HRS Khawatir 7,5 Juta Peserta Aksi 212 Datang ke Pengadilan Menyambut Tantangan Jaksa
[PORTAL-ISLAM] Terdakwa kasus hasil test swab Covid-19 RS Ummi, Bogor, Habib Rizieq Shihab (HRS) turut menyinggung replik atau nota jawaban tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dianggap menyepelekan penyebutan Imam Besar dari para pecintanya.
Hal itu disampaikan saat Habib Rizieq menganalisa replik JPU pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (17/6). Di awal duplik ini, Habib Rizieq menyoroti pembuka replik yang telah disampaikan JPU pada Senin kemarin (14/6).
"Pembukaan ini saya terlebih dahulu ingin menyoroti suatu perkara yang sepele tapi tidak sepele. Saya katakan sepele kalau hanya terkait dengan kepribadian saya semata. Tapi saya katakan tidak sepele kalau sudah terkait dengan kepentingan umat Islam," urainya.
Habib Rizieq menyesalkan replik JPU yang dibuka dengan masalah tersebut. Sehingga menurut Habib Rizieq, seluruh replik JPU diisi dan dipenuhi dengan gelora emosi dari persoalan "sepele tapi tidak sepele" tersebut.
"Masalah sepele tapi tidak sepele yang saya maksudkan adalah tatkala dengan angkuh dan sombong serta penuh kebencian JPU menyatakan dalam pembuka replik di halaman 2 sebagai berikut, ‘ternyata yang didengung-dengungkan sebagai seorang Imam Besar hanyalah isapan jempol belaka’,” bebernya.
Habib Rizieq pun menyesalkan kalimat pembuka replik JPU tersebut difoto dan disebarluaskan via media sosial ke para pejabat tinggi negara, serta tokoh nasional hingga viral dan sampai ke umat Islam di mana-mana.
Menjawab JPU, Habib Rizieq mengurai bahwa dirinya tidak pernah menyebut diri sebagai imam besar, apalagi mendeklarasikan diri sebagai imam besar.
“Karena saya tahu dan menyadari betul betapa banyak kekurangan dan kesalahan yang saya miliki. Sehingga saya pun berpendapat bahwa saya belum pantas disebut sebagai imam besar," terang Habib Rizieq.
Dia menjelaskan bahwa sebutan imam besar yang ditujukan untuk dirinya datang dari umat Islam yang lugu dan polos serta tulus di berbagai daerah di Indonesia.
"Saya pun berpendapat bahwa sebutan ini untuk saya agak berlebihan. Namun saya memahami bahwa ini adalah romzul mahabbah yaitu tanda cinta dari mereka terhadap orang yang mereka cintai," tutur Habib Rizieq.
Singkatnya, Habib Rizieq ingin mengatakan bahwa hinaan JPU terhadap istilah imam besar dianggapnya bukan hinaan kepadanya. Sehingga Habib Rizieq mengaku tidak akan pernah merasa terhina atau merasa tersinggung, apalagi marah.
"Akan tetapi, saya khawatir hinaan tersebut akan diartikan oleh umat Islam Indonesia sebagai hinaan terhadap cinta dan kasih sayang mereka," tegas Habib Rizieq.
Habib Rizieq lebih khawatir jika umat Islam Indonesia menafsirkan hinaan JPU soal Imam Besar sebagai sebuah tantangan yang akan berakibat menjadi pendorong umat Islam untuk datang dan hadir serta mengepung dari segala penjuru Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk menyaksikan langsung sidang akhir, yaitu sidang putusan pada Kamis (24/6) mendatang.
"Nasihat saya kepada JPU agar hati-hati. Jangan menantang para pecinta karena cinta itu punya kekuatan dahsyat, yang tak kan pernah takut akan tantangan dan ancaman," kata Habib Rizieq.
Habib Rizieq juga mengaku tidak bisa membayangkan jika di masa pandemi Covid-19 jutaan pecintanya merasa terprovokasi oleh tantangan JPU tersebut dan berbondong-bondong mendatangi pengadilan.
"Apalagi, jika 7,5 juta peserta Aksi 212 tahun 2016, terlebih-lebih 15 juta peserta Reuni 212 tahun 2018, yang datang berbondong-bondong mengepung pengadilan ini untuk menyambut tantangan JPU sekaligus membuktikan kekuatan cinta mereka, maka saya lebih tidak bisa membayangkannya lagi," ujar Habib Rizieq.
"Sekali lagi nasihat saya untuk JPU dan juga untuk semua musuh yang membenci saya, hati-hati jangan menantang para pecinta, karena cinta tidak akan pernah bisa dikalahkan dengan kebencian," pungkas Habib Rizieq.[rmol]