Setelah 75 Tahun, Rakyat Masih Antri di Pintu Gerbang Kemerdekaan
Setelah 75 Tahun, Rakyat Masih Antri di Pintu Gerbang Kemerdekaan
Di bagian pembukaan UUD 1945, ada tertulis pengantar tentang perjuangan yang berdarah-darah. Yaitu, jihad rakyat untuk merebut kemerdekaan akhirnya mencapai hasil gemilang. Penjajahan dilenyapkan.
Tapi, bagaimanakah kondisi rakyat saat ini? Sudahkah masalah kemiskinan dan ketidakadilan terhapuskan?
Mari kita simak pengantar di pembukaan UUD 1945 itu. Bagian di bawah ini sangat penting dan menarik untuk dibicarakan di hari peringatan 75 kemerdekaan RI.
“Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.”
Begitulah alinea (paragraf) kedua pembukaan UUD kita. Alinea ini menunjukkan kelegaan para pejuang dan pendiri NKRI. Kemerdekaan akhirnya tercapai.
Tapi, bagaimana dengan keadilan? Apa yang terjadi dengan kemakmuran? Belum lagi soal kedaulatan dan persatuan.
Hari ini, kita fokuskan saja perhatian ke soal keadilan dan kemakmuran. Sebab, dua hal inilah yang menjadi tujuan kemerdekaan itu. Di masa penjajahan, dua hal ini sengaja mereka tiadakan. Supaya penjajahan tetap bertahan.
Sayangnya, logika kemerdekaan yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, sebagaimana digariskan di alinea kedua pembukaan UUD 1945 itu, masih jauh dari kenyataan. Keadilan tak dinikmati oleh seluruh rakyat. Lebih-lebih lagi kemakmuran.
Segelintir orang mungkin telah merasakan keadilan. Dan segelintir lainnya telah menikmati kemakmuran. Bahkan supermakmur. Namun, “segelontor” lainnya rakyat Indonesia masih bekerja keras mencari di mana letak kedua janji kemerdekaan itu.
Masih belum ketemu juga. Tapi, setelah alinea kedua UUD 1945 dibaca ulang, barulah ketahuan masalahnya.
Rupanya, sebagian besar rakyat Indonesia masih berada di “pintu gerbang” kemerdekaan. Belum bisa masuk ke hamparan kemerdekaan itu. Sebab, puluhan juta hektar hamparan itu sedang dikontrak HGU jangka panjang oleh beberapa orang yang diberi prioritas. Kelihatanya, kontrak itu baru akan berakhir 75 tahun lagi.
Begitu juga keadilan. Seluruh ruang keadilan hukum juga dikontrak jangka panjang oleh beberapa ratus penyewa gedung-gedung pengadilan rendah dan tinggi. Mereka adalah para penyewa gedung hukum yang mampu memberikan profit besar. Rakyat kebanyakan dimohon bersabar menunggu di “pintu gerbang” kemerdekaan. Kapan-kapan akan dipanggil. Simpan dulu nomor antriannya.
Begitu juga keadilan sosial. Rakyat harus menunggu di “pintu gerbang”. Belum bisa masuk semuanya. Sebab, dana keadilan sosial sedang dipakai untuk mengaspal jalan menuju komplek para elit dan cukong.
Begitulah kisah rakyat Indonesia. Masih terus berdiri di pintu gerbang kemerdekaan. Belum boleh masuk setelah menanti 75 tahun lamanya.
Bersabarlah. Sampai hari ini mesin GPS Google Map untuk pencarian keadilan dan kemakmuran masih menampilkan koordinat terbatas. Ketika Anda tulis kata “keadilan dan kemakmuran”, yang keluar hanya Istana, KSP, kantor para menteri, BUMN, Sinar Mas, Podomoro, Agung Sedayu, Summarecon, Tommy Winata, James Riady, rekening gendut, Fadjroel Rahman, Ngabalin, Wiranto, Luhut, dan segelintir penikmat lainnya.
Boleh jadi Anda akan mendapat giliran setelah proklamasi kemerdekaan berikutnya. Berjuanglah terus agar alinea kedua UUD 1945 itu menjadi milik Anda.
17 Agustus 2020
(Penulis wartawan senior)