Taliban ditanya kenapa dalam kepemimpinan tidak ada perempuan sama sekali?
Dijawab, perempuan kami semuanya malu untuk tampil dan lebih suka memperbaiki negara dengan cara membantu suaminya yang menjadi pejabat.
Kalau ada perempuan ingin tampil ke ruang kepemimpinan diantara para lelaki, berarti menurut tradisi Afghanistan dia kurang rasa malunya.
Bagaimana bisa disebut "pemerintahan inklusif" jika anda memaksakan sedikit perempuan yang kurang malu untuk mewakili mayoritas perempuan negeri ini yang sangat taat agama dan malu untuk tampil?
Buat apa kami mengangkat perempuan berotak Barat, siapa yang mereka wakili di sini? (Paling itu mewakili sebarisan perempuan yang kemarin demo di jalan panas-panas dan teriak ucapan-ucapan kotor).
Baca Juga
- Sarawak baru saja mengumumkan pendidikan tinggi gratis untuk semua warga Sarawak yang belajar di universitas
- Investor Korea resah, sudah terlanjur invest Triliunan Won di Indonesia kini terancam pasca UU TNI disahkan
- Mantan Jaksa AS ditemukan tewas di tempat tidurnya, dia mengusut kasus masuknya warga Israel secara ilegal
Perempuan punya ratusan sektor sendiri yang bisa mereka atur untuk urusan sesama perempuan, dan tidak ada laki-laki satupun bisa di sana.
(Pega Aji Sitama)