PERANG SALIB (PERMULAAN)
PERANG SALIB (PERMULAAN)
Perang Salib bermula dari Turki Saljuk yang melakukan ekspansi ke wilayah Imperium Bizantium.
Raja Bizantium Alexios I Komnenos yang beragama Kristen Ortodhoks kemudian merajut hubungan baik dengan Kepausan Katolik dan meminta bantuan mereka untuk menghadang laju Saljuk. Untuk menguatkan permintaan kepada umat Katolik, utusan Alexios sampai ikut menghadiri Konsili Piacenza awal Maret 1095.
Pada bulan November di tahun yang sama, Paus Urbanus II sebagai pemegang otoritas tertinggi umat Katolik kembali berbicara di hadapan pemuka Katolik dan membakar semangat mereka untuk memerangi kaum muslimin dan merebut kembali tanah suci Jerusalem.
Penyerangan ke wilayah kaum muslimin tidaklah dimulai sampai Petrus sang Pertapa (Peter the Hermit), salah seorang pastor Katolik berkeliling Eropa untuk memprovokasi rakyat agar mengikuti perang suci.
Masyarakat Eropa yang ketika itu hidup sangat miskin terbuai dengan janji-janji kesejahteraan yang lebih baik kalau mereka bisa merebut tanah suci dari tangan kaum muslimin. Sekitar 20.000-30.000 orang berhasil direkrut oleh Petrus. Namun mereka bukanlah tentara yang disiplin. Kebanyakannya adalah kaum buruh dan tani yang mudah diprovokasi.
Mereka lalu berjalan sampai ke Konstantinopel, ibukota Bizantium. Sepanjang perjalanan, mereka melakukan banyak perampokan dan penjarahan. Di antara yang menjadi korban mereka adalah orang-orang Yahudi di Rhineland, Jerman. Demikian juga penduduk Kota Beograd (kini Serbia) tidak lepas dari aksi perompakan gerombolan ini.
Mereka kemudian sampai di Konstantinople pada bulan Oktober 1096. Alexios melihat bahwa ini bukanlah pasukan yang dia inginkan. Ini hanya sekelompok begundal yang tak disiplin. Agar tidak menghabiskan banyak persediaan makanan di Kota Konstantinopel, Alexios segera menyebrangkan rombongan Petrus ke Asia Minor yang merupakan wilayahnya Saljuk.
Di sana pasukan Saljuk menggilas habis pasukan salib. Di bawah pimpinan Raja Kilij Arslan, dari dua puluh ribu pasukan Salib yang dikirim, hanya seperenam nya yang kembali. Panglima pasukan salib ketika itu, Walter Sans Avoir terbunuh di medan pertempuran.
Sejarawan barat menyebutnya peristiwa ini sebagai people crusade, perang salib rakyat atau perang salib para petani.
Perang Salib ini dianggap sia-sia, karena tidak bisa melakukan perlawanan yang seimbang dengan kaum muslim.
(Bersambung)
[Wira Bachrun]