PARA PENYOKONG PINANGKI

Bekas jaksa Pinangki Sirna Malasari tak hanya mendapat perlakuan istimewa dari majelis hak PARA PENYOKONG PINANGKI
PARA PENYOKONG PINANGKI

Bekas jaksa Pinangki Sirna Malasari tak hanya mendapat perlakuan istimewa dari majelis hakim banding yang memangkas hukumannya dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara. 

Ketika masih menjadi jaksa, Pinangki juga diduga mendapat sokongan dari pejabat di Kejaksaan Agung sehingga bebas wira-wiri membantu buron kasus korupsi Joko Soegiarto Tjandra. 

Pegiat antikorupsi mendesak para penyokong Pinangki itu diseret ke jalur hukum.

- Pinangki diduga mendapat privilese ketika menjadi jaksa fungsional hingga terdakwa korupsi.
- Pinangki dituntut ringan, lalu Pengadilan Tinggi memangkas hukumannya. 
- Jaksa Pinangki diduga mendapat kemudahan bepergian ke luar negeri di luar urusan dinas.

Tugas resmi jaksa Pinangki Sirna Malasari di Kejaksaan Agung hanya menangani urusan administrasi. Ia seharusnya tidak cawe-cawe dalam teknis penanganan perkara. Faktanya, Pinangki menjadi terdakwa karena melakukan permufakatan jahat untuk membebaskan terpidana korupsi Joko Soegiarto Tjandra dari hukuman. 

Lewat pleidoi yang dibacakan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat pada 20 Januari lalu, Pinangki mengaku bahwa jabatannya tidak terkait dengan teknis perkara ataupun proyek pengadaan barang dan jasa. Terakhir, jabatan Pinangki adalah Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung.

Sebelumnya, Pinangki pun tak pernah menduduki jabatan penting di kejaksaan. Anehnya, menurut peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, Pinangki justru mendapat kepercayaan dari Joko Tjandra.

Berstatus buron dalam kasus korupsi hak tagih Bank Bali, Joko menyuap Pinangki untuk mengurus permohonan fatwa bebas ke Mahkamah Agung. “Jaksa Pinangki hanyalah layer ketiga dari keseluruhan kasus Joko Tjandra ini,” kata Kurnia, kemarin. 

Berdasarkan analisis ICW atas perkara suap ini, Kurnia menduga ada beberapa aktor selain Pinangki yang membuat Joko mempercayainya mampu mengurus perkaranya. Ketika membantu Joko, Pinangki terindikasi kerap berkomunikasi secara intens dengan institusi penegak hukum lainnya. “Layer kedua dan kesatu belum terungkap, baik dari kluster penegak hukum maupun politikus,” katanya. 

***

Sebelum persekongkolan untuk membebaskan Joko Tjandra terbongkar, Pinangki kerap mendapat privilese di Kejaksaan Agung. Misalnya, ia mendapat kemudahan bepergian ke luar negeri di luar urusan dinas kejaksaan. “Dia sering bepergian ke luar negeri untuk kepentingan pribadi pada hari kerja,” ujar Kurnia. 

Rasuah Pinangki terungkap ketika Joko Tjandra masuk ke Indonesia untuk mengurus pendaftaran peninjauan kembali kasus hak tagih Bank Bali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada pertengahan 2020. 

Kedatangan Joko yang tak terdeteksi petugas imigrasi mengundang kecurigaan karena ia berstatus buron. 

Setelah mendaftarkan PK, Joko kembali terbang ke Malaysia. 

Kepolisian RI, bekerja sama dengan Polisi Diraja Malaysia, kemudian menangkap Joko. Perlahan-lahan, skandal Pinangki terungkap. 

Kejaksaan Agung dan kepolisian sama-sama mengusut skandal Joko tersebut. Kejaksaan mengusut dari sisi keterlibatan Pinangki. Sedangkan kepolisian menyidik keterlibatan mantan Kepala Biro Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bareskrim, Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo, serta Kepala Divisi Hubungan Internasional Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte, dalam pemalsuan surat jalan untuk buron Joko Tjandra. 

