdid (pembaharuan) tapi juga gerakan sosial, pendidikan, ekonomi dan gerakan kebangsaan.
Maka ketika kemarin tokoh Muhammadiyah yang juga mantan Ketua Umum Pimpinan pusat Muhammadiyah 2 periode, Prof Din Syamsuddin muncul selaku deklarator Kesatuan Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), tentu kita percaya bahwa semangat itu datang sebagai gerakan moral berkebangsaan untuk negeri ini. Karena beliau sudah melakukannya untuk Muhammadiyah dan melanjutkan perjuangan untuk umat dalam gerakan penyelamatan Indonesia.
Sejarah juga mencatat bahwa Muhammadiyah memiliki peran penting dalam perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia. Sampai-sampai Bung Karno secara khusus memberi kata-kata bersejarah yang dicatat dalam tinta emas untuk Muhammadiyah :
“Saya mengetahui betapa besar artinya Muhammadiyah dalam kehidupan rohani bangsa kita, dan pula kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan. Saya mengenal Muhammadiyah dari dekat, bahkan buat beberapa tahun juga dari dalam. Karena itu saya dengan sungguh-sungguh mendoa ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, moga-moga DIA senantiasa memberkati dan memberi taufiq hidayah kepada Muhammadiyah, agar supaya Muhammadiyah tetap menduduki arti penting dalam kehidupan kerohanian bangsa kita itu, dan menjadi salah satu penyumbang tenaga yang penting dalam pembangunan negara kita dan masyarakat. Sekali Muhammadiyah tetap Muhammadiyah!”
Terasa bergetar membaca teks dari bung Karno buat Muhammadiyah. Pengakuan ini merupakan bukti bahwa sungguh besar jasa dan peran Muhammadiyah bagi Indonesia sejak lama hingga hari ini. Para pemimpin di Muhammadiyah tahu betul bagaimana mengelola organisasi ini secara baik, jujur dan beradab. Itu semua karena mereka berpegang teguh pada warisan dari nasihat sang pendirinya, KH Ahmad Dahlan.
Meski Muhammadiyah menjadi motor penggerak jiwa kebangsaan umat di masa kolonial, tapi sampai saat ini tidak pernah kita mendengar Muhammadiyah yang merasa paling Pancasila atau paling Indonesia. Padahal konsep kebangkitan umat dari tekanan penjajah sudah digulirkan oleh Muhammadiyah untuk membangunkan sikap pasrah masyarakat kita pada penjajah di waktu itu.
Sepertinya lewat keadaan organisasi Islam saat ini, seakan Allah sedang menunjukkan pada kita sebuah arah berpandangan yang lebih baik dan lebih Indonesia ke wajah Muhammadiyah. Tata kelola, pengembangan organisasi, konsep berkebangsaan yang dilumuri oleh sikap tulus penuh adab ditawarkan oleh Muhammadiyah untuk pikiran dan pandangan ke depan rakyat Indonesia.
Kalau dulu Muhammadiyah hadir di masa perjuangan dengan turut berperan memerdekakan pikiran, mindset dan keterbelakangan jiwa sebagai bangsa yang harusnya merdeka, kini Muhammadiyah hadir di tengah di kondisi adab masyarakat yang anarkis, kesantunan yang miris karena berpihak pada penguasa dan kepantasan pemimpin yang terpuruk oleh godaan materi juga duniawi.
Muhammadiyah menjawab semua itu dengan kekayaan akhlaq duniawi dan kiblat ukhrawinya yang taat dituruni secara terus menerus dan konsisten ke semua tokohnya hingga akhir zaman.
Aamiin.
(Yanto Hendrawan)