Koalisi Masyarakat Sipil Bakal Gugat Pemerintah Jokowi atas Banjir Kalimantan Selatan
Koalisi Masyarakat Sipil Gugat Pemerintah Jokowi atas Banjir di Kalimantan Selatan
Belasan organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam "Bersihkan Indonesia" akan mengajukan gugatan kelompok atau class action atas bencana banjir yang menenggelamkan hampir seluruh wilayah Kalimantan Selatan. Mereka menganggap pemerintah sengaja membiarkan kerusakan lingkungan dengan mengobral izin perusahaan tambang di wilayah zona kritis.
Direktur Program Trend Asia, Ahmad Ashov Birry, menyatakan pemerintah patut bertanggung jawab atas bencana banjir yang merendam sepuluh kabupaten dan kota di Kalimantan Selatan. Melalui gugatan ini, pemerintah didesak untuk melakukan perbaikan.
"Apalagi selama ini pemerintah mencari kambing hitam banjir karena hujan," ucap Ashov, yang tergabung dalam koalisi Bersihkan Indonesia, kemarin, Jumat (22/1/2021).
Padahal berbagai laporan dan kajian menunjukkan bahwa bencana justru disebabkan oleh penggundulan tutupan hutan untuk menggangsir batu bara yang terbenam di tanah. Penambangan berimplikasi serius pada rusaknya daerah tangkapan air. Ketika daerah aliran sungai telah rusak, bencana banjir tak bisa terelakkan. "Jelas sekali data menunjukkan banjir ini karena tambang dan perkebunan sawit."
Karena alasan itu, Bersihkan Indonesia akan mengajukan gugatan class action. Masyarakat akan menuntut ganti rugi dan pertanggungjawaban pemerintah pusat di pengadilan. Apalagi bencana banjir ini mengakibatkan puluhan orang tewas dan puluhan ribu orang mengungsi. Banjir juga mengakibatkan kerugian material, seperti rumah, kendaraan, dan harta benda lain yang rusak.
Direktur Hukum Auriga Nusantara, Roni Saputra, menyatakan rencana gugatan bakal dibahas bersama berbagai organisasi masyarakat sipil dalam waktu dekat. Mereka akan menyusun argumentasi hukum dan bukti-bukti yang diperlukan dalam persidangan. "Sekarang kami sedang mengidentifikasi aturan-aturan yang dilanggar pemerintah," ucap dia.
Ada beberapa aturan yang mungkin diterabas oleh pemerintah, terutama dalam hal menjaga ekosistem kawasan hutan. Hal ini yang menyebabkan banjir di Kalimantan Selatan.
Menurut Roni, pemerintah dapat dijerat dengan beberapa aturan yang menyangkut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Pemerintah juga dapat melanggar kewajiban-kewajiban dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara,” kata dia.
(Sumber: Koran Tempo, Sabtu 23-01-2021)