Pinangki mulai mengurus perkara Joko pada September 2019. Semula, ia bertemu dengan Rahmat, pengusaha yang juga kolega Joko. Lalu, Pinangki mengenalkan Anita Kolopaking, seorang advokat, kepada Rahmat. 

Kepada Rahmat, Pinangki meminta agar diperkenalkan kepada Joko. Lalu mereka menemui Joko di Kuala Lumpur, Malaysia. Kepada Joko, Pinangki mengajukan proposal rencana aksi senilai US$ 100 juta atau setara dengan Rp 1,4 triliun. Tapi Joko hanya menyetujui US$ 10 juta. 

Joko memberikan uang muka sebesar US$ 500 ribu atau sekitar Rp 7 miliar kepada Pinangki. Sang jaksa lantas membagi US$ 50 ribu kepada Anita. Mereka berdua kemudian membagi tugas. Pinangki mengurus administrasi di Kejaksaan Agung dan Anita mengurus fatwa bebas di Mahkamah Agung. 

Penelusuran majalah Tempo, tahun lalu, menemukan bahwa sejumlah petinggi Kejaksaan Agung menyebutkan Pinangki dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin sempat dekat ketika sama-sama bertugas di kantor Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara pada 2012. Kepada tim yang memeriksanya, Pinangki berdalih tak mengetahui bahwa Joko berstatus buron. Pinangki pun mengaku telah memberi tahu Jaksa Agung ihwal pertemuannya dengan Joko. 

Dua sumber Tempo mengatakan Pinangki bahkan mengaku sempat menggelar video call dengan Burhanuddin setelah Joko sepakat membayar US$ 10 juta untuk pengurusan fatwa MA. Sebagai bukti pertemuan, mereka juga berfoto bersama. Belakangan, foto itu tersebar di media sosial. 

Nama Jaksa Agung dan mantan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali memang disebut dalam dakwaan Pinangki. Nama mereka tercantum dalam action plan pengurusan fatwa bebas Mahkamah Agung buat Joko. 

***

Setelah perkara Pinangki bergulir di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, jaksa penuntut umum hanya menuntutnya 4 tahun penjara serta denda Rp 500 juta. Pegiat antikorupsi menganggap tuntutan ini terlalu rendah, apalagi Pinangki seorang penegak hukum yang seharusnya dituntut hukuman maksimal. 

Hakim Pengadilan Negeri memvonis Pinangki dua setengah kali lipat dari tuntutan jaksa, yaitu 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta. Pinangki terbukti menerima suap, mencuci uang hasil kejahatan, dan bermufakat jahat untuk membebaskan Joko Tjandra. Namun hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memangkas hukuman Pinangki menjadi 4 tahun penjara, tiga hari lalu.  

Lima hakim Pengadilan Tinggi, yaitu Muhammad Yusuf (ketua), Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Reny Halida Ilham Malik, dalam pertimbangannya menyatakan hakim Pengadilan Negeri keliru dalam menilai fakta hukum yang dijadikan pertimbangan menghukum Pinangki. 

Pertimbangan lain hakim banding, Pinangki merupakan seorang ibu dengan anak yang masih berusia lima tahun sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh anaknya; merupakan wanita yang harus mendapat perhatian, perlindungan, dan perlakuan yang adil; serta mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya. Pinangki juga mengikhlaskan dipecat sebagai jaksa. 

Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi (MAKI), Boyamin Saiman, menilai Pinangki merupakan jaksa yang lincah. Boyamin melihat bahwa Pinangki memiliki banyak kenalan dari berbagai kalangan, misalnya Rahmat, seorang pengusaha, yang lantas mengenalkannya kepada Joko. 

Di lingkup internal Kejaksaan Agung, Boyamin menduga Pinangki bekerja buat Joko atas perintah dari seseorang yang dia sebut "King Maker". “Kami dari MAKI sedang mengajukan praperadilan dalam rangka mengejar sosok 'King Maker' yang diduga berada di balik kasus Joko Tjandra dan Pinangki,” kata Boyamin. 

👉SELENGKAPNYA baca di KORAN TEMPO edisi Kamis, 17 Juni 2021.
Bekas jaksa Pinangki Sirna Malasari tak hanya mendapat perlakuan istimewa dari majelis hak PARA PENYOKONG PINANGKI
Share Artikel: