Ketika Akhirnya Sandiaga Ikut Tercebur
Ketika Akhirnya Sandiaga Ikut Tercebur
Oleh: Ustadz Abrar Rifai (Eks Ketua PA 212 Malang)
Ini bukan terkait keinginan rekonsiliasi atau berdamai setelah benturan tajam pada ajang Pipres yang lalu.
Bukan pula keinginan untuk ikut membangun Negeri yang mungkin hingga saat ini terlalu jauh panggang dari api.
Apalagi untuk kemudian menyudahi keterbelahan anak Bangsa yang terus terjadi dari waktu ke waktu. Bahkan trend-nya semakin membesar akhir-akhir ini.
Saya memang tidak sedang membaca isi hati Sandiaga Salahuddin Uno. Tapi mari kita urai, apa sebenarnya yang sedang dilakukan orang kaya yang pernah begitu saya bela itu.
Erick Thohir, seorang sahabatnya dari awal memang pendukung berat Jokowi. Bahkan ia adalah Ketua Tim Pemenangan. Maka, wajar kalau kemudian mendapat jabatan strategis, Menteri BUMN.
Pada reshuffle kabinet yang dilakukan Jokowi baru-baru ini, Sandiaga bersama M. Luthfi diajak bergabung. Dua orang ini konon adalah sahabat Erick Thohir. Sama-sama anak orang kaya yang kemudian tetap kaya hingga kini.
Saya tidak akan menyoal siapa yang merayu Sandiaga hingga akhirnya mau menjadi menterinya Jokowi, sebagaimana yang diduga-duga oleh Dahlan Iskan pada satu tulisannya.
Tapi yang pasti, bahwa Sandiaga kini sudah selesai!
Ternyata Sandiaga selesai jauh lebih cepat dari waktu yang saya duga. Saya tidak tega untuk menyebut suami Nur Asiyah itu telah jadi ayam sayur. Tapi itulah adanya kini.
Prabowo Subianto, pasangan Sandiaga pada Pilpres yang lalu telah lebih dahulu menyerahkan diri di hadapan Jokowi dan jajarannya.
Jabatan Menhan yang seharusnya strategis untuk menunjukkan kelas Prabowo sebagai petarung, nyatanya sampai sekarang tak lebih hanyalah tempat bertapa yang jauh dari hingar-bingar kehidupan.
Fahri Hamzah atau siapa saja yang menginginkan kedamaian Negeri, kesatuan Bangsa, pulihnya kesehatan masyarakat dan membaiknya ekonomi dengan bergabungnya pentolan 02 bersama jajaran 01, pastikanlah bahwa mereka sejatinya seperti merekatkan lem satu dengan lem yang lain.
Dua lem tersebut memang bisa rekat. Lha wong sama-sama lem. Tapi tidak ada benda apapun yang mereka rekatkan.
Mereka rekat satu sama lain, tapi yang disekitar mereka tetap saja saling serang dengan berbagai coraknya. Tetap berbenturan dengan berbagai keberingasan, saling cakar dengan berjenis ketajaman kuku dan taring.
Hingga ketika sebenarnya di tengah masyarakat bekas pasukan 02 semakin mengkristal dan berkonsolidasi, pihak 01 bersama jajarannya yang sebagiannya adalah bekas pentolan 02 harus melakukan penghabisan dengan cara yang paling kejam sekalipun.
Ini bukan kelanjutan ajang Pilpres. Karena semua kita sudah menerimanya. Terlepas bagaimanapun proses yang mengiringinya. Kematian banyak anggota KPPS dan lain sebagainya.
Pilpres sudah selesai. Prabowo dan Sandiaga telah takluk pada Jokowi dalam artian yang sebenarnya. Mantan Capres dan Cawapres tersebut kini telah menjadi pembantu Presiden Joko Widodo.
Sementara orang-orang yang pernah mendukung Prabowo-Sandi terus dikuyo-kuyo. Enam orang di antaranya terbunuh baru-baru ini. Satu tokoh pendukung utama kini dipenjara. Sementara banyak lainnya diintimidasi dan dipaksa untuk diam.
Percayalah bahwa kalau sekarang banyak orang pada diam, bukan karena bergabungnya Prabowo dan Sandiaga bersama Jokowi, Luhut, Megawati dan lain-lain.
Bukan pula karena menerima tindakan semena-mena rezim kepada para pengkritik dan penentang sebagian kebijakan mereka.
Tapi lebih pada keinginan untuk menghindari benturan antara sesama anak Bangsa, yang sebagiannya begitu menyokong rezim ini dengan segala kepongahan dan kebengisannya.
Habibana Rizieq Syihab dipenjara dan matinya enam orang masyarakat sipil, adalah tumbal yang akan terus menyalakan api perjuangan untuk merengkuh kemerdekaan Bangsa dan kedaulatan Negeri yang sebenarnya.
(05/01/2021)
*Sumber: fb penulis